TASLABNEWS, TANJUNGBALAI – Para penggiat anti korupsi Kota Tanjungbalai meminta agar pihak kepolisian segera mengungkap kasus adanya pemotongan dana Program Kotaku Tahun 2019 di Kota Tanjungbalai sebesar 15 persen oleh lembaga yang mengaku Asosiasi BKM se Kota Tanjungalai.
Apa lagi, pemotongan dana tersebut disebut-sebut juga untuk mengamankan aparat penegak hukum (APH) agar tidak melakukan pengawasan terhadap kegiatan Program Kotaku walaupun dikerjakan asal-asalan.
“Kepolisian tidak boleh berdiam diri atas adanya informasi tentang pemotongan dana dari Program Kotaku oleh lembaga yang mengaku-ngaku sebagai Asosiasi BKM se Kota Tanjungbalai yang besarnya mencapai 15 persen dari seluruh dana Program Kotaku. Apa lagi, kabarnya dana tersebut juga digunakan untuk mengamankan aparat penegak hukum selain pihak-pihak terkait lainnya,” ujar Penasehat Lembaga Pemantau Kinerja Aparatur Pemerintah Pusat dan Daerah (PKA-PPD) Kota Tanjungbalai, Asfi Kelana, Minggu (15/12/2019).
Menurut Asfi Kelana, adanya lembaga yang tidak resmi namun bebas melakukan pemungutan dana Program Kotaku yang besarnya mencapai 15 persen dari total dana, seharusnya sudah membuat pihak kepolisian turun tangan. Ditambah lagi, lanjutnya, dana yang dipungut tersebut kabarnya, juga untuk mengamankan aparat penegak hukum (APH).
“Kita yakin dan percaya, lembaga penegak hukum di Kota Tanjungbalai ini tidak terlibat dalam pemungutan dana Program Kotaku tersebut. Oleh sebab itu, kita sangat berharap kepada pihak kepolisian khususnya Polres Tanjungbalai dapat segera mengusut kebenaran dari informasi tentang pemungutan dana Program Kotaku tersebut,” tegas Asfi Kelana.
Hal senada juga diungkapkan Syamsul Bahri, seorang warga Kelurahan Pasar Baru, Kecamatan Sei Tualang Raso, Kota Tanjungbalai. Menurut dia, polisi seharusnya bergerak cepat mengusut kasus pemungutan dana Program Kotaku tersebut guna mencegah terjadinya kerugian negara yang lebih besar.
“Kalau memperhatikan informasi yang beredar tersebut, pemungutan dana Program Kotaku ini sudah terjadi sejak pencairan tahap pertama dana Program Kotaku yakni di sekitar bulan April 2019 lalu. Namun, selain sangat kita sayangkan, kita juga sangat kecewa melihat pihak kepolisian belum melakukan pengusutan sementara informasi pemungutan dana tersebut sudah bukan menjadi rahasia umum lagi,” kata Syamsul Bahri.
Menurut Syamsul, polisi seharusnya cepat melakukan pengusutan dan pencegahan atas adanya pemungutan dana Program Kotaku itu sebelum menjadi lebih fatal.
Seperti diketahui, pada tahun 2019 ini, Kota Tanjungbalai menerima anggaran sebesar Rp34 Miliar lebih untuk pelaksanaan Program Kotaku di 24 kelurahan. Akan tetapi, pelaksanaan sejumlah program Kotaku di Tanjungbalai terkesan asal asalan sehingga jauh dari harapan sebagaimana tujuan dari program yakni meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui kontribusi pengurangan kumuh dengan pengerjaan jalan lingkungan, drainase, persampahan dan penataan permukiman.
Akibatnya, Jaringan Sihotang, Koordinator Daerah Indonesian Corruption Watch (ICW) Kota Tanjungbalai mendesak aparat penegak hukum untuk mengusutnya. Alasannya, karena anggaran untuk Program Kotaku pada tahun 2019 ini di Kota Tanjungbalai jumlahnya cukup besar, mencapai sekitar Rp34 milyar, sementara hasilnya dilapangan sangat jauh dari harapan.
“Kita bisa melihat langsung dilapangan, bahwa kondisi dari sejumlah fasilitas umum yang dibangun melalui Program Kotaku tahun 2019 sangat jauh dari kata layak. Diantaranya, adanya bangunan sumur bor tanpa drum penampung air dan meteran listrik, demikian juga dengan tempat sampah yang dibangun diatas saluran draenase serta sejumlah fasilitas lainnya,” ujar Jaringan Sihotang.
Hal senada juga diungkapkan Nur Syahruddin SE, Ketua LSM Meredka Kota Tanjungbalai saat ditemui terpisah. Katanya, akibat kurangnya pengawasan dari aparat penegak hukum, anggaran Program Kotaku sangat rawan menjadi objek korupsi oleh pengelolanya mulai dari tingkat kota sampai kepada pengurus BKM di kelurahan.
“Kita berharap kepada aparat penegak hukum agar mengusut tuntas pengelolaan kegiatan dari Program Kotaku tahun 2019 di Kota Tanjungbalai ini karena, kuat dugaan sarat dengan penyimpangan. Bahkan, yang melaksanakan pekerjaan bukan oleh KSM sebagaimana mestinya, melainkan atas penunjukan dari BKM di setiap kelurahan,” ujar Nur Syahruddin SE. (ign)