Lokasi korban lompat. |
BACA BERITA LAINNYA:
2 Perampok Mobil Dengan Modus Rental Ditembak Polisi di Asahan
Warga Paluta Ditemukan Ditewas, di Dada dan Tangan Ada Bekas Tembakan
Pemuda yang tercatat sebagai mahasiswa di salah satu Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan itu meninggal dunia setelah mendapat perawatan selama lima hari di RSUP H Adam Malik Medan.
Pada saat dilakukan penggrebekan, polisi mendapati empat mahasiswa, masing-masing KN, PS, HM dan RH sedang asyik memakai sabu-sabu. Keempatnya sempat diamankan di lokasi.
Namun, ketika akan diperiksa petugas, RH nekat melompat dari lantai dua kos-kosan tersebut, hingga akhirnya mengalami luka parah dan terpaksa dilarikan ke RSUP H Adam Malik Medan.
Setelah, menjalani rawat inap selama kurang dari 5 hari, pemuda itu akhirnya meninggal dunia akibat mengalami pendarahan di bagian otak.
Informasi yang diperoleh, Senin (27/5/2019), jenazah RH disebut akan dibawa pihak keluarganya untuk dikebumikan di Nias.
“Saya dengar akan dibawa ke Nias jenazahnya bang,” kata seorang petugas di kamar jenazah.
Sementara itu, Humas RS H Adam Dalik Medan Rosario Dorothy Simanjuntak ketika dikonfirmasi Senin (27/5/2019) sekira pukul 10.40, membenarkan bahwa RH telah meningal dunia.
“Benar, pasien kami atas nama Robianton Halawa yang kita tangani sejak Selasa, 21 Mei 2019, telah meninggal dunia pada hari Sabtu (26/5/2019) sekira pukul 08.30. Pasien meninggal akibat pendarahan di otak karena benturan keras di kepala,” kata Dorothy.
“Ke kanit reskrim saja langsung ya, saya kurang tau,” katanya sembari menutup telepon.
Sementara itu, Kanit Reskrim Polsek Delitua, Iptu Idem Sitepu, ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, belum memberikan jawaban, meski terlihat sudah membaca pesan tersebut.
Menanggapi aksi nekat pemuda muda asal Nias tersebut yang akhirnya berujung kematian, praktisi Hukum dari Kantor Ranto Sibarani SH & Partners, Ranto Sibarani SH, menyarankan agar kepolisian lebih dulu berkoordinasi dengan pihak pemerintah desa sebelum melakukan penggerebekan.
“Harus ada koordinasi dengan pemerintah Desa. Jangan sampai, ke depan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan masyarakat seperti mengira bahwa polisi adalah perampok lalu kemudian melawan, karena tidak ada koordinasi dengan pemerintah setempat, seperti kepala lingkungan,” kata Ranto lewat sambungan telepon.
Pengacara yang menangani kasus dugaan penistaan agama di Tanjungbalai itu, juga berharap–anggota kepolisian bisa bekerja sesuai semboyan Promoter (Profesional, Modern dan Terpercaya), yang digaungkan Kapolri.
“Sekarang ini, Kapolri kan gencar menyampaikan bahwa polisi harus Promoter. Jika ada nyawa yang hilang karena adanya ‘kelalaian’ dari pihak kepolisian, masyarakat dan keluarga korban sah-sah saja meggugat, baik secara perdata maupun pidana, seperti di pasal 359 KUHP, karena polisi dianggap tidak profesional,” jelasnya.
“Polisi juga harus bertanggungjawab kepada masyarakat memberikan informasi kepada keluarga dan masyarakat luas, bahwa penggerebekan itu sudah sesuai prosedur atau tidak,” pungkas Ranto. (mjc/int/Syaf)