TASLABNEWS, MEDAN-Terkait kasus dugaan korupsi DBH (Dana Bagi Hasil) di Labuhanbatu Utara (Labura), dan Labuhanbatu Selatan (Labusel). Bupati Labura
Bupati Labura Khairuddin Syah Sitorus dan Bupati Labusel, Wildan Aswan Tanjung berpeluang jadi tersangka terkait kasus tersebut.
Bupati Labura Khairuddin Syah Sitorus dan Bupati Labusel, Wildan Aswan Tanjung
|
Itu dikatakan Dirreskrimsus Poldasu Kombes Rony Samtana saat dikonfirmasi, Selasa (11/6).
BERITA TERKAIT:
Kombes Pol Rony: Ya Bupati Labura dan Labusel Kita Periksa Terkait Penggunaan Dana Bagi Hasil
Menurut Rony, hingga saat ini pihak penyidik Subdit III/Tipikor Direktorat (Dit) Reskrimsus Polda Sumut masih menunggu hasil audit kerugian negara dari BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan) perwakilan Sumut
“Kita masih menunggu hasil audit kerugian negara dari BPKP,” ujarnya.
Rony mengaku hingga saat ini pihaknya masih melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi tersebut. Teranyar, polisi sudah memeriksa Bupati Labura, Khairuddin Syah Sitorus dan Bupati Labusel Wildan Aswan Tanjung.
Mantan Kabid Hukum (Kabidkum) Polda Sumut itu menambahkan, hingga saat ini, kasus tersebut masih penyidikan. Sementara kedua bupati masih status saksi.
“Kita akan memeriksa saksi ahli terlebih dahulu, baru selanjutnya gelar perkara,” sebutnya.
Tabrakan di Jalinsum Asahan-Rantauprapat, Kaki Kanan Warga Air Genting Putus
Sisa Kayu Bakar Diduga Penyebab 5 Anak Yanuari Waruwu Tewas Terpanggang di Tapsel
Sebelumnya, Rony Samtana menyatakan, kasus dugaan korupsi Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Bupati Labura Khairuddin Syah Sitorus dan Bupati Labusel, Wildan Aswan Tanjung, sudah masuk tahap penyidikan. Kedua kepala daerah tersebut bisa saja dipanggil kembali dan statusnya naik menjadi tersangka, tergantung hasil penyidikan.
“Masih bergantung perkembangan hasil penyidikan. Artinya, kemarin sudah diambil keterangan, nantinya akan kita komparasikan (bandingkan) dengan keterangan dan alat bukti yang lain,” pungkasnya.
Dia menambahkan, modus operandi dalam dugaan korupsi ini dengan mengambil sebagian dari PBB sejak tahun 2013-2015 masing-masing sebesar Rp3 milyar dengan alasan sebagai uang komisi. (mtc/int/syaf )