TASLABNEWS, TANJUNGBALAI – Masyarakat diImbau agar tidak terprovokasi dalam menyikapi terjadinya tanggapan pro dan kontra atas hukuman yang diterima oleh Meiliana, terdakwa penistaan agama.
Usni Syahzuddin Sinaga, Kepala Badan Kesbangpol Kota Tanjungbalai. |
Imbauan tersebut diungkapkan Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Tanjungbalai, Usni Syahzuddin Sinaga, Jumat (24/8).
“Dalam kurun waktu dua hari terakhir pasca putusan 18 bulan penjara oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Medan terhadap terdakwa Meiliana, telah menimbulkan pro dan kontra khususnya di media sosial seperti akun facebook, twitter dan jejaring sosial lainnya,” ucapnya.
Jika tidak disikapi secara arif dan bijaksana, perbincangan pro dan kontra tersebut dapat merusak tatanan keberagaman dan keamanan masyarakat khususnya di Kota Tanjungbalai.
Oleh sebab itu, segenap lapisan masyarakat khususnya di Kota Tanjungbalai diminta agar tidak terprovokasi atas pendapat yang pro dan kontra tersebut.
” Hal ini kami tegaskan, karena kejadian yang menyeret Meiliana jadi terdakwa itu terjadinya di Kota Tanjungbalai ini,” ujar Usni Syahzuddin Sinaga.
Didampingi Agustony SPd Sekretaris Badan Kesbangpol, Usni Syahzuddin Sinaga mengatakan, bahwa Meliana telah dijatuhi hukuman oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Medan dengan hukuman penjara selama 18 bulan.
Atas perbuatannya tersebut, imbuhnya, Majelis Hakim berpendapat bahwa Meiliana terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 156 KUHP tentang penghinaan terhadap suatu golongan di Indonesia terkait ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
“Kita sesalkan, belakangan ini banyak pihak tertentu yang mempersoalkan putusan majelis hakim terhadap Meiliana tersebut, ada yang menilai tidak pantas dihukum dan ada juga yang menilai hukumannya terlampau rendah. Oleh karena itu, agar kontroversi ini tidak sampai menimbulkan konflik ditengah-tengah masyarakat, kita menghimbau masyarakat agar tidak terprovokasi dengan tetap menghormati keputusan dari majelis hakim di Pengadilan Negeri Medan”, ujar Usni Syahzuddin Sinaga.
Secara terpisah, hal senada juga diungkapkan H Datmi Irwan, Ketua Dewan Mesjid Indonesia (DMI) Kota Tanjungbalai. Katanya, semua pihak harus menghormati putusan dari majelis hakim PN Medan yang menjatuhkan vonis 18 bula penjara kepada terdakwa Meiliana, karena melanggar Pasal 156 dari KUHP tentang Penistaan Agama.
“Vonis terhadap Meiliana dinilai murni produk hukum positif yang ada di Indonesia. Sebagai bangsa yg bermartabat kita semua harus menghormati hukum,” kata Datmi Irwan, Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kota Tanjungbalai.
Seperti diketahui, kasus Meiliana ini bermula pada Senin, 29 Juli 2016 yakni di Jalan Karya Lingkungan I, Kelurahan Tanjung Balai Kota I, Kecamatan Tanjung Balai Selatan, Kota Tanjungbalai. Meiliana yang tinggalnya berhadapan dengan Masjid Al Maksun, Jalan Karya ini telah berpesan kepada nazir mesjid melalui salah seorang jemaah Masjid Al Maksum agar mengurangi suara azan.
Akibat perkataannya tersebut, bukan saja kediaman Meiliana yang dirusak massa, puluhan kelenteng dan vihara juga menjadi sasaran kemarahan. Guna mempertanggung jawabkan perbuatannya itu, Meilianapun ditangkap dan diajukan ke pengadilan.
Setelah dua tahun, akhirnya pada Selasa, 21 Agustus 2018 lalu, majelis hakim di Pengadilan Negeri Medan menjatuhkan vonis kepada Meilianaselama 18 bulan penjara atas tuduhan penistaan agama. Hakim menilai,Meiliana terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 156.a dari KUHP atas perbuatannya memprotes volume suara azan yang berkumandang di lingkungannya.
Putusan majelis hakim di Pengadilan Negeri Medan inilah yang akhirnya mengundang terjadinya beraneka ragam pendapat yang kontroversi dari berbagai elemen masyarakat di Indonesia. (ign/syaf)