TASLABNEWS, ASAHAN-Sudah berbulan-bulan Bupati Asahan Taufan Gama Simatupang tidak bisa menjalankan roda kepemimpinan akibat sakit yang dideritanya. Usulan pemakzulan (pemberhentian) terhadap Taufan Gama pun mencuat.
Bupati Asahan Taufan Gama Simatupang menaiki kursi roda akibat sakit yang dideritanya. |
Pantauan taslabnews.com, di media sosial seperti facebook ungkapan DPRD Asahan agar melakukan pemakzulkan terhadap Taufan terus bermunculan.
Seperti setatus akun facebook S Marpaung, Kamis (16/8). Dalam statusnya dituliskan:
“Pengumuman”
Diberitahukan kepada seluruh elemen mahasiswa/i aktivis gerakan, pemuda dan seluruh elemen.
Kawan kawan sekalian kita harus mengepung kantor DPRD Asahan untuk memberitahukan kepada mereka agar menggunakan Hak Interplasi kepada Bupati Asahan terkait tidak aktif nya dan diketahui bersama bahwa beberapa kali kegiatan pemerintah beliau tidak hadir dan selalu diwakilkan.
Bahwa ketidak hadiran itu disebabkan karena secara fisik bupati mengalami sakit yang cukup lama sehingga wajar jika ini dikategorikan berhalangan tetap.
Maka dari itu kami meminta DPRD untuk segera bersidang menggunakan hak atas kondisi bupati saat ini.
#Asahan belum merdeka Bupati Sakit
#ASAHANSAKIT
#KAMI_RINDU_BUYA
#maribersamakitakepungDPDR
#Meminta_DPRD_untuk_melakukan_pemakjulan
Itu adalah isi postingan yang meminta agar Bupati Asahan dimakzulkan.
Postingan itu pun mendapat banyak tanggapan. Ada yang mendukung dan ada yang menolak.
Sebelumnya beberapa postingan serupa juga marak di facebook.
Hanya saja menurut UU Pemerintahan Daerah, pemberhentian kepala daerah dilakukan karena meninggal dunia, permintaan sendiri atau diberhentikan karena beberapa hal:
a. berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama enam bulan;
c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala daerah; d. dinyatakan melanggar sumpah/ janji jabatan kepala daerah;
e. tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah;
f. melanggar larangan bagi kepala daerah.
Pemakzulan kepala daerah diusulkan kepada Presiden berdasarkan putusan Mahkamah Agung atas pendapat DPRD bahwa
kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan dan/atau tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Pendapat DPRD tersebut diputuskan melalui Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang- kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPRD yang hadir. MA wajib memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPRD tersebut paling lambat 30 hari setelah permintaan DPRD itu diterima Mahkamah Agung dan putusannya bersifat final.
Setelah MA memutuskan kepala daerah terbukti melanggar sumpah/janji jabatan atau tidak melaksanakan kewajiban, DPRD menyelenggarakan Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang- kurangnya 3/4 dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPRD yang hadir untuk memutuskan usul pemberhentian kepala daerah dan/ atau wakil kepala daerah kepada Presiden.
Selanjutnya, Presiden wajib memproses usul pemberhentian kepala daerah tersebut paling lambat 30 hari sejak DPRD menyampaikan usul tersebut. (syaf)