Tersangka pelaku pembunuhan di Tapsel. |
Sahat sebelumnya ditangkap dan ditahan sejak 10 Oktober 2018 lalu berdasarkan Surat Penangkapan nomor: SP.Kap/172/X/2018/Reskrim, setelah membacok bocah berusia 5 tahun hingga tewas, di dekat kediamannya, Dusun Muara Pardomuan, Desa Tandihat, Kecamatan Angkola Selatan, Tapanuli Selatan.
Diduga Patah Hati karena Pacar Dilamar Pria Lain, Warga Bandar Pulau Gantung Diri
Coba Peras Orangtua Terduga Bandar Narkoba, 3 Oknum Polsek dan Wartawan Diringkus Polisi
Pria itu kemudian didakwa sebagaimana disebutkan dalam pasal 80 ayat 3 UU RI Nomor 17 Tahun 2016, tentang PERPU RI Nomor 01 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan pasal 44 KUHPidana.
Kasus ini sebelumnya telah disidangkan di PN Padangsidimpuan dimana Sahat selaku terdakwa saat itu didampingi M Sahor Bangun Ritonga SH MH, yang bertindak sebagai penasehat hukumnya.
Dalam proses persidangan tersebut, Sahat yang diduga menderita kelainan jiwa terlihat hanya diam tertunduk dan sekali-kali tertawa menghadap ke bawah.
Seringkali, ketika majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan penasehat hukum meminta Sahat berbicara, tapi tak digubris.
Akhirnya, dihadirkan saksi ahli dari Rumah Sakit Jiwa Prof Dr Muhammad Ildrem Sumatera Utara, yaitu Dr Evalina Paranginangin SpKJ.
Dalam keterangannya, saksi ahli menjelaskan bahwa terdakwa Sahat mengalami gangguan jiwa yang disebut Skizofrenia Paranoid dan retardasi mental.
“Sesuai dengan pemeriksaan MMPI pada tanggal 04 Desember 2018, bahwa penyakit tersebut tidak bisa membedakan mana khayalan dan kenyataan. Bahwa yang menderita penyakit tersebut juga tidak sadar apa yang mereka perbuat, semua perbuatan yang mereka lakukan terjadi dibawah alam sadarnya,” jelas Sahor mengulang pernyataan saksi ahli.
“Sahat Gadang Tarihoran juga sangat berbahaya apabila dibiarkan berbaur dengan khalayak umum, sehingga dengan kondisi itu, Sahat harusnya dirawat dan diberi obat secara rutin untuk kesembuhannya,” imbuhnya.
Sesuai putusan register nomor: 54/Pid.Sus/2019/PN PSP, Hasnul Tambunan SH MH selaku hakim ketua yang memimpin persidangan memutuskan terdakwa Sahat Gadang Tarihoran telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘Melakukan kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan meninggal dunia’.
Menyatakan bahwa terdakwa pada waktu melakukan perbuatannya tersebut tidak mampu bertanggungjawab karena adanya gangguan jiwa dan oleh karena itu melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum (onslaag van recht vervolging).
Memerintahkan agar terdakwa segera dibebaskan dari tahanan. Memerintahkan agar terdakwa dimasukkan ke rumah sakit jiwa selama 1 tahun sebagai waktu percobaan.
Menyatakan barang bukti berupa 1 stel baju kaos bola,
1 parang bergagang kayu ukuran panjang kurang lebih 50 cm.
Menetapkan agar biaya perkara sejumlah Rp5 ribu dibebankan kepada Negara.
M Sahor Bangun Ritonga SH MH, selaku penasehat hukum Sahat, Rabu (3/4/2019) kemarin menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya anak dari Mariduk Panggabean yang menjadi korban dalam peristiwa itu.
“Perlu saya terangkan agar di masyarakat tidak menjadi tafsiran yang bias tentang perkara ini. Bahwa hukum positif negara kita dikenal sebagai aturan hukum yang harus kita patuhi sebagai warga negara,” kata Sahor.
“Bahwa hukum positif tersebut dalam perkara ini ialah KUHP dan UU perlindungan Anak sehingga pada perkara ini dijelaskan pasal 44 KUHP yaitu “Seseorang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana jika cacat kejiwaan atau terganggung karena penyakit’,” imbuhnya.
Dengan putusan hakim tersebut, keluarga dan masyarakat umum harus mematuhinya.
Sahor juga mengapresiasi putusan dari majelis hakim PN Padangsidimpuan yang mengadili perkara ini. Majelis hakim, menurut Sahor, telah objektif menilai terdakwa sehingga penerapan hukum dalam perkara ini sesuai dengan apa yang terjadi dalam persidangan dan aturan hukum di Indonesia yang diharapkan selama ini.
Di lain sisi, Sahor mengkritisi pemerintah yaitu Dinas Sosial Tapanuli Selatan, karena dia menilai ada kelalaian dari Dinas Sosial atas keadaan ini.
“Andaikata Dinas Sosial melaksanakan upaya pencegahan yaitu dengan cara menangkap orang yang memiliki penyakit kejiwaan di Tapanuli Selatan, maka tentunya tidak akan terjadi hal yang demikian,” tuturnya.
“Saya berharap, Dinas Sosial ke depannya bisa melaksanakan peraturan perundang-undangan yang ada yaitu, bagi penderita cacat mental, diatur hak-haknya dalam pasal 42 UU HAM,” jelas Sahor.
“Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik dan atau cacat mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,” imbuh Sahor menjelaskan bunyi pasal tersebut.
“Oleh karena itu Dinas Sosial tentunya dapat melakukan upaya yaitu orang cacat mentaltersebut dimasukkan ke rumah sakit jiwa atau setidak-tidaknya panti sosial untuk mendapat perawatan yang semestinya dan agar tidak mengganggu masyarakat sekitar,” pungkas Sahor.
Sekedar informasi, Sahat sebelumnya telah membacok bocah M Panggabean (5) menggunakan sebilah parang, Senin (8/10/2018) silam. Pria yang juga tetangga korban itu sebelumnya sempat dipasung oleh keluarganya.
Namun, Sahat lepas dari pasungannya pada Senin (8/10/2018) dan tak berapa lama sesudahnya, dia membacok M Panggabean saat korban bermain di halaman rumah.