Ke tiga satwa liar yang dilindungi itu adalah contoh dari sekian banyak satwa yang menderita karena terkena jerat.
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut), Hotmauli Sianturi kepada wartawan di aula BBKSDA Sumut, Jumat (16/8) mengatakan, dari data Spatial Monitoring and Reporting Tool-Resort Based Management (SMaRT-RBM) dan patroli rutin oleh UPT dan mitra, telah ditemukan sedikitnya 3.285 jerat untuk babi, rusa, harimau dan satwa lainnya pada periode 2012-2019.
Meskipun sudah sangat banyak jerat yang disita petugas patroli, namun hanya sedikit saja pemburu yang tertangkap kemudian dihukum. Jumlahnya, kata dia, masih sangat timpang.
Sama-sama lah bersihkan jerat supaya tak ada lagi satwa yang jadi korban jerat
“Ini saja yang sudah diamankan ada ribuan. Saya yakin masih ada banyak di dalam kawasan,” katanya.
Menurutnya, sebenarnya dalam penanganan jerat pihaknya memiliki keterbatasan. BBKSDA Sumut, kata dia, memiliki lingkup hanya di kawasan konservasi. Karena itu dalam penanganan ini harus melibatkan banyak pihak. Mulai dari aktivis pegiat lingkungan hingga Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH).
“Kita tak tahu siapa yang masuk ke hutan dan memasang jerat. Tahu-tahu, ada satwa kena jerat. Sama-sama lah bersihkan jerat supaya tak ada lagi satwa yang jadi korban jerat,” katanya.
Gadis, Monang dan Palas adalah contoh nyata dari ancaman jerat yang semakin meresahkan.
Monang ditemukan terjerat di Desa Dolok Parmonangan, Kecamatan Dolok Paribuan, Kabupaten Simalungun pada awal Mei 2017.
Kaki depan kanan Monang juga terluka dan kini seperti halnya Gadis, berada di Barumun Nagari Wildife Sanctuary.
“Kaki Palas mengalami luka serius dan saat ini masih dirawat di PRHS Dhamasraya, Sumatera Barat,” katanya.
Jerat adalah bukti adanya perburuan. Di Sumut sebenarnya ada satu tempat yang ditetapkan sebagai Taman Buru di Pulau Pini, di Kecamatan Pulau-Pulau Batu Timur, Kabupaten Nias Selatan yang ditetapkan sebagai taman buru berdasarkan surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 347/Kpts-II/1996 tanggal 5 Juli 1996 tentang Perubahan Fungsi Sebagian Kawasan Hutan Produksi Tetap yang Terletak di Pulau Pini, Kabupaten Daerah Tingkat I Sumut seluas sekitar 8.350 hektare.
Namun hingga kini, belum ada satu pun yang mengajukan diri untuk berburu di sana.
Padahal, dengan adanya taman buru, maka daerah yang diperbolehkan adanya perburuan hanya di Pulau Pini. Sementara di luar Pulau Pini, jika ditemukan adanya aktivitas berburu seharusnya bisa dilakukan penindakan.
“Tapi kan tetap ada regulasinya. Jenis apa yang diburu, kuotanya berapa dan bulan berapa diburu. Dan belum ada yang mengajukan diri berburu ke sana. Karena itu, sebenarnya harus ada pengawasan juga pada peredaran senjata untuk berburu (senapan buru),” katanya.
Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL), Jefri Susyafrianto mengatakan, pihaknya bersama dengan mitra lembaga selalu melakukan pengawasan di dalam kawasan, yakni Smart Patrol.
Tak hanya jerat yang dijadikan fokus. Lebih dari itu, patroli mencatat temuan-temuan penting di lapangan. (mjc/int/syaf)