JAKARTA – Kabareskrim Komjen Agus Andrianto yang akhirnya buka suara, membuat eskalasi di tubuh Polri semakin hangat. Apalagi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terkesan jadi penonton saat pejabat utamanya diserang olah dua mantan jenderal yang telah dipecat.
Menyikapi hal itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Forum Masyarakat Pemantau Negara (DPN Formapera) Teuku Yudhistira mengatakan, kasus ini cukup menarik sekaligus sangat memalukan bagi institusi Polri.
Betapa tidak, Polri yang seharusnya sibuk menjadi pelayan dan pengayom masyarakat, kini malah dalam kondisi babak belur akibat konflik di dalam institusi.
“Polri itu kan alat Negara, tupoksinya melayani dan mengayomi masyarakat, tapi kok sekarang sibuk mengurusi diri sendiri dan tak peduli lagi dengan tugas pokoknya akibat banyaknya konflik yang terjadi,” ujar Teuku Yudhistira dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (25/11/2022).
Anehnya, lanjut pria yang akrab disapa Yudis ini, Kapolri cenderung membiarkan konflik ini, sehingga semakin liar hingga membuat rakyat bingung dengan situasi di tubuh Polri.
“Beberapa hari lalu kita melihat Kapolri memberintahkan jajarannya untuk menangkap Ismail Bolong yang telah membuat Polri semakin kisruh akibat testimoni fitnahnya meski belakang apa yang dikatakannya itu diklarifikasinya sendiri. Tapi nyatanya permintaan Kapolri itu belum terealisasi,” ucapnya.
Setelah itu, situasi semakin memanas ketika LHP Divisi Propam atas kasus tambang di Kalimantan Timur bisa beredar luas, dan ucapan 2 bekas Jenderal yang dipecat, Ferdy Sambo dan Hendra Kurniawan yang sama-sama pernah menduduki jabatan bergengsi di bagian pengawasan internal Polri itu.
“Mungkin bukan hanya dari kacamata Formapera, seluruh rakyat akan setuju bahwa pernyataan Sambo dan Hendra yang menuding Kabareskrim Komjen Agus Andrianto, hanya bentuk fitnah dua orang bekas perwira tinggi Polri yang frustasi,” tegasnya.
Logikanya, lanjut Yudis, jika memang keduanya niat menegakkan kebenaran, kenapa tidak mereka ungkap saat keduanya masih berada di bawah payung Polri.
“Apalagi untuk mengungkap kejahatan personel Polri memang wewenang Sambo dan Hendra kala itu. Pertanyaannya, pertama, kenapa saat mereka menjabat di Propam hal itu tidak mereka ungkap. Ada apa?,” sebutnya.
Pria asal Medan yang kini berstatus mahasiswa pasca sarjana itu kembali mengatakan, bahwa pernyataan Kabareskrim Komjen Agus Andrianto yang banyak beredar di media pada hari ini, merupakan jawaban cerdas, sangat sederhana tapi sangat logika.
“Kedua, coba saja kita berkaca dari kasus pembunuhan Brigadir Yoshua. Peristiwa itu terjadi tanggal 8 Juli 2022. Tapi kasusnya baru mencuat 11 Juli. Baru 3 hari kemudian. Ini kan memang ditutupi lewat skenario terencana. Lalu diperkuat lagi dengan banyaknya anggota Polri di kubu Sambo yang terlibat dalam kasus mufakat jahat, terjerat kasus Obstruction of Justice dalam pembunuhan Yoshua,” beber Yudis.
Dengan demikian, kata Yudis, dengan 2 hal tersebut, cukup membuktikan bahwa siapa yang berbohong dalam permasalahan ini.
“Tentu sangat wajar apa yang dilakukan Sambo dan Hendra menuduh atau memfitnah institusinya sendiri, khususnya pejabat yang berada diluar lingkarannya seperti Komjen Agus. Padahal rekomendasi pemecatan yang ditandatangani Presiden kan rekomendasi Kapolri, tapi kenapa Jenderal Listyo Sigit sebagai pimpinan mereka kala itu, bisa bersih dari serangan dan fitnah mereka?,” tukasnya.
Untuk itu, Ketua Umum DPN Formapera mendesak Presiden Joko Widodo bisa bersikap dan mengambil langkah strategis agar ke depan Polri bisa lebih baik tanpa intrik. (iwo)