TASLABNEWS, TANJUNGBALAI – Penggiat anti korupsi Kota Tanjungbalai meminta Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Taungbalai, Yusmada Siahaan SH agar bertanggung jawab atas adanya pemotongan dana Program Kotaku Tahun 2019 sebesar 15 persen.
Alasannya, karena Sekda Kota Tanjungbalai tersebut masih menjabat sebagai Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman (Perkim) Kota Tanjungbalai pada saat kegiatan Program Kotaku tahun 2019 mulai berlangsung.
“Sampai bulan Oktober 2019, Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) Kota Tanjungbalai selaku organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang menaungi Program Kotaku masih dijabat oleh Yusmada Siahaan SH,” ujar Darlinton Sinurat SE, salah seorang penggiat anti korupsi Kota Tanjungbalai, Sabtu (14/12/2019).
“Oleh karena itu, walaupun saat ini, Yusmada Siahaan SH sudah menjabat sebagai Sekda Kota Tanjungbalai, namun beliau tidak boleh lepas tangan terkait dengan adanya pemotongan dana Program Kotaku oleh asosiasi BKM se Kota Tanjungbalai sebesar 15 % persen dari jumlah keseluruhan anggaran Program Kotaku yang di terima oleh Kota Tanjungbalai,” terangnya.
Menurut Darlinton Sinurat SE, Kepala Dinas Perkim merupakan pejabat daerah yang paling bertanggung jawab dan tidak bisa dilepaskan dari pelaksanaan Program Kotaku secara keseluruhan di Kota Tanjungbalai.
Terkait dengan adanya informasi yang mengatakan, adanya pemotongan dana Program Kotaku sebesar 15 % persen oleh asosiasi BKM tersebut, maka Yusmada Siahaan SH harus turut bertanggungjawab karena masih menjabat sebagai Kepala Dinas Perkim Kota Tanjungbalai pada saat Program Kotaku mulai berjalan.
Hal senada juga diungkapkan Taufik Hidayat,yang juga penggiat anti korupsi Kota Tanjungbalai saat dihubungi terpisah. Katanya, sebagai Kepala Dinas Perkim selaku OPD yang bertanggungjawab terhadap Program Kotaku, maka Yusmada Siahaan SH semestinya mengetahui dan menyetujui sistem kerja dari Program Kotaku termasuk dengan adanya pemungutan dana sebesar 15 persen dari Rp34 Miliar total dana Program Kotaku tahun 2019 atau sekitar Rp5,1 Miliar lebih.
Dihubungi sebelumnya, Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman (Perkim) Kota Tanjungbalai, Ir Edy Surya, mengaku tidak mengetahui adanya pemotongan atau pemungutan dana sebesar 15 persen dari anggaran Program Kotaku tahun 2019. Alasannya, karena dirinya baru satu bulan menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perkim Kota Tanjungbalai.
“Saya tidak tahu ada pemotongan atau pemungutan dana sebesar 15 persen dari seluruh anggaran Program Kotaku tahun 2019 ini. Soalnya, saya masih baru satu bulan menjabat sebagai Plt Kepala Dinas Perkim. Nantilah saya informasikan kepastiannya, saya cek dulu sama Satker dari Program Kotaku tersebut,” ujar Ir Edy Surya singkat, yang saat itu mengaku masih di luar kota (Jakarta) dalam rangka dinas.
Seperti diketahui, pada tahun 2019 ini, Kota Tanjungbalai menerima anggaran sebesar Rp34 Miliar lebih untuk pelaksanaan Program Kotaku di 24 kelurahan. Akan tetapi, pelaksanaan sejumlah program Kotaku di Tanjungbalai terkesan asal asalan sehingga jauh dari harapan sebagaimana tujuan dari program yakni meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui kontribusi pengurangan kumuh dengan pengerjaan jalan lingkungan, drainase, persampahan dan penataan permukiman.
Akibatnya, Jaringan Sihotang, Koordinator Daerah Indonesian Corruption Watch (ICW) Kota Tanjungbalai mendesak aparat penegak hukum untuk mengusutnya. Alasannya, karena anggaran untuk Program Kotaku pada tahun 2019 ini di Kota Tanjungbalai jumlahnya cukup besar, mencapai sekitar Rp34 milyar, sementara hasilnya dilapangan sangat jauh dari harapan.
“Kita bisa melihat langsung dilapangan, bahwa kondisi dari sejumlah fasilitas umum yang dibangun melalui Program Kotaku tahun 2019 sangat jauh dari kata layak. Diantaranya, adanya bangunan sumur bor tanpa drum penampung air dan meteran listrik, demikian juga dengan tempat sampah yang dibangun diatas saluran draenase serta sejumlah fasilitas lainnya,” ujar Jaringan Sihotang.
Hal senada juga diungkapkan Nur Syahruddin SE, Ketua LSM Meredka Kota Tanjungbalai saat ditemui terpisah. Katanya, akibat kurangnya pengawasan dari aparat penegak hukum, anggaran Program Kotaku sangat rawan menjadi objek korupsi oleh pengelolanya mulai dari tingkat kota sampai kepada pengurus BKM di kelurahan.
“Kita berharap kepada aparat penegak hukum agar mengusut tuntas pengelolaan kegiatan dari Program Kotaku tahun 2019 di Kota Tanjungbalai ini karena, kuat dugaan sarat dengan penyimpangan. Bahkan, yang melaksanakan pekerjaan bukan oleh KSM sebagaimana mestinya, melainkan atas penunjukan dari BKM di setiap kelurahan,” ujar Nur Syahruddin SE. (ign/mom)