TASLABNEWS, TANJUNGBALAI– Meski jadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selama 3 tahun berturut-turut aras dugaan mark up dan penginapan fiktif di hotel, namun 25 anggota DPRD Tanjungbalai terkesan kebal hukum. Tidak seperti 21 anggota DPRD Nias Selatan.
Di Nias Selatan, terindikasi memanipulasi billing (kuitansi) hotel berbintang di Medan, 21 anggota DPRD Nias Selatan diperiksa Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polda Sumatera Utara.
Pasalnya, dalam bukti pembayaran ada beberapa para Anggota DPRD Nisel itu tidak pernah menginap di kamar hotel tersebut. Disebutkan biaya perorangan Anggota DPRD Nisel itu mencapai jutaan rupiah selama tiga hari.
Terkait masalah itu, Direktorat Reskrimum Polda Sumut mengambil tindakan dengan membuat surat panggilan penyidikan terhadap 21 Anggota DPRD Nias Selatan yang namanya tercantum dalam billing fiktif sebagai objek pelaporan manajemen Hotel.
Kasubbid Penmas Poldasu, AKBP MP Nainggolan membenarkan bahwa ada pemeriksaan terhadap 21 anggota DPRD Nisel terkait dugaan pembayaran kamar hotel fiktif.
“Benar, saat ini sudah beberapa anggota DPRD Nias Selatan yang diperiksa. Kasus masih dalam pemeriksaan penyidik,” kata Kasubbid Penmas Poldasu MP Nainggolan.
Menurutnya pemeriksaan terhadap 21 Anggota DPRD Nisel tersebut sudah mulai dilaksanakan sejak Senin, 2 September 2019.
BERITA TERKAIT
Ini Bukti Dugaan Mark Up dan Penginapan Fiktif 9 Anggota DPRD Tanjungbalai di Hotel NS Yogyakarta
Selain Diduga Fiktif, Penginapan 25 Anggota DPRD Tanjungbalai di Grand Aston Medan Dibayar Double
Namun hal berbeda terjadi pada 25 anggota DPRD Tanjungbalai. Meski sudah jadi temuan BPK selama 3 tahun berturut-turut atas dugaan mark up dan penginapan fiktif, namun 25 anggota DPRD Tanjungbalai priode 2014-2019 masih bebas berkeliaran.
Hal ini menjadi tanda tanya sejumlah aktivis di Tanjungbalai seperti Ketua Gapai Tanjungbakai Aldo, Ketua GM Pekat IB Mahmuddin alias Kacak Alonso, Ketua ICW Jaringan Sihotang.
Menurut ketiganya kepada taslabnews beberapa waktu lalu, anggota DPRD Tanjungbalai terkesan kebal hukum dan sulit diperiksa.
Padahal hasil temuan BPK jelas menyebutkan 25 anggota DPRD tidak menfinap di hotel (penginapan fiktif) dan ada juga anggarannya yang di mark up.
Namun kapolres dan kapolda seakan tutup mata terkait 25 anggota DPRD Tanjungbalai ini. Berbeda jauh tindakan tang dilakukan pihak kepolisian terhadap anggota DPRD Nias Selatan.
“Ada apa ini. Kasys yang sama kok penanganannya berbeda. Di Nias Selatan 21 anggota DPRD nya langsung diperiksa. Eh di Tanjungbalai kenapa 25 anggota DPRD nya tidak diperiksa,” kata Kacak Alonso.
Aldo menambahkan jika 21 anggota DPRD Nias terindikasi mark up anggaran penginapan hanya di 1 hotel di Kota Medan, tapi anggota DPRD Tanjungbalai diduga mark up dan lakukan penginapan fiktif lebih dari 1 hotel.
“Di Nias diduga cuma mark up dan penginapan fiktif di 1 hotel tapi 21 anggota DPRD nya langsung diperiksa. Di Tanjungbalai ada beberapa hotel yang biaya penginapannya di mark up dan ada juga dugaan penginapan fiktif kok DPRD Tanjungbalai gak diperiksa. Ada apa ini. Apa karena DPRD Tanjungbalai kebal hukum,” ucapnya.
Aldo menambahkan dugaan mark up anggota DPRD Tanjungbalai terjadi di Hotel Grend Aston City Hall Medan, di Assean Internasional Nedan, di Hotel Hayam Wuruk dan beberapa hotel lain di pulau jawa. (Syaf)