TASLABNEWS, TANJUNGBALAI – Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Tanjungbalai Sesalkan perkara pencurian sepeda motor (curanmor) yang tetap di ajukan ke pengadilan walaupun antara pelaku dan korban sudah ada perdamaian.
Hal itu diungkapkan St Eriston Sihaloho, SH, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Tanjungbalai saat ditemui di Tanjungbalai, Senin (26/8).
“Jika benar ada perkara curanmor yang sudah terjadi perdamaian diantara kedua belah pihak dan dilakukan pada saat perkara masih ditangan penyidik namun tetap diajukan oleh Jaksa ke Pengadilan, tentunya sangat kita sesalkan.
Hal itu sama saja dengan tidak mendukung kepada penegakan hukum yang berorientasi konsep keadilan restoratif atau restorative justice,” ujar St Eriston Sihaloho, SH.
Menurut anggota DPRD Kota Tanjungbalai ini, seharusnya jika sudah dilakukan perdamaian ditingkat penyidikan, perkara tersebut tidak perlu lagi dilanjutkan ke pengadilan dengan memperhatikan penegakan hukum yang berorientasi konsep retorative justice.
Jika perkara tersebut tetap juga dilanjutkan, imbuhnya, perlu dipertanyakan pemahaman dari aparat penegak hukum yang menangani perkara tersebut terkait dengan penerapan konsep keadilan restoratif atau restorative justice.
Hal itu diungkapkan St Eriston Sihaloho, SH saat dimintai tanggapan terhadap perkara curanmor yang tetap diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjungbalai ke Pengadilan Negri Tanjungbalai dan sudah dilakukan penuntutan. Adapun perkara curanmor tersebut adalah perkara nomor : 180/Pid.B/2024/PN.Tjb atas nama terdakwa Hendra alias Geleng dan Apin Rahmat alias Apin.
Untuk diketahui, dalam perkara nomor : 180/Pid.B/2024/PN.Tjb atas nama terdakwa Hendra Gunawan alias Geleng dan Apin Rahmat alias Apin, terdakwa dan korban sudah terjadi perdamaian dan korban juga sudah menyatakan tidak keberatan. Namun anehnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjungbalai tetap mengajukan tuntutan sehingga Ade Agustami Lubis,SH selalu Penasehat Hukum dari terdakwa mengajukan keberatan melalui nota pembelaannya (pledoi) yang telah dibacakan dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungbalai pada hari Rabu (21/8/24) lalu.
Dalam pembelaannya, Ade Agustami Lubis,SH mengajukan 7 (tujuh) poin yang seharusnya dapat menjadi pertimbangan untuk meringankan hukuman para terdakwa yakni mengakui dan menyesali perbuatannya, masih berusia muda dan masa depan, sebagai tulang punggung keluarga, bukan sindikat, tidak punya niat melakukan pencurian, barang bukti sudah di kembalikan, dan telah melakukan perdamaian dengan korban. Menurut Ade Agustami Lubis,SH, pembelaan tersebut dilakukan karena tidak sependapat dengan tuntutan hukuman yang diberikan oleh JPU yang jauh dari nilai-nilai keadilan.
Selain itu, Ade Agustami Lubis, SH juga mengungkapkan keberatan karena beban pertanggung jawaban atas perkara tersebut hanya dibebankan kepada para terdakwa, sementara pihak penadah atau yang menampung barang hasil dari kejahatan tersebut tidak turut dihukum.
“Seyogianya, beban pertanggungjawaban pidana dalam perkara ini bukan hanya dibebankan kepada para terdakwa saja, melainkan juga kepada pelaku tadah sebab pelaku tadah sebagai orang yang menampung barang dalam perkara ini. Maka kami menilai bukan hanya tuntutan hukuman pidana saja yang tidak adil kepada terdakwa, melainkan telah terjadi penyeludupan hukum di dalam penerapan hukum oleh JPU pada persidangan ini. Dengan kata lain, JPU telah menerapkan hukum ‘membelah bambu’ ditengah-tengah masyarakat yakni ‘yang satu di injak dan yang lain diangkat’,” ujar Ade Agustami Lubis, SH. (Ign/Syaf)