TASLABNEWS, JAKARTA-Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla menilai warga yang menyampaikan kritik atas terlalu kerasnya pengeras suara masjid tidak seharusnya dijatuhi hukuman tindak pidana, seperti yang dialami Meiliana di Tanjungbalai, Sumatera Utara.
Wakil Presiden Yusuf Kalla |
Meiliana divonis penjara 1,5 tahun karena mengeluhkan besarnya volume pengeras suara masjid di depan rumahnya.
“Tentu apabila ada masyarakat yang meminta begitu, ya tidak seharusnya dipidana, itu kita akan melihat kejadian sebenarnya apa. Apakah hanya meminta agar jangan diperkeras, itu wajar saja (karena) DMI saja meminta jangan terlalu keras dan jangan terlalu lama,” kata Wapres Jusuf Kalla kepada wartawan di Kantor Wapres Jakarta, Kamis (23/8).
Wapres mengingatkan kembali bahwa DMI telah mengeluarkan imbauan kepada seluruh masjid untuk tidak terlalu keras membunyikan pengeras suara.
“Intinya adalah bahwa memang kita sudah meminta masjid itu jangan terlalu keras suara adzannya, jangan melampaui masjid yang satu dan lainnya karena jarak antarmasjid itu rata-rata 500 meter. Oleh karena itu, jangan terlalu keras,” tegasnya.
Dalam kasus Meiliana tersebut, Wapres Kalla mengatakan belum mengetahui secara rinci awal mula kasus tersebut. Wapres Kalla mengatakan perlu ada penjelasan dari pihak-pihak terkait.
“Adzan itu cuma tiga menit, tidak lebih dari itu. Sudah berkali-kali Dewan Masjid menyerukan dan meminta kepada masjid-masjid untuk membatasi waktu pengajian, jangan lebih dari lima menit. Jadi semuanya delapan sampai 10 menit lah,” jelas Wapres.
Terpisah Wakil Ketua SETARA Institute Bonar Tigor Naipospos menilai, vonis 18 bulan penjara yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan, Sumatera Utara, terhadap Meiliana sebagai bentuk ketidakadilan hukum terhadap warga negara Indonesia.
Tigor menilai kasus Meiliana yang meminta pengurus masjid mengecilkan pengeras suara azan tidak dapat dikategorikan penodaan agama sebagaimana dalam Pasal 156 dan 156a KUHP. Fakta hukum membuktikan Meiliana tidak menolak azan, namun meminta volume suara azan dikecilkan.
“Vonis ini mencerminkan ketidakadilan, jerat hukum atau yang dikenakan ke ibu Meiliana yang meminta suara azan di masjid dikecilkan, itu tidak bisa dikatakan penodaan atas nama agama,” kata Bonar, Sabtu (25/8).
Bonar mendukung langkah Meiliana yang memilih mengajukan banding atas vonis 18 bulan penjara. Ia berharap hakim di Pengadilan Tinggi Sumatera Utara lebih jeli melihat kasus yang melilit Meiliana agar mendapat keadilan.
BACA BERITA TERKAIT:
https://www.taslabnews.com/2018/08/meliana-divonis-18-bulan-pbnu-protes.html?m=0
“Saya dengar mereka (Meiliana) akan banding, mudah-mudahan pengadilan ditingkat berikutnya bisa lebih memperhatikan rasa keadilan masyarakat,” ujarnya.
Meiliana merupakan ibu rumah tangga beragama Budha. Ia memiliki empat anak dengan suami yang bekerja serabutan dan hingga saat ini mereka masih mengontrak rumah. Dia didakwa melakukan penodaan agama karena pada 22 Juli 2016 menyampaikan kepada tetangganya tentang suara pengeras suara di masjid dekat rumahnya yang lebih keras dibandingkan sebelumnya.
Sang tetangga menyampaikan hal itu kepada pengurus masjid. Sempat ada pertemuan antara pengurus masjid dengan Meiliana dan suami. Sang suami bahkan sempat mendatangi pengurus masjid khusus untuk meminta maaf. Namun, ternyata, ada pihak-pihak tertentu yang memprovokasi masyarakat, antara lain melalui media sosial.
Sekedar mengingatkan, kasus Meliana ini bermula ketika Meliana mengatakan kepada pengurus masjid dan warga: “Lu, Lu yaa (sambil menunjuk ke arah jemaah masjid). Itu masjid bikin telinga awak pekak. Kalau ada pula jemaah minta berdoa, minta kakilah bujang, bukannya angkat tangan,” ucap Meiliana seperti diceritakan Harris Tua di Masjid Al Maksun, Kamis (4/8/2016).
Perdebatan tersebut tidak berlangsung lama setelah suami Meiliana, Lian Tui, hadir menjadi penengah dan meminta maaf kepada jemaah masjid.
Namun suasana kembali tegang setelah Meiliana kembali berteriak dan marah saat adzan Isya. Sikap itu membuat masyarakat makin emosi. Pengurus Badan Kemakmuran Masjid dan jemaah membawa Meiliana ke kantor Kelurahan Tanjung Balai Kota 1. (Syaf/tmc/int)