Presiden pertama Republik Indonesia, Ir Sukarno dalam buku karangannya, “Dibawah Bendera Revolusi “ menuliskan “Pemimpin! Guru! Alangkah hebatnya pekerjaan menjadi pemimpin di dalam sekolah, menjadi guru di dalam arti yang spesial, yakni menjadi pembentuk akal dan jiwa anak-anak! Terutama sekali di zaman kebangkitan! Hari kemudiannya manusia adalah di dalam tangan guru itu, menjadi manusia”.
Kemajuan sebuah bangsa ditentukan oleh kemampuan para pendidiknya untuk mengubah karakter generasi penerusnya ke depan. Tanpa figur pendidik, mungkin bangsa besar seperti Indonesia tidak akan dapat menikmati hasil jerih payah putra-putri nusantara yang sudah mendorong perkembangan tersebut.
Tidak semua orang dapat menjadi guru, sebab guru dalah profesi mulia yang mampu menjadikan nasib bangsa ini ditentukan.
UU No 20 tahun 2003 Pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Guru mampu menjadi sosok yang melahirkan pahlawan pahlawan generasi abad ini. Menjadi guru ideal bukan hanya untuk bisa mengajar, bukan hanya menjadi guru yang memenuhi syarat-syarat teknik: seperti pintar, pandai, atau pakar di bidang ilmu yang dimiliki; melainkan yang jauh lebih penting dari itu semua, guru harus bisa menempatkan dirinya sebagai “agent of change”.
Menjadi agent of change atau agen perubahan ada syarat yang harus dimiliki oleh para guru yakni :
1. Guru mampu menjadi literasi nasional yang bukan hanya terpaut kepada bidang baca dan tulis namun harus mampu menjadi sosok yang mentranfer ilmu nya melalui dengan informasi literasi teknologi, khususnya digital. Penguasaan teknologi, informasi, sumber daya, dan bisnis diharapkan mampu membawa negara bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
2. Menguasi pembelajaran abad 21 dimana saat ini ada 4 syarat kompetensi yang harus dimiliki peserta didik yakni: kompetensi untuk berpikir kritis (critical thinking); kemudian kemampuan berkomunikasi, baik melalui media interaksi secara langsung (communication); kemampuan berkolaborasi dan bekerja sama (collaboration); dan terakhir adalah kreativitas untuk menghasilkan inovasi (creativity).
3. Menguasai pendidikan karakter , dimana pendidikan karakter tidak bisa diceramahkan , akan tetapi harus ditumbuhkan dan dibiasakan melalui contoh dan keteladanan oleh para gurunya. Bahwa banyak orang yang cerdas tetapi gagal, itu karena mereka umumnya tidak memiliki karakter yang baik, oleh sebab itu pendidikan karakter itu sangat penting bagi setiap murid karena merekalah penerus bangsa ini.
Untuk menjadi agent perubahan, guru diharapkan untuk tidak cepat puas dan harus selalu meningkatkan kompetensinya. Upaya itu bisa ditempuh melalui peningkatan kualifikasi pendidikan, mengikuti diklat, seminar, workshop-workshop secara mandiri, membeli buku-buku reprensi dengan menyisihkan sedikit penghasilannya.
Namun sayangnya, justru kondisi itu tidak dilakukan oleh para guru-guru yang sudah menikmati tunjangan TPG , banyak guru yang merasa berada pada “zona nyaman” sehingga ada rasa enggan untuk meningkatkan kualifikasi, kompetensi, maupun sekadar membeli buku untuk menambah wawasan dan pengetahuannya. (Bersambung)
Penulis merupakan seorang dosen STIE dan Guru di YP Sultan Agung Kota Pematangsiantar.