Pangonal Harahap menjalani sidang. |
Menurut Febri, penyitaan aset-aset ini adalah bagian dari proses penyidikan untuk lebih memaksimalkan pengembalian aset kepada negara. Apalagi, dugaan penerimaan suap terkait proyek di Labuhanbatu cukup signifikan, yakni sekitar Rp50 miliar.
“Tim KPK menyisir sejumlah aset yang diduga milik tersangka PH terkait penanganan perkara dugaan suap terhadap yang bersangkutan,” ujar Febri dalam keterangan tertulis, Minggu (4/11/2018).
Selain itu, KPK juga menyita dua unit ruko di Medan, yaitu Gedung Johor Jalan Karya Jaya, Kecamatan Medan Johor, Medan, Sumatera Utara. KPK telah memasang plang di semua lokasi tersebut.
Cari Modal Nikah, Pasangan Ini Jual Inex
Tendangan Bola Pertama Yemi Mandagi, Tandai Pembukaan Kejuaraan Kapolres Cup 2018
Ratusan Warga Teluk Nibung Geruduk Kantor DPRD Kota Tanjungbalai
2 Bulan, 88 Tersangka Narkoba Ditangkap di Tanjungbalai
Sejak Kejari Terima Pembangunan Aula Rp1,7 M, Penanganan Kasus Korupsi di Asahan Melempem
Pemkab Proyeksikan RAPBN Tahun 2019 Sebesar Rp 1,6 Triliun Lebih
“Kami ingatkan masyarakat agar berhati-hati saat membeli aset dalam harga yang tidak wajar, yang diduga terafiliasi dengan kasus Bupati Labuhanbatu,” kata Febri
Febri mengatakan, masyarakat dapat memberi tahu KPK jika memiliki informasi terkait aset-aset milik Pangonal Harahap.
Informasi dapat disampaikan langsung ke Gedung KPK Jakarta, atau menghubungi Telepon: (021) 2557 8300 atau e-mail: pengaduan@kpk.go.id.
Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan suap terkait proyek di lingkungan Kabupaten Labuhanbatu Tahun Anggaran 2018.
Selain Pangonal, KPK juga menetapkan pihak swasta bernama Umar Ritonga sebagai tersangka. Umar dan Pangonal diduga sebagai penerima suap.
Kemudian, KPK juga menetapkan pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi Effendy Sahputra sebagai tersangka pemberi suap.
“Saya tak pernah membaca tentang Undang-undang korupsi, pak hakim. Saya tidak memahami itu sumpah, kan memang semua bupati-bupati seperti itu, yang saya ketahui bahwa kontraktor atau pengusaha itu diperbolehkan (menerima fee proyek),” jawab Pangonal Harahap.
Di hadapan Majelis Hakim Tipikor Medan diketuai Irwan Effendi, Pangonal menyebut perbuatannya itu kebiasaan yang salah, itupun dia ketahui setelah ditangkap KPK.
“Saya ketahui bahwa kontraktor atau rekanan itu diperbolehkan (berikan fee proyek), makanya saya tidak tau pak hakim,” kata Pangonal lagi.
Pangonal yang mengenakan baju batik motif coklat ini mengaku sudah lama mengenal baik Asiong. Bahkan setelah terpilih kembali menjadi Bupati Labuhanbatu hingga dilantik pada 2015 lalu keduanya sudah duduk bersama membicarakan tentang pembangunan Labuhanbatu ke depannya.
“Asiong adalah salah satu pemborong yang besar dan mampu memperbaiki mutu pembangunan di Labuhanbatu dengan bagus, pak Hakim,” jelas Pangonal.
Dalam persidangan ini juga terungkap kalau Pangonal ada menerima Rp40 Miliar dari Asiong. Uang itu menurutnya ia pinjam di awal sebagai modal untuk bertarung di Pilkada Labuhanbatu.
“Jadi setiap ada proyek saya mendapatkan keuntungan 15% dan intinya saya tidak pernah memaksa rekanan untuk memberikan fee itu kepada saya,” kata Pangonal lagi.
Sidang ini pun ditunda untuk mendengarkan keterangan saksi lainnya pada Kamis (8/11) mendatang.
Diketahui sebelumnya, dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Dody Sukmono, Mayhardi Indra dan Agung Satrio Wibowo menyebutkan bahwa Pangonal Harahap menerima uang dari Asiong sebesar Rp 38.882.050.000 dan SGD 218.000. Uang tersebut diserahkan bertahap melalui anak Pangonal Baikandi Harahap, Adik Ipar Pangonal Yazid Anshori dan stafnya Umar Ritonga (Buron).(Syaf/mjc/int)