MENILIK kasus kejahatan pembunuhan oleh Irjend Pol Ferdy Sambo terhadap ajudannya sampai terungkap hal-hal buruk di lingkungan Polri, kami nilai sebagai sesuatu bahan yang penting bagi Presiden agar sesegera melakukan pembenahan secara mendasar.
Pengungkapan hal-hal buruk itu disatu sisi seakan terkesan hendak mengotori Polri namun disisi lain bisa juga hendak mengatakan harus sesegera dilakukan bersih-bersih terhadap institusi.
Kedua kesan itu hendaknya bisa diramu menjadi simpul oleh Presiden untuk kemudian ditatakelola di lembaga kepresidenan guna meraih kembali simpatik publik terhadap Polri.
Jangan sampai momentum itu hilang sia-sia tanpa nilai tambah terhadap institusi Polri. Disudahi saja pertikaian antar personil di level Mabes Polri entah apapun yang akan menjadi motif penuntasannya.
Karena saat ini kecenderungan konflik akan melebar sampai ke jenjang di bawah Mabes Polri. Itu semakin terbuka. Itu tentu akan merugikan Polri. Keseluruhan itu tentu akan membuat ruwet pemikiran Presiden.
Hiruk pikuk personil Polisi yang sudah diketahui publik melakukan kejahatan atau minimal sedang disidang Pengadilan, namun belakangan ini malah ‘berhasil’ memposisikan diri menjadi seperti layaknya Polisi yang baik.
Personil itu dan atau bagian-bagiannya kini terkesan mampu melakukan tindakan adu domba diinstitusinya. Kondisi itu sangat tidak ideal dari sisi manajemen. Itu sebuah aib besar.
Jikalau memang motif semua personil Polri yang terseret hiruk pikuk saat ini memang benar hendak melakukan pembenahan, maka pertanyaannya adalah kenapa tidak dilakukan saat mereka belum terseret-seret masalah. Sayang niat pembenahan dikumandangkan saat mereka dalam kondisi berlumur darah.
Kalaupun hendak memaklumi bahwa saling sikut diantara personil Polri dilevel Mabes saat ini bertujuan untuk kebaikan Polri, lantas, mengapa Kapolri tidak hadir sesuai dengan tupoksinya dalam penataan sikut menyikut tersebut?
Pembiaran terhadap kondisi itu sangat vulgar diketahui oleh publik baik melalui pemberitaan dan jejaring media sosial. Pimpinan Polri seakan senang membiarkannya. Malah terlihat seperti seakan-akan menikmatinya.
Jikalau hal itu benar terjadi maka sesungguhnya telah tebentuk pola tatakelola manajemen yang keliru. Pola itu sangat buruk terhadap institusi. Buruk juga bagi personil Polri.
Idealnya pembenahan terhadap apapun dilingkup Polri seperti menyangkut personil, perilaku yang bersifat umum atau penabrak/penyimpang aturan, anggaran, kinerja dan lainnya, itu sesungguhnya merupakan tanggungjawab dari seorang Kapolri.
Jangan sampai kesan publik terhadap Polri menjadi lebih buruk lagi hanya karena Kapolri abai menjalankan tupoksinya dengan baik dan benar. Walau publik tahu bahwa Presiden sudah sampai melakukan hal yang bersifat fenomenal dengan memanggil seluruh pemegang tongkat-tongkat komando struktur Polri ke istana Negara, bukan berarti harus Presiden Joko Widodo yang tuntaskan sikut-menyikut itu. Hal tersebut harus dituntaskan Kapolri Lisyo Sigit.
Masa Kapolri harus terus menerus menggeliat diketiak manajemen Presiden saat rakyat banyak juga membutuhkan sentuhan Presiden. Kapolri harus mandiri menjalankan manajemennya sehingga jika dilakukan dengan benar maka akan disebut berhasil berkinerja. Atau sebalknya.
Sampai hari ini baru kinerja Presiden Jokowi.yang dilihat rakyat menjalankan manajemen tatakelola terhadap seorang Kapolri, namun Jenderal Listyo Sigit Prabowo belum mampu mengurai turunan manajemen Presiden ke level Mabes Polri.
Kita berharap sampai akhir tahun ada perubahan yang baik terhadap Polri entah karena manajemen Presiden atau karena kondisi yang terjadi secara alamiah.
Saran terbaik untuk membenahi Polri maka idealnya Presiden Jolowi meminta Badan Pemeriksa Keuangan RI untuk melakukan audit Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) dan atau paling minimal audit kinerja yang dilakukan minimal terhadap jenjang/struktur Mabes Polri. Tidak perlu sampai ke jenjang Polsek. (iwo)