Terpujilah wahai engkau Ibu Bapak Guru Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Teks di atas merupakan sepenggal lirik dari lagu Hymne Guru yang jika saat upacara Hari Guru dinyanyikan serempak oleh para murid dengan gagahnya. Namun di tahun 2020 ini, hari guru akan berubah dengan warna yang berbeda di tengah kondisi Covid-19 yang masih mewabah di Indonesia bahkan dunia.
Tidak aka ada upacara bendera di tengah lapangan dan lagu hymne yang dinyanyikan dengan gagahnya. Tema hari guru tahun 2020 “Bangkit Semangat Mewujudkan Merdeka Belajar”, ya merdeka belajar.
Jika mengkaji dengan baik makna merdeka belajar yang sesungguhnya bahwa guru dan murid mempunya kebebasan untuk inovasi, belajar mandiri dan kreatif (Nadiem:2019). Siswa diberikan ketenangan, santai dan gembira dan tanpa tekanan tanpa ada paksaan dan berkembang sesuai dengan potensinya.
Namun apa yang terjadi di tengah pembelajaran daring di tengah Covid-19 ini, arah merdeka belajar menjadi melenceng, tidak punya tujuan yang tepat dangan kata lain kebablasan.
Murid banyak yang merdeka dalam konsep, tidak respon belajar, hanya bermain sepuasnya, bahkan berani menjawab gurunya “. Jika Ibu Keberatan ya Sudah”, suatu jawaban yang sangat fantastis untuk seorang murid.
Inikah makna dari merdeka belajar tersebut?? Haruskah alasan tidak ada jaringan, mati lampu dan alasan klasik lainnya jadi nyanyian serempak dalam pembelajaran???..Kita yang tahu jawabannya.
Sumber: Inspirasi
Guru tetap hanya bisa mengeluskan dadanya, tersenyum dalam kegetiran, karena tidak hanya murid yang merdeka bahkan tidak sedikit orang tua yang pesimis dengan pola pengajaran daring yang ada saat ini bahkan dengan seenaknya mengatakan “Guru hanya makan gaji buta”..benarkah??.
Guru juga stress bahkan lebih stress dibandingkan belajar tatap muka. Guru juga mempersiapkan media dan model pembelajaran yang kreatif dan semenarik mungkin agar siswa nyaman dalam belajar apakah itu dengan Filmora, Kinemaster atau aplikasi pembelajaran lainya yang dirasa cukup untuk membuat murid betah belajar.
Namun guru hanya pasrah dan tersenyum getir ketika banyak murid yang tidak menyelesaikan materi yang diberikan gurunya. Guru hanya mengajar seperti serial drama yang di tayangkan di TV swasta nasional, jika tidak menarik TVnya dimatikan.
Alasan klasiknya “ Saya tidak mengerti??”. ..bukan kah bisa bertanya?.dengan pesan WA atau Messenger lainnya,..hanya itu solusinya, dan pasti guru akan dengan senang hati menjawabnya.
Lalu alasan mati lampu, jaringan tidak bagus… dan banyak alasan lainya … faktanya banyak dari mereka yang bermain game, jalan jalan sungguh menikmati liburan panjang ….
Guru saat ini berada di 3 lingkaran yang seakan mengikat kehidupannya, pertama stakeholder (pemangku kepentingan) yang masih menuntut guru untuk mempersiapkan adimistrasinya dengan baik walau ini sedang darurat covid, kedua orang tua menuntut guru untuk bisa memberikan materi yang dapat dimengerti anaknya.
Namun ketika anaknya tidak respon gurunya tetap dipersalahkan, ketiga anak didik itu sendiri yang sering tidak respon ketika pembelajaran diberikan bahkan menuntut nilai yang bagus untuk hasil kerjanya.
Guru yang sekarang bukanlah Oemar Bakrie, seperti lirik lagu Iwan Fals “Jadi Guru Jujur Berbakti Memang Makan Hati”…tapi guru yang banyak menciptakan menteri, Membuat otak orang seperti Habibie.
Tanpa guru kita bukan siapa dan apa, Tanpa guru kita adalah penonton yang tidak paham makna dari cerita suatu film.Guru sampai saat ini tetap bangkit untuk membuat semangat merdeka belajar yang sebenarnya. Hargai Guru, tanpa mereka kita adalah batu.
Selamat Hari Guru untuk para Guru Semua
Anda adalah pahlawan tanpa tanda jasa
Biarkan lilin tetap bercahaya selalu dalam hatimu
Hormatku buatmu para Guru ku
Penulis : S Simatupang SE MM
Dosen pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Sultan Agung