SAAT INI warga pasti sering mendengan istilah OTT atau Oprasi Tangkap Tangan. Ya istilah itu sekarang santer terdengar baik di televisi, media online dan cetak, juga di media sosial twitter, istagram dan facebook.
Oleh: Syafruddin Yusuf SE, Kisaran
Sering kali warga dihebohkan tentang OTT pejabat pemerintahan yang menerima uang dari pengusaha, atau melakukan korupsi.
Seperti petistiwa yang menimpa Bupati Batubara, Labuhanbatu dan daerah lainnya.
Nah di Kota Pematangsiantar kasus OTT juga terjadi. Dimana baru-baru ini 3 pejabat di kota itu terjaring OTT pihak poldasu dan akibat kasus itu Walikota, Wakil Walikota serta Sekda sudah diperiksa.
Tapi tunggu dulu. Saya tidak akan membahas kasus OTT para pejabat di betbagai daerah. Saya ingin membahas kasus OTT di Kabupaten Asahan yang mengakibatkan ditahannya beberapa aktivis.
Sesuai data yang dimiliki penulis, dalam kurun waktu setahun terakhir sudah dua aktivis di Asahan yang berurusan dengan aparat penegak hukum karena terkena OTT.
Beberapa waktu lalu ada aktivis yang terjerat OTT karena berurusan dengan oknum pejabat di Departemen Agama.
Dimana oknum aktivis itu ditangkap dan harus mendekam di sel tahanan karena dituduh memeras oknum pejabat Depag.
Oke, itu sah-sah saja. Tapi ada hal yang lucu menurut saya dalam penanganan kasus ini. Berdasarkan analisis saya, tidak mungkin oknum aktivis itu berani memeras jika ia tidak memiliki bukti atas dugaan “kejahatan” yang dilakukan oknum pejabat di Depag tersebut.
Nah, pejabat di Depag juga tidak mungkin mau memberi sejumlah uang kepada oknum aktivis itu jika ia benar-benar bersih dalam menjalankan tugasnya.
Tapi mungkin karena tak ikhlas dalam memberikan uang kepada oknum aktivis itu, maka oknum pejabat di Depag mengatur strategi dengan memberi informasi ke aparat pegak hukum yang menyatakan dirinya diperas oknum aktivis.
Lalu tempat dan waktu penyerahan uang perasan pun disepakati. Setelah uang dari oknum pejabat berpindah tangan ke oknum aktivis, aparat penegak hukum datang dan menangkap oknum aktivis.
Anehnya kenapa oknum pejabatnya tidak ditangkap? Lalu muncul pertanyaan, siapakah yang menerima sanksi akibat gratifikasi? Si penerima gratifikasi saja, pemberi gratifikasi atau keduanya?
Menurut ketentuan Pasal 5 jo. Pasal12 huruf a dan huruf b UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU Tipikor”), baik pelaku pemberi maupun penerima gratifikasi diancam dengan hukuman pidana.
Kasus kedua yang menimpa oknum aktivis di Asahan. Dimana ia ditangkap setelah menerima uang dari oknum pejabat di dinas perikanan dan kelautan.
Tapi lagi-lagi yang ditangkap adalah oknum aktivisnya. Sementara oknum pejabat yang memberi uang tidak ditangkap. Alasanya simpel, oknum aktivis itu melakukan pemerasan dengan dalih tidak akan melakukan aksi demonstrasi terkait kasus dugaan korupsi di dinas perikanan dan kelautan jika diberi uang.
Nah artinya bukankah si aktivis sebenarnya memiliki data kasus dugaan korupsi di dinas tersebut. Kenapa aparat tidak meminta keterangan dari aktivis kasus dugaan korupsi apa yang dilakukan oknum oejabat itu dan memeriksa oknum pejabat di dinas itu.
Mungkin, OTT ini juga sebagai shock trapi bagi aktivis dan wartartawan di Asahan agar jangan main-main dengan pejabat. Karena jika main-main akan berakibat masuk sel tahanan.
Lalu bagaimana caranya jika ada aktivis dan wartawan yang punya data kasus dugaan korupsi di salah satu instansi pemerintahan. Apa yang harus dilakukan?
Pasalnya kerap terjadi saat dilaporkan kasus tidak ditangani serius.
Menurut hemat saya ya lakukan lah tugas sebagai aktivis dan wartawan. Kritisi pemerintah dengan data yang dimiliki dan tempuh jalur hukum.
Jika di kabupaten/kota laporan mandek/jalan ditempat, tidak ditangani, coba membuat laporan ke instansi penegak hukum yang lebih tinggi yakni ke provinsi.
Jika tidak ditangani juga laporkan ke penegak hukum di tingkat nasional/pusat seperti mabes polri dan kejagung. Jika tidak mempan juga mungkin itu akhir dari perjuangan.
Atau saran dari saya, jangan coba-coba memeras oknum pejabat agar anda bebas dari jerat OTT. (***)
Penulis adalah Pimpinan Redaksi (Pimred) media online www.taslabnews.com sekaligus Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Kabupaten Asahan-Batubara.