TASLABNEWS, ASAHAN – Pihak Rumah Sakit Umum (RSU) Bunda Mulia Kisaran dituding terlambat melakukan operasi persalinan pasien Ripa Nanda Damanik (24), sehingga menyebabkan Ripa Nanda Damanik dan bayinya meninggal dunia.
Informasi yang berhasil dihimpun, awalnya pasien Ripa Nanda Damanik, warga Pasar XI, Kelurahan Binjai Serbangan, Kecamatan Air Joman, Asahan, dibawa ke bidan untuk bersalin.
Namun karena pasien dilihat lemas dan tidak sanggup lagi, setelah pihak keluarga melakukan kompromi dengan bidan, disarankan persalinan dilakukan dengan cara operasi.
Bidan pun merujuk pasien ke RSU Budi Mulia Kisaran, Jalan Abdi Setia Bakti, Kisaran Barat, Kabupaten Asahan, untuk dilakukan operasi persalinan. Bidan-bidan di rumah sakit menyarankan untuk persalinan normal karena kondisi bayi bagus.
“Sudah kami minta kepada pihak rumah sakit untuk segera di operasi. Namun meraka tetap mengatakan persalinan normal dengan alasan bayi normal,” kata ibu mertua pasien Ripa Nanda Damanik, Rindu br Aritonang (55), Selasa (18/5/2021).
Disebutkannya, permintaan tersebut disampaikan ke pihak rumah sakit setelah melihat kondisi menantunya yang lemas dan tidak sanggup untuk melakukan persalinan secara normal.
Namun karena pihak rumah sakit tetap menyarankan agar menantunya menjalani persalinan secara normal, pihak keluarga pasien pun menanyakan apakah pasien bisa langsung dioperasi tanpa menggunakan program BPJS.
“Kami tanya, ‘kalau tanpa BPJS, kami pasien umum, apa bisa menantuku langsung dioperasi. Pihak rumah sakit jawab bisa. Tapi itupun tidak juga langsung dilakukan operasi. Ingat saya, Perawatnya boru Manulang, namanya aku gak tau,” katanya.
Diterangkannya, dari hari Sabtu (15/5/2021) malam sekitar pukul 19.30 WIB menantunya sudah berada di rumah sakit tersebut, dilakukan operasi pada hari, Minggu (16/5/2021) sore sekira pukul 17.00 WIB.
“Disitu dia (pasien Ripa) sudah kritis, disitu dia di sinto (Syntocinon), barulah dia dioperasi. Apa gak membunuh itu namanya,” tukas Rindu boru Aritonang.
Menurutnya, meninggalnya menantu dan cucunya tersebut diakibatkan kelalaian dari pihak RSU Bunda Mulia Kisaran.
Terpisah, penanggung jawab RSU Bunda Mulia Kisaran, Dr Binsar P Sitanggang membantah hal tersebut.
Dr Binsar P Sitanggang menjelaskan kematian anak dari pasien Ripa Nanda Damanik dikarenakan Solusio Plasenta atau putusnya Plasenta sang bayi saat berada dalam kandungan.
“Memang benar ada keluarga pasien saat itu. Kalau saya tidak salah mereka itu masuknya malam,” ujar Binsar, Selasa(18/5/2021).
Lanjutnya, saat masuk ke Rumah Sakit, dilakukan pemeriksaan dan ditemukan bahwa kondisi bayi tersebut normal dan bagus.
“Bagus, dan normal. Berat bayi 2.850 gram, kepala bayi mengarah ke bawah. Sehingga tidak perlu dilakukan operasi. Kami sudah menjalankan seluruhnya SOP sesuai dengan standar yang diatur WHO,” ujar Binsar.
Lanjutnya, bayi tersebut sudah memiliki kemajuan di kemudian harinya. “Ada kemajuan, bayinya maju beberapa senti dari bibir rahim. Karena ibu hamil, wajar ada kontraksi, dimana perut terasa kejang,” ucapnya.
Hal tersebut sangat wajar dirasakan oleh ibu hamil, namun pihak keluarga memaksa masuk kedalam ruang pasien untuk mengajak pasien melakukan jalan jongkok.
“Tidak masuk diakal seorang yang sedang hamil tua di buat jalan sambil jongkok sejauh 5 meter selama 2 jam,” katanya.
Menurutnya, akibat hal itu, perut pasien mengalami kejang dan mengakibatkan Solusio Plasenta terlepas di dalam perut, dan saat dilakukan pembedahan (operasi), perut pasien ditemukan memar akibat trauma (benturan)
“Trauma, jadi terputus. Ada beberapa hal yang menyebabkan Plasenta terputus, salah satunya trauma,” ujarnya.
Sedangkan mengenai sang ibu yang meninggal keesokan harinya, diakibatkan sakit kepala.
“Setelah dilakukan operasi, kondisi normal, dan dilakukan transfusi darah. Kemudian saat pagi harinya, pasien tersebut mengeluh kepalanya sakit. Tidak berapa lama kemudian pasien meninggal dunia,” paparnya.
Ditanyakan terkait dengan perawat yang menggunakan handphone, ia menyangkal adanya hal tersebut, pasalnya tidak ada pasien tersebut mendapatkan pertolongan pertama.
“Tidak ada makna pertolongan pertama dari pasien ini. Pasien datang tidak dalam keadaan emergency, dia datang itu tidak dalam mengancam nyawa,” katanya.
Ia memberikan beberapa contoh pertolongan pertama yang dimaksud. “Contohnya pendarahan, ini pasien datang dengan kondisi norman atau Fisiologis. Pasti kita dapat membedakan,” ujarnya.
Dikatakannya, dalam rumah sakit, tidak ada jaminan keselamatan yang bisa dipegang. “Kalau saya operasi saat itu, kemudian meninggal, saya juga yang di salahkan. Jadi kami bekerja sesuai dengan SOP yang di terapkan WHO,” pungkasnya. (mom)