TASLABNEWS, JAKARTA – Bupati Labuhanbatu Utara (Labura) periode 2016 – 2021, Kharuddin Syah alias Buyung dan Wakil Bendahara Umum (Wabendum) PPP, Puji Suhartono ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Keduanya telah ditetapkan tersangka korupsi terkait dengan pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN-P 2017 dan APBN 2018 untuk Kabupaten Labuhanbatu Utara.
Sebelumnya KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara tersebut ke penyidikan pada tanggal 17 April 2020 dan menetapkan KSS dan PJH tersangka.
“Penyidik akan melakukan penahanan untuk 20 hari ke depan terhitung sejak tanggal 10 November 2020 sampai dengan 29 November 2020,” ujar Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, (10/11/2020).
Khairuddin Syah disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Puji Suhartono disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 65 KUHP.
Penahanan tersebut dilakukan setelah KPK melakukan pemeriksaan terhadap 45 saksi, termasuk kedua tersangka, Khairuddin dan Puji. Untuk tersangka Khairuddin akan ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat. Sedangkan, tersangka Puji akan ditahan di Rutan Polres Jakarta Timur.
Perkara tersebut bermula pada tanggal 10 April 2017, dimana Pemerintah Labura mengajukan DAK Tahun 2018 melalui Program e-Planing dengan total permohonan sebesar Rp504.734.000.
Khairuddin Syah menugaskan Kepala Badan Pengelola Pendapatan Daerah (BPPD) Labura, Agusman Sinaga menemui Yaya Purnomo dan Rifa Surya di Jakarta untuk membahas potensi anggaran Kabupaten Labura sekaligus meminta bantuan dari keduanya.
Sekira Mei 2017, Yaya Purnomo dan Rifa Surya bertemu dengan Agusman Sinaga di Hotel Aryaduta Jakarta untuk menanyakan perkembangan serta potensi DAK 2018.
Pertemuan mereka kembali terjadi Juli 2017 di satu Hotel di Jakarta, memberitahukan pagu indikatif Pemkab Labura sebesar Rp75.200.000.000. Setelah ada kepastian, ketiganya bertemu kembali di Hotel bilangan Cikini, Yaya Purnomo dan Rifa Surya menerima uang dari Kharuddin Syah melalui Agusman Sinaga sebesar RpSGD80.000.
Pasca pengumuman dari Kementerian Keuangan, bahwa Pemkab Labura memperoleh DAK Tahun 2018, Yaya Purnomo bersama Rifa Surya kembali menerima uang dari Khairuddin Syah melalui Agusman Sinaga sebesar SGD120.000.
Januari 2018, Rifa Surya memberitahukan, bahwa Pemkab Labura memperoleh DAK Tahun 2018 untuk pembangunan RSUD Aek Kanopan sebesar Rp30.000.000 yang ternyata belum bisa diinput dalam sistem Kementerian Keuangan sehingga belum bisa dicairkan.
Atas informasi tersebut, Yaya Purnomo menghubungi Agusman Sinaga untuk menyelesaikan hal itu dan kembali meminta fee sebesar Rp400.000.000, Agusman Sinaga memberitahukan kepada Khairuddin dan menyetujuinya.
Pertemuan terakhir pada April 2018 di Jakarta. Pada pertemuan tersebut, Yaya Purnomo dan Rifa Surya kembali menerima uang dari Agusman Sinaga sebesar RpSGD90.000 tunai dan mentransfer dana sebesar Rp100.000.000 ke salah satu rekening Bank atas nama Puji Suhartono (tersangka – swasta) terkait pengurusan DAK 2018 untuk Kabupaten Labura.
Lili menyebutkan, sebagaimana penanganan perkara yang dilakukan KPK, kami berkomitmen untuk terus menelusuri arus uang dan pelaku lain harus bertanggung jawab secara hukum berdasarkan bukti yang cukup.
Dalam kesempatan tersebut, kembali KPK mengingatkan pada seluruh penyelenggara negara di Pusat dan Daerah agar melakukan pengelolaan keuangan negara secara bertanggung jawab dan hati – hati.
“Karena uang yang dikelola tersebut adalah hak masyarakat, sehingga korupsi yang dilakukan sama artinya merampas hak masyarakat untuk menikmati anggaran dan pembangunan yang ada,” pungkasnya. (mom)