TASLABNEWS – Daulat Sihombing,SH MH, Advokat pada Kantor Sumut Watch selaku kuasa hukum Prof DR Djasmen Marulitua Sinaga untuk bertindak atas nama dan kepentingan para ahli waris dari Oppu Harajaon Sinaga, selaku Sipukka Huta Lumban Tonga- Tonga, meminta Ketua Pengadilan Negeri (KPN) Simalungun agar menunda eksekusi terhadap objek perkara Tanah Lumban Tonga- Tonga Parapat, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun.
Permintaan penundaan eksekusi secara resmi diajukan oleh Daulat Sihombing, SH, MH, melalui Surat Sumut Watch, No. 120/SW/X/2019, tertanggal 04 Oktober 2019, yang dilayangkan kepada KPN Simalungun, Abdul Hadi Nasution SH MH dan ditembuskan kepada Ketua Mahkamah Agung RI, Ketua Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI, Ketua Pengadilan Tinggi Medan dan pihak-pihak yang terkait.
Dalam suratnya, Daulat menjelaskan, bahwa pada hari Kamis, tanggal 3 Oktober 2019, sekira pukul 11. 00 WIB, Tim Jurusita Pengadilan Negeri Simalungun bersama sejumlah pihak Terbanding/Terlawan telah datang ke lokasi objek tanah terperkara dalam Putusan PN. Nomor : 45/Pdt.G/2016/PN. Sim, sekaligus objek tanah terperkara dalam Putusan, No.61/Pdt.BTH/2018/PN.Sim, yang patut diduga sebagai bentuk prakondisi untuk pelaksanaan eksekusi terhadap objek perkara Tanah Lumban Tonga- Tonga Parapat, namun dalam putusan perkara disebut Huta Parmanukan Parapat, Kec. Girsang Sipangan Bolon, Kab. Simalungun.
Daulat menyatakan bahwa pada pokoknya berdasarkan putusan Perkara No.61/Pdt.BTH/2018/PN.Sim dan Akta Pernyataan Permohonan Banding Nomor 61/Pdt.Bth/2018/PN.Sim, tertanggal 05 Agustus 2019, ia selaku kuasa Pembanding/ Pelawan, masih melakukan perlawanan hukum terhadap Putusan PN. Nomor : 45/Pdt.G/2016/PN. Sim, jo. Putusan PT. Medan, Nomor : 159/Pdt.G/2017/PT.Mdn, jo. Putusan MA – RI, Nomor : 75 K/Pdt/2018.
Putusan Bersifat Nonexecutable
Benar menurut Daulat, secara dejure berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Simalungun, Nomor : 45/Pdt.G/2016/PN. Sim, jo. Putusan PT. Medan, Nomor : 159/Pdt.G/2017/PT.Mdn, jo. Putusan MA – RI, Nomor : 75 K/Pdt/2018, jo. Putusan No.61/Pdt.BTH/2018/PN.Sim, Pengadilan telah memutuskan bahwa tanah objek perkara dinyatakan sah sebagai hak milik Penggugat I, II/ Terlawan I, II/ Terbanding/ Terlawan I, II.
Namun secara defacto putusan Nomor : 45/Pdt.G/2016/PN. Sim tersebut, tidak dapat dieksekusi karena hanya berupa pernyataan hakim bahwa : “Tanah seluas kurang lebih satu setengah hektar”, dengan batas- batas : sebelah Utara berbatas dengan Sungai, sebelah Selatan berbatas dengan Buntu Pasir, sebelah Barat berbatas dengan Tigarihit dan sebelah Timur berbatas dengan Lumban Tonga- Tonga, yang disebut Huta Parmanukan, adalah sah milik keturunan dari Amani Marsa Sinaga (Ompu Saur Singa) yaitu Penggugat I dan Penggugat II serta Ahli Warisnya”, tanpa kejelasan mengenai letak, ukuran dan batas- batas tanah objek terperkara secara konkrit, sehingga putusan dalam perkara aquo merupakan putusan deklaratoir yang bersifat non – executable atau tidak dapat dieksekusi.
Selanjutnya, tulis Daulat, dalam Putusan Perkara No.61/Pdt.BTH/2018/PN.Sim, kedudukan Ketua Pengadilan Negeri Simalungun, Abdul Hadi Nasution, SH, MH, adalah Ketua Majelis Hakim, sehingga dalam hal KPN Simalungun memaksakan eksekusi terhadap putusan Nomor : 45/Pdt.G/2016/PN. Sim, maka tindakan KPN patut ditafsirkan sebagai bentuk pertentangan kepentingan (conflict of interest).
Maka berdasarkan alasan tersebut, Daulat meminta agar KPN Simalungun berkenaan untuk menunda pelaksanaan eksekusi terhadap objek tanah terperkara dalam Putusan No.61/Pdt.BTH/2018/PN.Sim, dan mempertimbangkan agar tidak memaksakan kehendak dari Penggugat I-II/ Terlawan I-II/ Terbanding Terlawan I- II, yang secara konfrontatif dapat mengundang resistensi dan penolakan secara massif dari warga yang merasa menjadi korban ketidakadilan.(rel)