TASLABNEWS, TANJUNGBALAI – Diduga, terjadinya pelaksanaan kegiatan asal jadi terhadap Program Kotaku Tahun 2019 di Kota Tanjungbalai akibat adanya pengutipan atau pemungutan anggaran sebesar 15 persen oleh lembaga yang dinamakan asosiasi atau forum BKM se Kota Tanjungbalai.
Katanya, pemungutan dana sebesar 15 persen tersebut bertujuan untuk disalurkan kepada lembaga aparat penegak hukum (APH) serta elemen masyarakat lainnya.
Dengan terjadinya pemungutan biaya sebesar 15 persen tersebut, diduga berdampak kepada pelaksanaan program KOTAKU yang asal-asalan atau tidak sesuai dengan sebagaimana mestinya. Dan pelaksanaan program KOTAKU yang asal-asalan tersebut dapat berjalan lancar karena diyakini tidak akan “tersentuh” oleh aparat penegak hukum.
Terkait dengan informasi tersebut, Askorkot Infra Kota Tanjungbalai, Sakkan Sinaga ST yang dihubungi melalui selulernya, Rabu (11/12/2019) membantahnya. Katanya, pihaknya tidak pernah melakukan pemungutan atau pemotongan terhadap anggaran Program KOTAKU di Kota Tanjungbalai.
“Informasi itu tidak benar. Kita tidak pernah melakukan pemotongan atau pemungutan biaya dari Program KOTAKU sebesar 15 persen tersebut,” ujar Sakkan Sinaga ST singkat.
Sementara, menurut sejumlah pengurus BKM Kota Tanjungbalai yang minta namanya tidak disebutkan dengan alasan keamanan, mengaku bahwa pemotongan atau pemungutan dana Program KOTAKU sebesar 15 persen itu sudah dilakukan sejak pencairan dana tahap pertama. Bahkan, lanjutnya, saat ini ada lagi pemungutan dana sebesar Rp2 Juta dari setiap BKM, dengan alasan untuk biaya pelantikan asosiasi BKM se-Kota Tanjungbalai.
“Pada pencairan tahap pertama, biaya 15 persen itu sudah dikutip melalui asosiasi BKM se-Kota Tanjungbalai yang dibentuk oleh Askorkot Infra Kota Tanjungbalai. Dan saat ini, dari kami BKM se-Kota Tanjungbalai kembali dipungut biaya sebesar Rp2 Juta, katanya untuk biaya pelantikan asosiasi BKM se-Kota Tanjungbalai,” ujar sejumlah pengurus BKM.
Seperti diketahui, pada tahun 2019 ini Kota Tanjungbalai menerima anggaran sebesar Rp34 Miliar lebih untuk pelaksanaan Program KOTAKU di 24 kelurahan. Akan tetapi, pelaksanaan sejumlah program Kotaku di Tanjungbalai terkesan asal asalan sehingga jauh dari harapan.
Sebagaimana tujuan dari program yakni meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui kontribusi pengurangan kumuh dengan pengerjaan jalan lingkungan, drainase, persampahan dan penataan permukiman.
Akibatnya, Koordinator Daerah Indonesian Corruption Watch (ICW) Kota Tanjungbalai, Jaringan Sihotang mendesak aparat penegak hukum untuk mengusutnya. Alasannya, karena anggaran untuk Program Kotaku pada tahun 2019 ini di Kota Tanjungbalai jumlahnya cukup besar, mencapai sekitar Rp34 Miliar, sementara hasilnya dilapangan sangat jauh dari harapan.
“Kita bisa melihat langsung di lapangan, bahwa kondisi dari sejumlah fasilitas umum yang dibangun melalui Program KOTAKU tahun 2019 sangat jauh dari kata layak. Diantaranya, adanya bangunan sumur bor tanpa drum penampung air dan meteran listrik, demikian juga dengan tempat sampah yang dibangun diatas saluran drainase serta sejumlah fasilitas lainnya,” ujar Jaringan Sihotang.
Hal senada juga diungkapkan Ketua LSM Meredka Kota Tanjungbalai, Nur Syahruddin SE saat ditemui terpisah. Katanya, akibat kurangnya pengawasan dari aparat penegak hukum, anggaran Program KOTAKU sangat rawan menjadi objek korupsi oleh pengelolanya mulai dari tingkat kota sampai kepada pengurus BKM di kelurahan.
“Kita berharap kepada aparat penegak hukum agar mengusut tuntas pengelolaan kegiatan dari Program Kotaku tahun 2019 di Kota Tanjungbalai ini karena, kuat dugaan sarat dengan penyimpangan. Bahkan, yang melaksanakan pekerjaan bukan oleh KSM sebagaimana mestinya, melainkan atas penunjukan dari BKM di setiap kelurahan,” ujar Nur Syahruddin SE. (ign/mom)