TASLABNEWS.ASAHAN–Realisasian proyek Pembangkit Linstrik Tenaga Air (PLTA Asahan.1.2.3.4.5) yang melibatkan sejumlah nama perusahaan di Kecamatan Aek Songsongan, Kabupaten Asahan dan Kecamatan Pintu Pohan, Kabuparen Toba Samosir yang masuk kasawan hutan lindung diduga tidak mengantongi izin dari Kementrian Kehutanan Republik Indonesia.
Lokasi proyek pembebasan lahan PLTA. |
“Saya belum menerima secara resmi surat pemberitahuan dari Menteri Kehutanan RI terkait beroperasinya PLTA di wilayah kerja saya, nanti akan kita cek situasi ini,” kata Kepala Kesatuan Pengelola Kawasan Hutan Wilayah III (KPH III) Asahan saat dikonfirmasi Awak media, Sabtu (30/6).
Informasi dihimpun , perealisasian proyek PLTA itu sedang tahap pembebasan lahan dikawasan hutan lindung yang dan kawasan sungai Asahan di Desa Tangga dan Desa Marjanji Aceh, Kecamatan Aek Songsongan.
Harga ganti untung berpareasi yang diterima warga dari Rp600 juta hingga Rp2 miliar.
Ironisnya sejumlah masyarakat sempat menyatakan menolak kehadiran proyek sebab proses ganti rugi lahan yang telah diusahai warga sehak puluhan tahun lalu dinilai tidak berpihak kepada masyarakat dan sejumlah kejanggalan dugaan mark up ganti rugi terjadi di lokasi proyek.
P Panjaitan (45) didampingi J Marpaung (46) warga Desa Tangga mengaku kecewa dengan pengelola proyek pembebasan lahan PLTA sedang berlangsung di klaim pihak pemerintah.
“Namun harga satuan isi tananaman yang diganti rugi tidak transparan, ada yang diganti tidak sesuai fakta , yang kita ketahui namun saat kita protes kepada pihak Muspika kita akan di sidangkan ke PTUN, ya masyarakat takut kalau dengar nama pengadilan dibawa bawa. Pusing dan merasa dirugikan kita selaku masyarakat di buat situasi ini. Kita berharap pihak penegak hukum (Polisi) dapat memantau situasi ini agar tak jadi ajang korupsi dan dugaan lain untu proyek PLTA,” kata P Panjaitan.
Terpisah Camat Aek Songsongan K Parapat saat dikonfirmasi mengatakan , sejumlah pertemuan antara pihak rekanan PT Asahan 1.2.3.4.5 dengan masyarakt telah berlangsung lebih dari sekali di kantor camat.
“Terkait keberatan masyarakat saya kurang mengetahui,” kata K Parapat.
Sementara Kades Marjanji Aceh Sofyan mengaku bingung dengan prores ganti rugi kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Kawasan Hutan Lindung bisa diganti rugi tanpa melibatkan KPH Asahan.
M Yunus SH selaku praktisi Hukum Asahan menilai situasi ini kurang tepat. Jika terbukti ada pelanggaran dugaan Mark -Up dan terbukti merusak kawasan hutan maka pelaku dapat dipidanakan.
Sementara itu Kapolres Asahan AKP Yemi Mandagi melalui Kasat Reskrim AKP Arif Batu Bara SH berjanji akan menindak lanjuti kelugan warga. (Cr1/syaf)