TASLABNEWS, SIMALUNGUN – Lemahnya fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Simalungun mendapat sorotan dari Tim advokasi lintas agama, yang dibentuk dari gabungan, Huria Kristen Indonesia (HKI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Pematangsiantar-Simalungun, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Pematangsiantar, Gerakan Pemuda (GP) Ansor Pematangsiantar dan Muslimat NU.
Hal ini dilihat saat terjadinya unjuk rasa (unras) masyarakat di Parapat Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Rabu (20/05/20). Aksi unras ini terjadi karena diduga penyaluran bantuan tidak transparan serta jenis bantuan apa saja yang disalurkan tidak diketahui oleh masyarakat.
“Aksi unjukrasa ini mengundang keprihatinan dan perhatian kami dimana harusnya rakyat dapat dilayani dengan baik namun nyatanya masyarakat kecewa karena rendahnya pelayanan pemerintah” ujar May Luther Dewanto Sinaga, Ketua GMKI Pematangsiantar-Simalungun yang juga tergabung di dalam tim advokasi tersebut.
Ketua GMKI Pematangsiantar-Simalungun ini menyayangkan aksi unjukrasa berbasis massa karena melibatkan orang banyak sehingga mengabaikan protokol social distancing, ia juga berharap agar kejadian serupa tak terulang dikemudian hari demi memutus mata rantai penyebaran virus Corona (COVID-19).
Sementara itu perwakilan tim lainnya, Liharman Sipayung yang juga sebagai Ketua PMKRI Pematangsiantar menilai penyebab unras yang terjadi bermuara pada kinerja Pemerintah Kabupaten Simalungun yang rendah dan amburadul dalam melakukan pendataan dan penyaluran bansos.
“Pendataan yang kurang ditata dengan baik menjadikan Bansos ini banyak salah sasaran, sehingga masyarakat yang benar-benar membutuhkan amat kecewa,” jelas Liharman.
Senada dengan Liharman, Pdt Beresman Nahampun juga menilai dalam kasus ini seharusnya perangkat desa dan kecamatan yang menjadi ujung tombak pelayanan dapat bekerja optimal sehingga data penerima dan jadwal pendistribusian bantuan dibukakan kepada masyarakat, tidak terjadi saling curiga, tumpang tindah atau tidak tepat sasaran.
“Selain itu, kami juga menegaskan kepada para Anggota Legilslatif di masa krisis seperti ini supaya lebih proaktif mendengar dan mendapingi masyarakat,” ujar Beresman.
Kepala Departemen Diakonia Huria Kristen Indonesia (HKI) ini menilai lembaga perwakilan rakyat yakni DPRD Kabupaten dan Provinsi supaya memperketat pelaksanaan fungsi pengawasannya dalam mengawasi penyaluran Bansos COVID-19 di Simalungun. Dia juga menilai bahwa di tengah pandemi COVID-19 seperti ini semua pihak harus bekerja keras dan bersinergi.
“Jadi DPRD harus take action karena DPRD itu adalah saluran aspirasi rakyat, saat ini puluhan ribu warga Simalungun tengah menanti kepedulian lebih dari para wakil rakyat,” ucap Beresman.
Akbar Pulungan yang juga merupakan bagian dari tim advokasi lintas agama menjelaskan bahwa penyaluran bansos diwilayah Simalungun harus benar-benar melibatkan semua pihak mulai dari TNI-Polri, Kejaksaan, Insan pers bahkan organisasi kemasyarakatan.
Akbar juga menerangkan keberadaan tim advokasi lintas agama bansos COVID-19 Pematangsiantar-Simalungun yang dibentuk ini bertujuan untuk menjalankan fungsi pengawasan dan kontrol terhadap penyaluran Bansos yang dinilai masih rendah ketepatsasarannya.
“Jadi bila dilapangan masyarakat menemui kendala dan ingin mengadu, silakan hubungi posko kami agar kita lakukan pendampingan bagi mereka yang menjadi korban bila terjadi ketidaktepatsasaran bansos didaerahnya masing-masing,” tutup Ketua GP Ansor Pematangsiantar ini. (ril/mom)