TASLABNEWS, TANJUNGBALAI – Kejaksaan Negeri Tanjungbalai – Asahan (Kejari TBA) ‘kalah’ dalam prapradilan kasus Tipikor, penetapan tersangka RMN, Sales Marketing Asphalt Mixing Plant (AMP) PT BKSS.
Hakim memutus bahwa penyidikan yang dilakukan oleh Kejari TBA tidak sah dan tidak berkekuatan hukum.
Meski menjadi catatan untuk pertama kalinya, Korps Adhyaksa dibawah kepemimpinan Muhammad Amin SH MH tidak sungkan mengakui ‘kekalahan’ mereka, bahkan pihak kejaksaan menganggap hal yang biasa saja.
“Gak masalah Bang, kita dikoreksi, Checks and balances. Apakah tindakan- tindakan penyidik ini sudah sesuai dengan KUHAP apa tidak, dasarnya kan KUHAP,” ungkap Kasi intelijen Kajari TBA, Dedi Saragih, ketika ditemui awak media dikantor Kejari TBA, Selasa (31/8/2021).
Menurut Dedi, tidak ada konsekuensi atau etik terhadap pihaknya jika kalah dalam prapid.
“Prapid ini kan tidak final. ini hanya membenarkan kalau kata majelis hakim ada beberapa proses tidak dilalui oleh jaksa penyidik, ketika proses yang tidak ia lalui dilalui lagi, ditetapkan tersangka boleh tidak ada masalah. Sudah ada dalam peraturan Mahkamah Agung nomor 4 tahun 2016. Prapid boleh berkali-kali, tidak ada batasan silahkan,” terangnya.
Dedi Saragih juga mengatakan bahwa pihaknya akan mengajukan surat perintah penyidikan yang baru untuk perkara yang serupa.
“Mungkin kami akan mengajukan surat perintah penyidikan yang baru dalam kasus yang sama,” kata Dedy.
Menurutnya hal itu dilakukan dikarenakan belum masuk ke pembahasan materil, dan masih dalam hukum formil.
“Akibat alasan tersebut maka kami akan mengajukan surat penyidikan yang baru. Untuk sementara ini kami akan mengeluarkan yang bersangkutan sesuai dengan keputusan Pengadilan,” tukasnya.
Untuk diketahui, Penerbitan surat perintah penyidikan (SPRINDIK) baru terhadap perkara yang sama pasca adanya putusan praperadilan yang menyatakan penetapan yang tanpa didasari persyaratan penyidikan kembali/penetapan tersangka kembali sebagaimana diatur dalam Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014, PERMA No. 4 Tahun 2016, Putusan MK No. 42/PUU-XV/2017, maka tindakan penyidik dapat dikatakan tidak profesional dan tidak sesuai dengan kode etik profesi pada masing-masing institusi penegak hukum.
Hal ini juga telah dipertegas dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan, sebagaimana termuat dalam BAB II tentang Obyek Dan Pemeriksaan Praperadilan Pasal 2 ayat (3) Putusan Praperadilan yang mengabulkan permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka tidak menggugurkan kewenangan Penyidik untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka lagi setelah memenuhi paling sedikit dua alat bukti baru yang sah, berbeda dengan alat bukti sebelumnya yang berkaitan dengan materi perkara. (Rik/mom)