KEBERADAAN MAKAM tua di Dusun II, Desa Sei Kamah, Sungai Lama Asahan, Sumatera Utara diyakini sebagai kuburan/tempat peristirahatan terakhir Raja Moesa Syah yang merupakan Sultan Asahan ke 6.
Itu menurut salah seorang keturunan (Pangeran) Sultan Asahan yakni Tengku Alexander. Menurut Alexander, makam tua itu diyakini sebagai makam Sultan Moesa Syah.
“Karena Sultan Moesa disebutkan meninggal di Sei Kamah. Raja Moesa Syah wafat pada tahun 1808, meninggalkan seorang putra anumerta. Namun, aturan suksesi tidak memungkinkan. Satu hari pun berlalu antara penguburan mantan penguasa dan proklamasi penggantinya. Akibatnya, adik laki Sultan Moesa Syah yakni Raja Ali Shah diangkat sebagai Sultan Asahan,” ucap Haura Syah menambahkan.
Beberapa bangsawan, terutama mereka yang termasuk dalam komunitas Batak, tidak menerima penguasa baru. Pangeran bayi Raja Shah dibawa ke Kualuh dan dinyatakan sebagai penguasa, akhirnya diterima sebagai Wakil penguasa atau Yang di-Pertuan Muda.
Sementara itu, putra Raja Ali Shah mendirikan kemerdekaannya dari Aceh dan mengambil gelar Sultan Muhammad Husain Rahmad Shah.
Pemerintahannya yang panjang selama 46 tahun menyaksikan peningkatan kontak komersial Eropa, dan kesimpulan dari kontrak dengan pemerintah NEI.
Kematiannya pada tahun 1859, memicu perselisihan suksesi antara keturunan Raja Musa Shah dan orang-orang Raja Ali Shah.
Hubungan yang buruk dengan Belanda tidak membantu Sultan Ahmad Shah. Mereka menggulingkannya pada tahun 1865 dan memproklamirkan cucu Raja Musa Shah sebagai Sultan Ni’matu’llah Shah.
Namun, langkah ini tidak menyelesaikan apa pun, Sultan Ahmad Shah pindah ke pedalaman dan mempertahankan pemerintahannya, di luar jangkauan kapal-kapal perang Belanda. Sultan Ni’matu’llah tidak dapat membangun otoritasnya.
Jadi Belanda memindahkannya sebagai Sultan Asahan pada tahun 1868. Wilayah-wilayah tanah air yang setia kepada Ni’matu’llah menjadi negara baru Kualuh.
“Setelah 23 tahun berselisih dan diikuti dengan periode gencatan senjata dan kebuntuan, penyelesaian disepakati antara ketiga pihak pada tahun 1886. Gubernur Jenderal NEI secara resmi mengakui Ahmad Shah sebagai Sultan Asahan,” ucap Haura Syah yang akrab dipanggil Alam.
Menurut Tengku Alexander Sultan Ahmadsyah naik tahta tanggal 11 Febuari 1859 sampai tahun 1865 kemudian ditawan/diasingkan selama 21 tahun. Kemudian naik tahta tanggal 25 Maret 1886 sampai 27 juni 1888.
BERITA SEBELUMNYA:
Alexander sangat menyayangkan pemerintah yang tidak mengerti budaya
sehingga makam keturunan Sultan Asahan dibiarkan terlantar.
Pantauan taslabnews, padahal jika keberadaan makam itu dijadikan sebagai cagar budaya, maka tidak tertutup kemungkinan lokasi itu dijadikan objek wisata budaya dan sebagai objek penelitian serta pendidikan untuk para pelajar di Asahan yang ingin mengetahui sejarah Kesultanan Asahan.
Bukan hanya itu, keberadaan makam kuno dan situs sejarah lainnya di Asahan juga bisa menjadi sumber PAD Asahan jika dikelola dengan baik. (****)