TASLABNEWS, SIMALUNGUN-Nasib malamg dialami Karina Nabila Uzdah Simanjuntak. Ia terlahir tanpa anus. Akibat tak memiliki anus, bayi yang lahir pada 22 Mei 2020 itu harus menangis menahan rasa sakit saat akan buang air besar (BAB).
Orangtuanya Jatar Simanjuntak (26) dan Suci Mayangsari (20) berharap ada uluran tangan dari para dermawan untuk biaya operasi bayi mereka.
Kepada wartawan orang tua bayi malang itu tang ditemui dikediamannya di Jalan Huta Anggrek, Nagori Siantar Estate, Kecamatan Siantar, Simalungun, Jumat (19/6/2020) sekira pukul 12.30 Wib mengaku sedih dengan kondisi anaknya.
“Anak ku ini tidak banyak menangis kalau digendong siapapun,” kata Suci.
Namun, Suci tak kuasa menahan air mata ketika melihat buah hatinya itu hendak BAB.
“Aku gak kuat bang, kalau melihat anak ku menahan sakit mengeluarkan BAB lewat kantung kemihnya. aku kadang sampek nangis melihat perjuangan anak ku mengeluarkan itu,” ujar Suci dengan mata berkaca-kaca seperti dilansir dari metro24jam.
Menurut Suci, saat kehamilan buah hatinya itu, dia selalu melakukan cek kandungan ke dokter. Bahkan, hasil pemeriksaan USG, dokter mengatakan bahwa bayinya dalam kondisi sehat dan sempurna.
“Jadi setelah saya lahiran, di situ saya terdiam dan menangis melihat anak saya tidak mempunyai lubang anus. Tapi saya tetap bersyukur kepada Tuhan karena anak saya lahir dengan selamat,” ungkapnya.
Namun setelah itu, ia kembali membawa bayinya itu ke dokter. Oleh dokter dia pun disarankan agar sang buah hati menjalani operasi pembuatan saluran anus.
Tapi, keduanya terkesiap ketika mendengar bahwa untuk operasi tersebut, mereka harus menyediakan uang sebesar Rp50 juta sebagai biaya.
“Dokter bilang, agar anak saya cepat ditangani operasinya harus ada biaya sekitar Rp50. Dalam hati ku saat itu, ‘Tuhan dari mana aku punya uang segitu, makan pun kami susah,” tutur Suci sembari berlinang air mata.
Jater, menurut Suci, saat ini tidak memiliki pekerjaan menetap alias mocok-mocok. Dirinya sendiri hanya ibu rumah tangga, yang tidak mempunyai penghasilan.
“Sampai saat ini, kami dan keluarga masih mengurus kartu BPJS dibantu kepala desa,” katanya.
Kendati begitu, Suci dan suaminya Jater mengaku tak putus harapan. Mereka tetap bermimpi agar putri mereka bisa hidup normal seperti gadis lainnya. Walaupun saat ini, keterbatasan ekonomi menyebabkan mereka tak bisa berbuat banyak. (Mjc/int/syaf)