TASLABNEWS.COM, LABUHANBATU – Kepala Bidang Pengawasan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Labuhanbatu M Sitompul menyebutkan bahwa kutipan uang lapak pedagang di kawasan pasar Gelugur Rantauprapat tanpa karcis merupakan Pungutan Liar (Pungli).
Hal tersebut dikatakannya saat dikonfirmasi wartawan terkait kutipan yang dilakukan oknum sebesar Rp 300 ribu per bulan kepada salahseorang pedagang berinisial YB yang memiliki lapak sekitar 2 meter di kawasan Pasar Gelugur Rantauprapat.
“Terimakasih atas informasinya. kami akan segera cek ke lapangan dan melakukan penertiban,” ujar Kabid Pengawasan Disperindag Labuhanbatu M Sitompul, Selasa (11/4/2023) siang di ruang kerjanya.
Menurutnya, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Disperindag Labuhanbatu untuk sewa kios per bulannya paling tinggi hanya sekitar Rp. 160 ribu hal itu sesuai dengan Peraturan Daerah yang ada.
M Sitompul juga mengakui lapak para pedagang di kawasan pasar Gelugur Rantauprapat sangat semrawut atau tidak tertata dengan baik, oleh karena itu pihaknya akan mengajukan kepada pemerintah setempat untuk lahan sebagai wadah para pedagang yang tidak memiliki meja atau lapak di Pasar tersebut.
“Sebelumnya, ada juga informasi seperti pengutipan lapak seperti ini, namun saat kami turun ke lapangan, pedagang malah nggak mau ngaku,” ungkapnya.
Saat diajak wartawan ke lapangan untuk mengecek kebenaran adanya kutipan terhadap pedagang yang mengaku membayar uang lapak sebesar Rp 300 ribu per bulan, Kabid Pengawasan Disperindag Labuhanbatu M Sitompul terkesan mengelak.
Sebelumnya diberitakan, Pedagang yang berjualan di kawasan Pasar Gelugur Rantauprapat, Kabupaten Labuhanbatu, ternyata membayar uang lapak sebesar Rp 300 ribu per bulannya tergantung besaran lapak atau tempat yang digunakan.
Hal tersebut dikatakan oleh YB salahseorang pedagang di kawasan pasar Gelugur Rantauprapat kepada wartawan, Rabu (5/3/2023) siang saat ditemui di tempatnya berjualan.
“Kami bayar Rp 300 perbulan untuk lapak jualan ini. Sebelumnya Rp. 250 ribu,” ujar YB seraya menunjukkan lapak jualannya yang lebarnya kurang lebih dua meter itu.
Dirinya juga mengungkapkan bahwa, tidak ada upaya yang bisa dilakukannya kecuali dengan membayar untuk tetap bertahan di lapak tersebut.
Padahal sebelumnya, YB sama sekali tidak pernah membayar uang lapak untuk bisa berjualan di kawasan Pasar Gelugur Rantauprapat tersebut.
Namun, sejak dibangunnya kamar mandi umum di pasar tersebut, lapaknya dikenakan biaya perbulan.
“Awalnya saya tidak bayar sebelum kamar mandi difungsikan. Ternyata setelah difungsikan saya di haruskan bayar lapak oleh pemenang tender kamar mandi tersebut,” ungkap YB.
Selain membayar biaya lapak perbulannya, kata YB, dirinya juga diwajibkan untuk membayar retribusi lapak sebesar Rp5.000 per hari.
“Tempat saya di hitung 2 meter, karena permeter lapak dikenakan Rp. 2500 oleh pihak Dinas Pasar, perhari. Lain uang sampah Rp 1.500,” jelasnya. (CS/Syaf)