TASLABNEWS, LABUHANBATU – Penolakan terhadap pabrik kelapa sawit PT Pulo Padang Sawit Permai (PT PPSP) oleh warga Pulo Padang, kecamatan Rantau Utara, kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara terus bergulir.
Bahkan, dalam waktu dekat sekitar lima ratusan warga yang menolak pabrik dari sembilan lingkungan kelurahan Pulo Padang tersebut akan menempuh jalur hukum.
Hal ini dibenarkan oleh Muhammad Q Rudi, penggiat lingkungan dari komunitas Perkumpulan Hijau yang mengadvokasi warga Pulo Padang terkait persoalan dengan PT. PPSP.
“Benar, saat ini masyarakat sudah mempersiapkan gugatan hukum yang berkait proses keluarnya perizinan perusahaan. Hal ini mengingat ada banyak regulasi yang dianggap dilanggar dalam proses pengeluaran izin perusahaan itu,” jelas Rudi, Jumat (8/6), di Rantauprapat.
Disebutkannya, jumlah masyarakat yang menggugat hingga kini tidak kurang dari lima ratus orang yang sudah dikuasakan ke pihak kuasa hukum yang ditunjuk masyarakat.
Ratusan warga yang menggugat tersebut, menurutnya, berasal dari enam lingkungan kelurahan Pulo Padang, yakni Bandar Selamat 1, Bandar Selamat 2, Pangkalian, Perlayuan 1, Perlayuan 2 dan lingkungan PNK.
“Mereka ini adalah warga yang terpapar langsung dari aktifitas pabrik sejak beroperasi pada Maret lalu, dan mereka pihak yang merasa paling terancam dari sisi kesehatan dan kenyamanan hidupnya dengan keberadaan pabrik di wilayah permukiman tersebut,” tambah Rudi.
Direncanakan, gugatan hukum akan didaftarkan oleh ratusan warga kelurahan Pulo Padang tersebut pada pekan depan ke pengadilan negeri setempat, didampingi kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Bela Rakyat Indonesia (LBH-BRI).
Seperti diberitakan, aksi penolakan terhadap pabrik kelapa sawit PT. PPSP sudah dilakukan warga sejak tahun 2017 silam, atau sejak pabrik masih dalam proses pematokan lahan.
Penolakan ini dilakukan warga karena tidak menginginkan berdirinya pabrik di wilayah pemukiman mereka yang justru akan memberikan banyak dampak negatif, terutama terhadap gangguan kesehatan, kenyamanan dan aktifitas pendidikan dan ibadah yang pasti terganggu.
Selain itu, dasar dari penolakan juga terkait adanya upaya pengkelabuan dari proses pembelian lahan yang disebutkan awalnya untuk program sejuta rumah Jokowi, namun direalisasikan menjadikan pabrik kelapa sawit.
Hingga berita ini dirilis, warga masih bertahan di posko perlawanan yang hanya berjarak sekitar 200 meter dari pabrik dan tetap menolak pabrik beroperasi. (CS/mom)