TASLABNEWS, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menegaskan tak ada intervensi apapun yang dilakukan oleh Presiden nantinya terhadap kinerja KPK.
Hal itu ia sampaikan terkait munculnya draf peraturan presiden (Perpres) tentang Organisasi dan Tata Kerja Pimpinan dan Organ Pelaksana Pimpinan KPK yang dianggap akan menimbulkan anggapan bahwa pimpinan KPK akan mudah diatur oleh Presiden.
“Enggak ada, enggak ada. Saya katakan bahwa Presiden tidak pernah mengintervensi kinerja KPK termasuk dengan kami termasuk dengan Dewan Pengawas,” kata Firli di gedung KPK, Senin (30/12/2019) di Jakarta.
Menurut polisi berpangkat Komjen ini, Presiden Jokowi sangat jelas mengatakan bahwa dirinya tidak pernah mengintervensi penegakan hukum oleh KPK.
“Tidak ada kepentingan presiden mengintervensi pimpinan KPK. Statusnya saja sebagai ASN di bawah pemerintahan eksekutif. Namun dalam penegakan hukum Presiden atau siapapun tidak bisa intervensi,” tegas Firli.
Sementara itu Pramono Anung Sekretaris Kabinet mengatakan, kalau KPK kuat, yang diuntungkan Pemerintah. Katanya, Presiden Jokowi menyiapkan 3 perpres untuk memperkuat KPK.
Pramono Anung menyebut ada 3 Pepres terkait KPK yang sedang disiapkan pemerintah. Lanjutnya, Perpres masih berupa draf yang belum diteken Jokowi dan Perpres ini sudah masuk tahap finalisasi.
“Perpres yang sedang disiapkan ialah tentang Dewan Pengawas, organisasi KPK, hingga status para pegawai KPK yang menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Perpres itu sebagai turunan dari UU nomor 19 Tahun 2019 atau UU KPK versi revisi,” jelasnya.
Politikus PDIP itu juga menegaskan bahwa perpres tersebut tujuannya memperkuat KPK. Ia pun menegaskan bahwa perpres yang disiapkan tidak bertentangan dengan UU baru KPK.
“Tunggu saja, nanti akan diterbitkan oleh Pemerintah setelah disetujui dan diteken Presiden Jokowi,” ujar mantan Sekjen PDI Perjuangan ini.
*Inilah Draf Perpres tentang KPK*
Draf peraturan presiden (Perpres) tentang Organisasi dan Tata Kerja Pimpinan dan Organ Pelaksana Pimpinan KPK tengah digodok oleh Pemerintah. Bahkan draf itu sudah dalam tahap finalisasi.
Dalam draf yang ada, pada pasal 1 mengenai Pimpinan KPK disebutkan kedudukannya berada di bawah Presiden. Dalam draf itu disebutkan pimpinan akan berstatus setara menteri.
Berikut bunyi Pasal 1 ayat (1) dalam draf Pepres tersebut: Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan pejabat negara setingkat menteri yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden sebagai kepala negara.
Aturan Perpres ini merupakan dampak dari lahirnya UU 19 Tahun 2019 atau UU KPK versi revisi. Dalam UU tersebut, disebutkan bahwa KPK masuk dalam rumpun kekuasaan eksekutif.
Hal itu termuat dalam Pasal 3, yang berbunyi: “Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun”.
Pada UU sebelumnya, Pasal 3 berbunyi sebagai berikut: “Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun”.
*Putusan MK, KPK adalah Bagian Eksekutif di UU Baru*
Pemerintah menilai masuknya KPK jadi bagian eksekutif membuat KPK memiliki struktur tata negara yang jelas. Terkait pasal ini, ada yang menilai bahwa aturan ini bertabrakan dengan empat putusan Mahkamah Konstutusi, yakni tahun 2006, 2007, 2010, dan 2011.
Putusan tersebut menegaskan bahwa KPK bukan bagian dari eksekutif, melainkan lembaga negara independen sebagaimana disebutkan dalam pasal 3 UU KPK lama.
Namun, revisi UU KPK terkait hal itu juga merupakan buntut dari putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017. Dalam putusan itu, disebutkan bahwa KPK masuk rumpun eksekutif. (Man/ril/syaf)