TASLABNEWS, TANJUNGBALAI – Komisi C DPRD Kota Tanjungbala didesak agar mengambil langkah hukum terkait dengan adanya kontroversi 45.000 warga Tanjungbalai menjadi peserta BPJS Kesehatan yang ditanggung dari APBD Kota Tanjungbalai.
Desakan tersebut diungkapkan Ketua Indonesian Corruption Watch (ICW) Kota Tanjungbalai, Jaringan Sihotangsaat ditemui di Tanjungbalai, Senin (12/4/2021).
“Setelah beberapa lama dibahas oleh Komisi C DPRD Kota Tanjungbalai namun tidak ada kejelasannya, kontroversi terkait pengurangan peserta BPJS Kesehatan yang ditanggung oleh APBD Kota Tanjungbalai sebaiknya dibawa ke ranah hukum,” ujar Jaringan.
“Soalnya, pengurangan peserta BPJS Kesehatan dari 45.000 menjadi 20.000 orang sangat patut dicurigai telah terjadi penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang sehingga Pemko Tanjungbalai tidak berani mengungkapkan data dari 45.000 orang peserta BPJS Kesehatan yang ditanggung dari APBD Kota Tanjungbalai tersebut,” lanjutnya.
Menurut Jaringan Sihotang, ada beberapa faktor yang menimbulkan kecurigaan adanya penyimpangan dalam pengelolaan 45.000 peserta BPJS Kesehatan yang di tanggung dari APBD tersebut.
Salah satunya, lanjutnya, addendum terhadap peserta BPJS Kesehatan menjadi 45.000 orang itu dilakukan pada bulan Juni 2020 berlaku mulai Juli 2020, akan tetapi pada bulan Januari 2021 kembali dilakukan addendum menjadi tinggal 20.000 orang dan berlaku mulai Maret 2021.
“Terjadinya addendum pengurangan peserta BPJS Kesehatan dalam jumlah yang cukup fantastis itu, tentunya Pemko Tanjungbalai telah mengantongi alasannya sebagaimana dengan addendum yang dilakukan pada bulan Juni 2020 lalu untuk meningkatkan jumlah peserta BPJS Kesehatan menjadi 45.000 orang,” sebutnya.
“Sayangnya, saat Komisi C DPRD Kota Tanjungbalai mendesak Pemko Tanjungbalai melalui instansi terkait seperti Dinas Sosial maupun Dinas Kesehatan, kedua instansi tersebut terkesan menolak mengungkapkan data dari 45.000 penerima BPJS Kesehatan tersebut, dengan cara tidak bersedia memberikan datanya kepada DPRD Kota Tanjungbalai hingga saat ini,” tegas Jaringan Sihotang.
Hal itu juga dibenarkan oleh Eriston Sihaloho SH, Ketua Komisi C DPRD Kota Tanjungbalai saat dihubungi secara terpisah. Katanya, jika dalam waktu dekat ini, Pemko Tanjungbalai tidak terbuka dalam hal kepesertaan dari 45.000 warga Kota Tanjungbalai sebagai anggota BPJS Kesehatan, pihaknya akan membawa permasalahannya kejalur hukum.
“Kita masih menunggu itikad baik dari pihak Pemko Tanjungbalai terkait dengan data dari 45.000 orang peserta BPJS Kesehatan yang ditanggung oleh APBD Kota Tanjungbalai sejak pertengahan 2020 lalu. Demikian juga dengan data dari 20.000 orang peserta BPJS Kesehatan yang ditanggung APBD Kota Tanjungbalai terhitung sejak Maret 2021,” terangnya.
“Kita telah meminta data tersebut dalam rangka melakukan pengawasan dalam penggunaan anggaran agar tidak jatuh ketangan orang yang tidak berhak. Akan tetapi, sampai saat ini, pihak Pemko Tanjungbalai masih tetap bertahan untuk tidak menyerahkan data kepesertaan BPJS Kesehatan tersebut,” terang Eriston Sihaloho SH.
Untuk diketahui, PemkoTanjungbalai bersama BPJS Kesehatan Cabang Tanjungbalai menandatangani addendum atas Perjanjian Kerja Sama (PKS) tentang kepesertaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi 45.000 orang penduduk dilakukan pada tanggal 11 Juni 2020 lalu.
Addendum tersebut dilakukan oleh Wali Kota Tanjungbalai, H M Syahrial SH MH bersama Kepala BPJS Kesehatan Cabang Tanjungbalai, dr H Zoni Anwar Tanjung, MM AAAK di Kantor Wali Kota Tanjungbalai.
Akan tetapi, pada bulan Januari 2021 lalu, Pemko Tanjungbalai kembali melakukan perubahan atau addendum dari 45.000 orang menjadi tinggal 20.000 orang.
Hal inilah yang menyebabkan timbulnya kecurigaan telah terjadi penyimpangan dalam pengelolaan anggaran APBD Kota Tanjungblai dengan alasan yang sama saat dilakukan perubahan atau diaddendum menjadi 45.000 orang. (ign/mom)