TASLABNEWS, MEDAN -Suasana di Tigaras, Danau Toba, Simalungun, Senin (2/7) heboh. Aktivis, Ratna Sarumpaet terlibat cekcok dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan, di Posko SAR Terpadu tenggelamnya kapal motor (KM) Sinar Bangun.
Ratna Serumpet |
Keduanya terlibat cekcok setelah Ratna memprotes keputusan pemerintah menghentikan upaya pencarian para korban mulai 4 Juli 2018. Protes itu disampaikan Ratna sembari berteriak, saat Luhut tengah berdialog dengan para keluarga korban. Luhut pun membalas amuk Ratna dengan meminta petugas membawa Ratna keluar dari Posko.
Aksi “Amuk” Ratna itu pun mendapat respons beragam dari keluarga korban. Ada yang mendukung, namun banyak pula yang mencibir.
Seperti Paulina Girsang. Perempuan paruh baya itu mendukung amuk yang dilakukan Ratna, karena menilai upaya pencarian yang dilakukan pemerintah belum maksimal hingga hari ke-15 hari ini. Padahal bangkai kapal tersebut sudah ditemukan.
“Sudah betul itu (Amuk Ratna). Harus ada yang seperti itu supaya pemerintah ini benar kerjanya. Kami harus dapat kepastian lah. Kalau pun tak jasadnya, paling enggak entah bajunya, celananya atau barang pribadinya lah diambil. Jadi kami tahu keluarga kami jadi korban atau tidak. Ini kan enggak. Dari kemarin kapal dapat, tapi enggak diangkat-angkat,” tukas Paulina.
Pendapat berbeda datang dari Rapidin. Ia justru mencibir apa yang dilakukan ibu dari artis Atika Hasiholan itu.
“Harusnya tidak perlu ribut-ribut lah. Pemerintah juga sudah berupaya maksimal. Memang ada kesalahan pemerintah, tapi apa yang terjadi saat ini juga mereka tidak inginkan. Jadi alangkah lebih baik kita selesaikan dengan kepala dingin. Ada cara lebih bijak seharusnya,” kata Rapidin Purba, salah seorang keluarga korban.
Hal senada disampaikan Murni Samosir. Murni yang kehilangan anak perempuannya dalam insiden itu meminta agar Ratna tak justru membuat gaduh dalam kesedihan mendalam yang mereka rasakan.
Murni bahkan menegaskan, jika memang mau membantu, sebaiknya diwujudkan dalam bentuk nyata. Bukan justru membuat kegaduhan.
“Kalau cari panggung jangan di atas penderitaan orang. Dia apa mengerti masalahnya. Kami yang paling ingin agar keluarga kami ditemukan. Tapi kami harus tetap rasional, seperti yang disampaikan Pak Luhut tadi,” tukasnya.
Informasi lain diperoleh, Ratna marah dan berteriak-teriak kepada Menteri Koordinator Bidang Maritim, Luhut Binsar Panjaitan, yang tengah bertemu dengan keluarga korban di posko tersebut. Hal itu dilakukannya karena ia menolak keputusan pemerintah yang menghentikan upaya pencarian.
“Semua mayat diangkat, baru boleh dihentikan. Jangan ada berani menghentikan,” teriak Ratna.
Ratna menegaskan, insiden tenggelamnya KM Sinar Bangun bukanlah semata persoalan lokal di Tapanuli, bukan Lokal Indonesia. Namun merupakan persoalan Internasional, karena menyangkut masalah kemanusian.
“Saya bisa saja mengadu kepada Persatuan Bangsa-bangsa. Namun ini kan bisa dibicarakan secara baik-baik,” tandas Ratna yang kesal setelah Luhut memerintahkan petugas membawanya dari luar posko.
Ratna juga mencibir upaya pemerintah menyuap para korban dengan iming-iming santunan uang senilai Rp69 juta.
“Itu gila nyawa orang, ada situ keluarganya mau dibayar Rp69 juta. Kemudian selesai, tidak bisa begitu,” tutur Ratna.
Luhut sendiri sempat berbicara keras usai mendengar teriakan Ratna. Ia bahkan meminta agar Ratna tidak buat rusuh dalam posko tersebut.
“Saya ngomong sama kamu nanti, bukan kamu prioritas utama. Prioritas pertama adalah rakyat ini. Jangan ngomong macam-macam sama saya,” bentak Luhut.
Kemudian, Ratna diarahkan sejumlah petugas kepolisian untuk meninggalkan Posko Terpadu, agar cekcok mulut tidak berlanjut kembali. Namun, diluar Posko Ratna sang aktivis itu tetap berteriak-teriak. (Syaf/int)