TASLABNEWS, SIANTAR – Dalam siaran pers, Kuasa hukum RG Manullang yang juga Ketua SUMUT WATCH, Daulat Sihombing SH MH mengatakan pihak Polresta Pematangsiantar dan Ketua Pengadilan Negeri (PN), Danardono SH diduga melakukan serangkaian tindakan rekayasa.
Bahkan terkesan manipulasi dengan cara ‘gayung bersambut’ menerbitkan surat perintah penyitaan dari Kepolisian dan surat Izin Penyitaan dari PN Pematangsiantar, terkait perkara pemasangan Police Line dan Penyitaan dua (2) unit alat berat Eskavator milik RG Manullang, warga Jalan Medan Km 4 Kecamatan Siantar Martoba Kota Pematangsiantar.
Bahkan, dugaan tindakan Rekayasa dan manipulasi dilakukan Ketua PN Pematangsiantar ini akan diadukan langsung ke Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial di Jakarta.
Hal itu disebutkan Daulat Sihombing SH MH kepada wartawan, Rabu (18/9/2019) dalam perkara gugatan Praperadilan pemasangan police line dan penyitaan dua alat berat eskavator oleh Sat Reskrim Polresta Pematangsiantar.
Kata Daulat Sihombing, dugaan ini mencuat setelah pihaknya mencermati berkas keberatan (eksepsi) yang disampaikan pihak Polresta Pematangsiantar pada persidangan Praperadilan Selasa (17/9) di Pengadilan Negeri Pematangsiantar.
Dalam uraian keberatan itu ada disebutkan bahwa pihak Polresta Pematangsiantar sudah menerbitkan surat perintah penyitaan dari kepolisian dan izin penyitaan dari Ketua PN Pematangsiantar terhadap dua unit alat berat eskavator milik RG Manullang.
Sementara, kata Daulat Sihombing SH MH, bahwa alasan SUMUT WATCH yang selaku kuasa hukum RG Manullang, menduga penerbitan surat perintah penyitaan dari kepolisian dan izin penyitaan dari Ketua PN Pematangsiantar, ibarat ‘gayung bersambut’ untuk mengalahkan gugatan Praperadilan yang didaftarkan oleh kuasa hukum RG Manullang pada 2 september 2019 dan proses sidang pun sudah berjalan tiga kali, sejak tanggal 9 September 2019.
Alasan Daulat Sihombing menduga serangkaian tindakan itu adalah rekayasa dan maipulasi, karena pihak Polresta Pematangsiantar menahan/ menyita satu unit eskavator sejak tanggal 26 Juni 2019 dan satu unit lagi eskavator yang ditahan/disita tanggal 20 Agustus 2019 milik RG Manullang sama sekali tidak pernah menerima surat penyitaan dari kepolisian dan izin penyitaan dari Ketua PN Pematangsiantar.
Namun, katanya lagi, ketika pihak RG Manullang melalui kuasa hukumnya mengajukan permohonan Praperadilan terkait perkara tersebut tanggal 2 September 2019, barulah muncul surat perintah penyitaan dari kepolisian dan izin penyitaan dari PN pematangsiantar.
Itu pun diketahui, katanya setelah pihaknya membaca dan mencermati uraian eksepsi (keberatan) yang disampaikan pihak Polresta Pematangsiantar pada sidang Praperadilan, Selasa (17/9/2019) melalui kuasa hukumnya AKP Ruslan, Aipda Bolon Hot Situngkir, Bripka Ramses Simanjuntak SH dan Bripka Frengky M Chandra Ritonga SH MH di PN Pematangsiantar.
Dijelaskannya, bahwa pemasangan police line dan penyitaan dua unit eskavator milik RG Manullang yang dilakukan pihak Polresta Pematangsiantar sudah berlangsung hampir 3 bulan.
Terhitung sejak tanggal 26 Juni 2019. Namun, setelah sidang pertama permohonan praperadilan tertanggal 09 September 2019, barulah muncul adanya surat perintah penyitaan dari kepolisian nomor: SP-Sita/144/IX/2019/ Reskrim tanggal 10 September 2019 dan surat izin penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri Pematangsiantar nomor : 290/Pen.Pid.Sus/2019/PN.Pms tertanggal 11 September 2019.
“Itu artinya, surat perintah penyitaan tertanggal 10 September 2019, dan izin penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri Pematangsiantar, tertanggal 11 September 2019 terhadap eskavator-1 milik klien kita baru dibuat atau diterbitkan setelah adanya permohonan praperadilan ini,” ungkap Daulat Sihombing.
Begitu pula, masih kata Daulat Sihombing bahwa tindakan Kepolisian yang juga menahan/ menyita eskavator yang ke dua milik RG Manullang dengan pemasangan police line, terhitung sejak tanggal 20 Agustus 2019 hingga permohonan praperadilan diajukan, juga tanpa surat perintah penyitaan dari kepolisian dan izin penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri Pematangsiantar.
Namun, setelah sidang Praperadilan bergulir, barulah pihak Kepolisian menerbitkan surat perintah penyitaan Eskapator yang ke dua ini tertanggal 31 Agustus 2019 nomor: SP.Sita/134/VIII/2019/ Reskrim.
Yang kemudian dilaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri Pematangsiantar dengan surat Nomor : K/134-c/IX/2019/Reskrim tanggal 4 September 2019.
Dan oleh Ketua Pengadilan Negeri Pematangsiantar juga memberikan persetujuan dengan penetapan nomor : 286/Pen.Pid.Sus/2019/ PN.Pms tertanggal 5 September 2019.
Akan Adukan ke KY dan MA
“Serangkaian tindakan ini patut kita duga sebagai bentuk rekayasa dan manipulasi yang dibuat dengan cara ada yang berlaku surut, dan ada yang dibuat setelah proses sidang Praperadilan berjalan,” ujar Daulat.
“Karena surat perintah penyitaan dan izin penyitaan Ketua Pengadilan Negeri Pematangsiantar sama sekali tidak pernah diberikan atau diperlihatkan kepada klien kita,” tegas Sihombing.
Tak hanya itu, terkait surat izin penyitaan yang diterbitkan oleh Ketua PN Pematangsiantar, kata Daulat Sihombing menegaskan bahwa pihaknya akan mengadukan dugaan tindakan rekayasa dan manipulasi itu langsung ke Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) di Jakarta.
“Karena ini merupakan dugaan tindakan rekayasa dan manipulasi, maka harus diadukan langsung ke MA dan Komisi Yudisial, supaya ada tindakan hukum yang tegas kepadaKetua PN Siantar,” ungkap Daulat Sihombing menegaskan. (rel)