TASLABNEWS, MEDAN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong percepatan penyelesaian permasalahan penggunaan air tanah di Kawasan Industri Medan (KIM). KPK mengingatkan agar para pihak menjalankan tugasnya dan menegakkan aturan yang telah ditetapkan terkait pengelolaan air tanah.
“Apabila ada penyimpangan yang berdampak pada kerugian negara atau ada pihak yang tidak bisa diatur, ya tegakkan aturannya,” ujar Direktur Koordinasi dan Supervisi wilayah I Didik Agung Widjanarko dalam Rakor yang diadakan secara tatap muka di Gedung Merah Putih KPK, Kamis, 17 Maret 2022.
Turut hadir Wakil Gubernur (Wagub) Sumatera Utama (Sumut), Musa Rajeksah, Direktur Pendapatan Daerah Kemendagri Dr. Hendriwan, Direktur Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian Adie Rochmanto Pandiangan, Direktur Utama PT KIM (pengelola kawasan Industri) Ngurah Wirawan, Jajaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut dan jajaran Pemerintah Kabupaten Deli Serdang.
Wagub Sumut memaparkan, terdapat perusahaan/mitra industri yang berada di PT Kawasan Industri Medan (KIM) yang disebut juga dengan Tenant berjumlah 437 perusahaan dengan rincian pemakaian air permukaan masing-masing.
Pertama, rincinya, terdapat 171 perusahaan yang tercatat menggunakan meteran air permukaan yang diproduksi melalui mitra kerja KIM yakni PT DCC. Kemudian, terdapat 1 perusahaan yaitu PT GA yang memproduksi dan menggunakan sendiri air permukaannya. Dan ketiga, terdapat 112 perusahaan yang menggunakan air dari PDAM Tirtanadi Provinsi Sumut.
“Dari data tersebut, dapat digambarkan bahwa terdapat selisih perusahaan yang tidak menggunakan air permukaan sebanyak 153 perusahaan. Diperkirakan sebanyak 153 perusahaan diduga mengambil dan menggunakan air tanah secara tidak sah karena tidak mempunyai meteran air permukaan,” jelas Rajekshah.
Rajekshah menambahkan jika diasumsikan 153 perusahaan yang diduga mengambil dan menggunakan air tanah secara ilegal, menggunakan air permukaan pada tahun 2021 sama dengan data BP2RD Provinsi Sumut, maka asumsi perhitungan potensi kerugian daerah pada tahun 2021 adalah minimal sekitar Rp313 Juta.
Pokok permasalahan terkait air tanah di Sumut, jelas Rajekshah, merujuk pada pasal 39 ayat 1 huruf c PP No 142 Tahun 2015 tentang Kawasan Industri yang secara tegas melarang perusahaan industri mengambil air tanah di kawasan industri. Regulasi terdahulu, yaitu PP No 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri mengatur hal yang sama. Namun, diduga ada beberapa perusahaan melakukan penyimpangan atas aturan tersebut.
Sementara, berdasarkan laporan yang diterima KPK, penerimaan pajak daerah yang seharusnya disebut pajak air tanah, pada kurun waktu Desember 2017 hingga November 2018 sebesar Rp7 Miliar dari 68 perusahaan yang membayarkan. Pembayaran pajak tidak dilanjutkan karena berbagai alasan salah satunya perizinan.
Direktur Pendapatan Daerah Kemendagri Dr. Hendriwan menyampaikan pada prinsipnya ia siap mendukung dari segi aturan berdasarkan kesepakatan bersama dalam rakor. Ia juga menjelaskan bahwa salah satu postur APBD, selain dana transfer, adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Komponen PAD ini, lanjut Hendriwan, ada pajak dan retribusi yang mempunyai kontribusi sangat besar kepada pemerintah daerah untuk membangun daerahnya supaya dapat mandiri dan mensejahterakan rakyat.
“Terkait pajak daerah ini, memang bersifat memaksa. Apabila nanti ada orang pribadi atau badan yang sudah melakukan kegiatan seperti pengambilan atau pemanfaatan air tanah, maka menjadi objek pajak dan harus dipungut pajaknya,” ujar Hendriwan.
Hendriwan menambahkan pajak air tanah adalah pajak pemerintah kabupaten/kota di mana pemberian izinnya merupakan kewenangan Provinsi. Dasar pungutannya ditetapkan di peraturan daerah. Untuk badan usaha yang belum memiliki izin, tetap harus membayar pajak.
Di akhir pertemuan dilakukan penandatanganan Berita Acara (BA) Kesepakatan oleh seluruh pihak terkait yang hadir. Inti dari isi BA Kesepakatan antara lain bahwa pengambilan dan penggunaan air tanah di Kawasan Industri Medan (KIM) perlu segera ditertibkan dan harus dihentikan, dengan melakukan langkah-langkah dan tindakan sesuai isi BA kesepakatan bersama.
KPK melakukan koordinasi dan monitoring terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab para pihak terkait untuk memastikan dihentikannya pengambilan dan penggunaan air tanah secara tidak sah dalam kerangka pemberantasan dan pencegahan korupsi. (Rel/ Cad/mom)