Budaya mengajar harus di ubah tidak lagi mengajarkan konsep ala verbalistik disini, verbalistik mengajarkan pembelajaran hanyalah sebatas hafalan, semua serba menggunakan kata “adalah”.
Kebaikan ADALAH, menghormati orang tua ADALAH, atau jangan-jangan guru Matematika mengajarkan matematika; Matematika ADALAH.
Akhirnya yang terjadi adalah sekolah-sekolah kita banyak menghasilkan generasi “adalah” yang lancar sebatas hafalan pengertiannya saja sedangkan apa yang dihafal hampir sedikitpun tidak dipahami, padahal tingkatan belajar paling rendah adalah menghafal. Guru bersama stakeholder pendidikan yang lain – harus selalu menjadikan sekolah bagaikan“magnet” yang mampu mengundang daya pikat anak-anak bangsa untuk berinteraksi, berdialog, dan bercurah pikir dalam suasana lingkungan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan.
Dengan cara demikian, tidak akan terjadi proses deschooling society artinya sekolah mulai dijauhi oleh masyarakat akibat ketidakberdayaan pengelola sekolah dalam menciptakan institusi pembelajaran yang “murah-meriah” di tengah merebaknya gaya hidup hedonistik, konsumtif, materialistik, dan kapitalistik.
Padahal secara sistem , metode pembelajaran yang diberikan guru kepada muridnya sudah berbeda , jika gaya mengajar dulu biasanya hanya didominasi oleh guru, tapi sekarang guru-guru mulai banyak menggunakan sistem Student-Centered Learning (SCL), Jika dahulu sistem mengajar hanya satu arah, Guru menjadi pusat pembelajaran tanpa aktif melibatkan muridnya. Bahkan, ada ungkapan kalau dulu guru bisa sampai berbusa-busa dalam menjelaskan pelajaran pada murid-muridnya.
Namun saat ini seiring berjalannya waktu, makin ke sini banyak guru yang mulai mengaplikasikan metode Student-Centered Learning (SCL). Metode tersebut menjadikan murid sebagai pusat pembelajaran. Dengan begitu, murid mendapatkan kesempatan dan ruang untuk membangun pengetahuannya, memperoleh pemahaman yang mendalam, mengasah kemampuan berorganisasi murid, hingga dapat kesempatan menjadi public speaker di depan kelas.
Akan tetapi hal ini banyak dimanfaatkan oleh para guru untuk ajang bermalas malasan , sebab bukan itu yang seharusnya dilakukan oleh para guru dimana setiap guru sudah harusnya tetap menjaga proses belajar, menjadi mediator yang baik dan mampu meluruskan apa yang keliru ketika ada murid yang melenceng jauh dari pelajaran.
Menjadi guru yang baik adalah guru yang mampu menjadi sosok teman atau sahabat bagi murid , pola ini berbeda dengan zaman dahulu jika guru dalam mengambil tindakan cenderung kepada kekerasan baik itu secara verbal maupun tindakan nonverbal, baik ringan tangannya, penggaris dan penghapus kapur yang terbuat dari kayu bisa dengan mudah hinggap di tubuh siswa , saat itu jika dilakukan oleh para sudah bisa menjadi polemik nasional.
Guru zaman sekarang dalam menyampaikan nasihatnya secara halus dan kalau bisa jangan sampai menyakiti perasaan si murid. Saat ini beberapa guru kadang makan hati, karena dengan cara tersebut para murid malah bisa mengulang kesalahannya. Masuk telinga kanan dan keluar di telinga kiri , jika dikasari sedikit maka orang tua murid dengan garangnya akan berubah menjadi singa melaporkan guru tersebut kepada polisi.
Banyak lembaga-lembaga ketika guru kasar terhadap muncul bagai dewa penolong atau malaikat yang hadir menghadapkan guru sebagai pesakitan atau narapida untuk kasusnya. Hal ini menjadikan tidak sedikit kasus justru saat ini adalah murid menyerang para guru, tetapi ketika masalah ini menjadi polemik lembaga yang tadi menjadi dewa penolong tidak ada satupun yang membela guru tersebut. Betapa mirisnya guru pada posisi ini.
Ada beberapa kasus yang membuat guru saat ini berada di posisi yang salah, namun sering berakibat fatal bagi guru tersebut.
1. Penganiayaan Guru oleh Siswa di Sampang, Jawa Timur.
Kasus ini menjadi masalah serius ketika Pada tanggal 1 Februari 2018, seorang guru seni rupa bernama Ahmad Budi Cahyono meninggal dunia setelah mati batang otak, setelah di aniaya oleh muridnya yang dinasehati karena tidak mau mengerjakan tugas, pelaku memukul pelipis guru tersebut dan terjatuh.
Ahmad Budi Cahyono pada saat pulang mengeluh pusing dan sakit kepala ketika pulang ke rumah Sekitar pukul 15.00 korban dibawa ke puskesmas dan dirujuk ke rumah sakit Dr. Soetomo, Surabaya. Pihak rumah sakit menyatakan bahwa Pak Budi mati batang otak yang menyebabkan seluruh organ tubuhnya tidak berfungsi. Pada 21.40, Ahmad Budi Cahyono meninggal dunia.
2. Guru dipukul pakai kursi
Siswa SMA Negeri 1 Kubu Raya, Kalimatan Barat terpaksa berurusan dengan pihak kepolisian setelah pada bulan juni 2017 lalu, EY (pelaku) memukul gurunya sendiri Bu Rahayu dengan menggunakan kursi.
Hal tersebut ia lakukan setelah tidak terima dirinya tidak naik kelas karena nilai yang diberikan Bu Rahayu kurang dan pelaku menganggap karena Bu Rahayu ia tidak naik kelas. EY memukul gurunya dengan kursi kayu dan ditinju menggunakan tangan sebelah kanan ke arah kening. EY pun dijerat pasal 351 ayat 1 KUHP.
3. Berita yang hangat di bulan Oktober 2019 adalah Kasus pembunuhan Guru Agama Kristen Pdt Alexander Pengkey (54) oleh muridnya sendiri FL ( 16 Tahun ) kejadian bermula karena siswa tersebut ditegur merokok di lingkungan sekolah, Kronologinya saat ke sekolah pada Senin (21/10/2019), tersangka terlambat.
Dia terlambat ke sekolah karena malamnya sempat minum alkohol. Karena terlambat, di sekolah dia kemudian mendapat hukuman dan dia menjalani hukuman itu. Seusai hukuman dilakukan, sambil istirahat, tersangka merokok di sekolah. Ketika itu korban datang dan menegur tersangka. Namun, teguran itu tidak diterima. Setelah ditegur, tersangka tersingung dengan ucapan korban. Tak terima dengan teguran karena merokok, tersangka pulang dan mengambil pisau.
Kemudian dia kembali ke sekolah. Saat korban di atas sepeda motor, tersangka langsung menusuk tubuh korban. Bahkan sampai korban lari ke halaman sekolah pun masih ditusuk oleh tersangka.
(https://manado.kompas.com/read/2019/10/22/20580261/siswa-smk-yang-tikam-gurunya-hingga-tewas-dijerat-pasal-pembunuhan-berencana?page=all).(bersambung)
Penulis merupakan seorang dosen STIE dan Guru di YP Sultan Agung Kota Pematangsiantar.