TASLABNEWS, Jakarta – Usai menjalani pemeriksaan secara intensif oleh tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Hakim Ad Hoc Tipikor PN Medan, Merry Purba ditetapkan sebagai tersangka dan langsung dibawa ke rutan KPK.
“MP ditahan 20 hari pertama di Rutan Cabang KPK di belakang gedung merah putih KPK,” kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (29/8)
Pantauan Okezone di lapangan, Merry Purba rampung menjalani pemeriksaan sekira pada pukul 17.46 WIB dengan mengenakan rompi tahanan KPK. Dia diperiksa lanjutan secara intensif selama sembilan jam sebelum pada akhirnya dijebloskan ke penjara.
Dalam kesempatan itu, Merry mengaku bingung atas kejadian tangkap tangan terhadap dirinya yang hingga akhirnya ditetapkan sebagai tersangka suap pemulusan perkara.
“Saya engga tahu, makanya saya bingung sampai sekarang ini saya bingung,” kata Merry.
Saat dikonfirmasi terkait sejumlah uang dalam pecahan Dollar Singapura yang diamankan saat OTT kemarin, Merry lagi-lagi mengaku masih bingung. Dia menyatakan, tidak tahu menahu soal uang itu.
“Saya engga tau sama sekali, makanya saya bingung. Tapi memang iya saya yang tangani kasusnya,” terangnya.
Merry mengakui mengenal pengusaha Tamin Sukardi yang kini juga berstatus tersangka. Namun demikian, Merry mengklaim mengenal Tamin hanya sebagai terdakwa dalam persidangan. Mery sendiri merupakan salah satu hakim yang menyidangkan kasus Tamin Sukardi di PN Medan.
“Enggak, enggak, kenal lewat perkara aja kan waktu sidang aja. Enggak enggak, enggak pernah ketemu diluar,” terangnya.
Hakim Ad Hoc Tipikor PN Medan, Merry Purba dibawa ke rutan KPK. |
Merry Purba sendiri telah ditetapkan tersangka kasus dugaan suap pemulusan putusan perkara di PN Medan. Selain Merry, KPK juga menetapkan tiga tersangka lainnya yakni, pengusaha Tamin Sukardi; panitera pengganti Elpandi; dan orang kepercayaan Tamin, Hadi Setiawan.
Merry diduga menerima suap sebesar 280 ribu Dollar Singapura untuk mempengaruhi putusan perkara tipikor nomor perkara 33/Pid.sus/TPk/2018/PN.Mdn dengan terdakwa Tamin Sukardi.
Dimana, dalam putusan majelis hakim yang dibacakan pada 27 Agustus 2018, Tamin Sukardi divonis pidana enam tahun penjara dan denda Rp500 juta subsidair enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp132 miliar.
Dalam putusan tersebut, Hakim Merry Purba menyatakan Dissenting Opinion (DO) alias perbedaan pandangan. Putusan tersebut lebih rendah empat tahun dari tuntutan jaksa.
Pemberian uang sebesar 280 Dollar Singapura diberikan dalam dua kali tahapan. Pemberian suap dilakukan melalui perantara yakni antara Panitera Pengganti Helpandi dengan orang kepercayaan Tamin, Hadi Setiawan.
Sebagai pihak yang diduga menerima, Merry Purba dan Helpandi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebagai pihak yang diduga pemberi, Tamin Sukardi dan Hadi disangkakan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 (1) a atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dinon-aktifkan Sementara
Mahkamah Agung (MA) mengambil langkah tegas menyikapi penetapan tersangka terhadap Merry Purba. MA memberhentikan sementara atau menon-aktifkan Merry Purba sebagai Hakim Ad Hoc Tipikor pada PN Medan.
“Untuk Hakim Ad Hoc MP (Merry Purba) kami berhentikan sementara dulu,” kata Wakil Ketua MA, Sunarto saat menggelar konpers bersama KPK, di Gedung Merah Putih, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (28/8).
Selain Merry Purba, MA juga menon-aktifkan Helpandi sebagai panitera pengganti PN Medan. Helpandi juga telah ditetapkan tersangka bersama-sama dengan Merry Purba.
Menurut Sunarto, kedua tersangka kasus dugaan suap pemulusan putusan perkara tipikor di PN Medan tersebut masih tetap akan menerima gaji pokok selama perkaranya belum berkekuatan hukum tetap (inkrah). Namun, keduanya tidak akan menerima sejumlah tunjangan jabatan.
“Sampai putusan yang berkekuatan hukum tetap, langsung diberhentikan tetap,” terangnya.(okc/int)