TASLABNEWS, MEDAN – Massa dari Forum Jurnalis Medan (FJM) kembali berunjuk rasa ke kantor Wali Kota Medan di Jalan Kapten Maulana Lubis pada Senin (19/4/2021). Unjuk rasa ini sudah kali ketiga dilakukan.
Unjuk rasa yang dilakukan FJM adalah buntut dari dugaan intimidasi dan perintangan yang dilakukan oleh tim pengamanan Wali Kota Medan Bobby Afif Nasution pada Rabu (14/4/2021) kepada dua orang jurnalis di Balai Kota Medan.
Aksi kali ini dilakukan dengan cara yang berbeda. Tidak ada orasi seperti biasanya. Massa kali ini hanya melakban mulut sebagai simbol pembungkaman terhadap jurnalis. Massa juga membawa poster yang berisi protes dan tuntutan.
Poster-poster yang dibentangkan berisi pesan yang menohok seperti, ‘Medan Darurat Kebebasan Pers‘, ‘Tugas Pengamanan Wali Kota Medan Bukan Mengusir Jurnalis’. Poster lainnya berisi pesan tentang ‘Intimidasi Jurnalis Langgar UU Pers’, ‘Jurnalis Bukan Musuh’, ‘Stop Intimidasi Jurnalis’, ‘Halangi Jurnalis Khianati Demokrasi’, ‘Stop Perintangan Terhadap Jurnalis’ dan ‘Tim Kemanan Wali Kota Medan Harus Belajar UU Pers’.
Tetap sama seperti aksi-aksi sebelumnya, massa menuntut Bobby Nasution yang juga menantu Presiden Joko Widodo itu meminta maaf kepada jurnalis atas tindakan anak buahnya, terkhusus tim pengamanan. Para awak media itu pun meminta Wali Kota Medan mengevaluasi sistem pengamanan di sekelilingnya.
“Kita menutup mulut menggunakan lakban. Itu sebagai simbol, bahwa kebebasan pers di Kota Medan telah tercoreng dan dibungkam. Beberapa waktu yang lalu, ada satu bentuk pembungkaman, di mana terjadi pengusiran dan intimidasi terhadap dua jurnalis yang sedang menjalankan tugas di Balai Kota. Atas tindakan tim pengamanan itu, kita khawatir kerja-kerja jurnalistik dapat terganggu,” kata Koordinator Aksi, Daniel Pekuwali.
Jurnalis media televisi swasta itu juga menegaskan, Forum Jurnalis Medan akan terus melakukan unjuk rasa sampai tuntutan itu terpenuhi. Daniel juga mengajak, seluruh jurnalis untuk sama-sama bersolidaritas mengkampanyekan soal dugaan intimidasi dan perintangan.
Tuntutan ini juga harusnya menjadi atensi bagi seluruh pejabat publik agar mengingatkan jajarannya supaya tidak menghalang-halangi tugas jurnalis. Apalagi, perintangan terhadap kerja-kerja jurnalis adalah bentuk pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers. Ada hukuman pidana yang menanti bagi orang atau pun oknum yang melakukan pelanggaran.
“Kondisi-kondisi seperti ini tidak bisa kita biarkan. Jangan sampai profesi kita sebagai jurnalis yang selama ini melakukan kritik, malah mendapat perlakuan diskriminatif,” pungkasnya.
Aksi diam para jurnalis berlangsung sekitar 30 menit. Aksi tersebut mendapat pengawalan dari aparat kepolisian dan Satpol PP. Namun, hingga aksi selesai, Wali Kota Medan Bobby Afif Nasution atau pun perwakilannya tidak juga menemui pengunjuk rasa.
Kronologis dugaan perintangan dan intimidasi
Dugaan perintangan dan intimidasi ini terjadi saat dua jurnalis Rechtin Hani Ritonga (Harian Tribun Medan) dan Ilham Pradilla (Suara Pakar) hendak melakukan wawancara cegat (doorstop) kepada Bobby di Pemko Medan, Rabu (14/4/2021) sore. Mereka menunggu Bobby di depan pintu masuk lobby depan.
Selang beberapa saat, mereka didatangi oleh Satpol PP yang mengatakan mereka tidak boleh mewawancarai Bobby. Satpol PP itu mengatakan, untuk melakukan wawancara harus memilik izin. Hani dan Ilham tetap menunggu Bobby.
Sekitar pukul 17.00 WIB, Hani dan Ilham mendekat ke pintu lobi. Karena mereka melihat ada tanda-tanda Bobby akan turun. Petugas pengamanan dari kepolisian dan Paspampres kemudian mengusir mereka. Petugas pengamanan kembali mengatakan soal izin wawancara, bukan di dalam jam kerja, dan mengganggu kenyamanan dan ketertiban.
Saat itu, Hani merasa diintimidasi karena salah satu Paspampres membentaknya untuk mematikan dan meminta menghapus rekaman kejadian. Rekannya Ilham juga diminta mematikan rekaman video.
Sebelumnya, Komandan Paspampres, Mayjen Agus Subianto sudah menyampaikan klarifikasinya. Agus menyampaikan, dua jurnalis itu dianggap sebagai orang yang masuk ke Pemko Medan tidak sesuai dengan prosedur.
“Di awali datang dua orang, masuk ke pemkot tidak sesuai prosedur dan tidak menggunakan tanda pengenal, kemudian dicegah oleh polisi dan satpol PP, kemungkinan ditegur tidak terima,” ujar Agus lewat pesan singkat, Kamis (15/4/2021).
Wali Kota Bobby Afif Nasution dalam wawancaranya dengan awak media, Jumat (16/4/2021) malam, menanggapi soal tuntutan permintaan maaf kepada awak media. Namun dari jawaban yang disampaikan, Bobby tampaknya enggan meminta maaf.
“Tadi sudah saya sampaikan, yang penting ini, apa yang disampaikan ini, apa yang dikeluhkanlah kita bilang yah, tersampaikan dan dijalankan. Kalau tak dijalankan baru, silahkan nanti. Ini sudah kita berikan tempatnya,” ujar Bobby dalam kesempatan itu.
“Kita sudah berikan apa yang menjadi persoalan teman-teman. Mungkin ada yang tidak pakai bed, tak ada tanda pengenal. Ayo kita sama-sama mengikuti. Jangan cari siapa yang salah. Tapi kita cari penyelesaian permasalahan. Udah itu saja,” pungkasnya.
Untuk diketahui, jurnalis dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistiknya dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Dalam Pasal 18 Undang-Undang Pers menyatakan setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalang-halangi kemerdekaan pers dan kerja-kerja jurnalistik dapat dipidana kurungan penjara selama dua tahun, atau denda paling banyak Rp500 juta. (iwo)