TASLABNEWS, LABUHANBATU–Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap menggunakan modus baru dalam kasus dugaan suap proyek-proyek di lingkungan Kabupaten Labuhanbatu, Tahun Anggaran 2018 yang mengakibatkan dirinya berurusan dengan KPK.
Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap saat diboyong KPK. |
Itu dikatakan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang, Kamis (19/7).
BACA BERITA TERKAIT:
https://www.taslabnews.com/2018/07/bupati-labuhanbatu-pangonal-harap.html?m=0
https://www.taslabnews.com/2018/07/memalukan-bupati-labuhanbatu-pangonal.html?m=0
https://www.taslabnews.com/2018/07/pangonal-harahap-baru-17-bulan-jabat.html?m=0
https://www.taslabnews.com/2018/07/taslabnews-labuhanbatu-bupati.html?m=0
https://www.taslabnews.com/2018/07/pangonal-harahap-ditangkap-di-bandara.html?m=0
“KPK telah mengungkap modus baru yang dilakukan oleh para pelaku. Yaitu, modus menitipkan uang dan kode proyek. Beberapa cara-cara baru dilakukan untuk mengelabui penegak hukum,” ujar Saut dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Pelaku yang terlibat dalam kasus ini menggunakan kode rumit untuk daftar proyek dan perusahaan mana yang mendapatkan jatah. Kode ini berupa kombinasi angka dan huruf yang jika dilihat secara kasat mata tidak akan terbaca sebagai sebuah daftar jatah dan komisi proyek di Labuhanbatu.
“Pihak penerima dan pemberi tidak berada di tempat saat uang berpindah,” kata Saut.
Selain itu, uang yang ditarik dari cek sebesar Rp576 juta dilakukan pada jam kantor oleh pihak yang disuruh memberi di sebuah bank. Dalam kasus ini, uang ditarik oleh orang kepercayaan pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi Effendy Sahputra, berinisial AT.
Sebanyak Rp16 juta diambil untuk dirinya sendiri. Sementara Rp61 juta ditransfer ke Effendy, sedangkan Rp500 juta disimpan dalam tas keresek dan dititipkan ke petugas bank dan kemudian AT pergi meninggalkan bank. Uang itu nantinya akan diambil oleh orang kepercayaan Pangonal, Umar Ritonga.
“Selang beberapa lama, pihak yang diutus penerima mengambil uang tersebut,” ungkap Saut.
Untuk diketahui, Umar hingga saat ini belum menyerahkan diri ke KPK. Adapun uang sebesar Rp500 juta ikut dibawa Umar. Ia tidak kooperatif pada saat akan ditangkap oleh KPK di luar bank usai mengambil uang tersebut.
“Kami ingatkan, KPK tidak akan dapat dikelabui dengan modus-modus seperti ini. Penyelenggara negara dan pihak swasta lebih baik menghentikan perilaku suap tersebut,” ujarnya.
Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menuturkan, tujuan pemberian suap diduga terkait dengan sejumlah proyek di lingkungan Kabupaten Labuhanbatu Tahun Anggaran 2018.
“Yang baru terungkap untuk rumah sakit (RSUD Rantau Prapat). Yang lain belum (terungkap),” kata Febri.
Ia menilai, permainan kode itu hanya bisa dipahami oleh para pelaku. Adapun unsur yang dimuat dalam kode itu terkait informasi proyek, nilai proyek, fee proyek, serta siapa saja yang mendapatkan jatah dari proyek tersebut.
“(Kode) manual saja, tetapi kalau sampai jatuh ke orang lain yang tahu hanya sedikit saja. Seperti apa bentuknya saya kira tidak tepat disampaikan sekarang, tetapi ada informasi yang terindentifikasi oleh tim dan dalam penyidikan terkonfirmasi bahwa itu ditujukan untuk jatah pada pihak tertentu,” papar Febri.
Selain Pangonal, KPK juga menetapkan pihak swasta bernama Umar Ritonga sebagai tersangka. Umar dan Pangonal diduga sebagai penerima suap. Tidak hanya itu, KPK juga menetapkan pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi Effendy Sahputra sebagai tersangka. Effendy diduga sebagai pemberi suap.
Dalam kasus ini, Pangonal dan Umar disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Effendy disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. (syaf/int)