Itu dikatakan mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Asahan Ibnu Hazar Saragih kepada taslabnews, Rabu (6/6).
Menurut Ibnu, jika terbukti benar mendukung pasangan Cagubsu maka ada dua sanksi yang bisa dikenskan yakni sanksi administrasi dan pidana.
Ibnu mengatakan, pada dasarnya kepala desa dilarang membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu serta dilarang ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah.
Perbuatan kepala desa yang membuat kebijakan untuk mengajak warga di desanya agar mendukung atau memilih seorang peserta pemilu dapat saja dianggap membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu atau merupakan keterlibatan kepala desa dalam kampanye Pemilu. Akan tetapi, tentunya hal tersebut harus dibuktikan dulu.
Kepala Desa yang ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye Pemilu dengan membuat keputusan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta Pemilu dalam masa kampanye dapat dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis, serta sanksi pidana berupa pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.
Pada dasarnya kepala desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa tidak boleh ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum. Selain itu, juga kepala desa tidak boleh membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu.
Merujuk pada UU 7/2017, tindakan seorang kepala desa yang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilihan Umum (Pemilu) dalam masa kampanye termasuk kategori tindak pidana Pemilu,sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 490 UU 7/2017, yang berbunyi:
Yang dimaksud dengan tindak pidana Pemilu menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyelesaian Tindak Pidana Pemilihan dan Pemilihan Umum (perma 1/2018)adalah tindak pidana pelanggaran dan/atau kejahatan sebagaimana diatur dalam UU 7/2017.
Jika masyarakat menemukan adanya dugaan tindak pidana pemilu yang dilakukan oleh kepala desa, maka masyarakat dapat melaporkan pada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota dan/atau Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kecamatan.
Kemudian nanti temuan itu akan diteruskan pada Kepolisian Negara Republik Indonesia paling lama 1 x 24 jam, sejak Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota dan/atau Panwaslu Kecamatan menyatakan bahwa perbuatan atau tindakan yang diduga merupakan tindak pidana pemilu. Baru kemudian nanti Pengadilan negeri dan pengadilan tinggi berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara tersebut.
Ibnu mengingatkan bagi kepala desa agar menjaga netralitas dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2018 khususnya di Sumatra Utara. Apalagi saat ini Pilkada telah memasuki tahapan kampanye.
Dalam UU no 10 tahun 2016 tentang Pilkada pasal 71 sangat tegas melarang keterlibatan kepala desa dalam kampanye.
“Kepala desa juga dilarang melakukan tindakan yang menguntungkan salah satu pasangan calon Gubsu di masa kampanye ini,” tambah Ibnu.
Ibnu melanjutkan, larangan kepala desa terlibat dalam kegiatan partai politik dan kampanye di Pilkada dan Pemilu juga diatur dalam UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Selain di UU Pilkada, larangan Kepala Desa dalam kampanye juga ditegaskan di UU Desa pasal 29. Sanksinya mulai teguran, tertulis hingga pemberhentian.
Oleh sebab itu, ibnu mengingatkan para kepala desa se kabupaten asahan atau pengurus APDESI kab asahan untuk tidak main-main dan terlibat politik praktis. Saya meminta penyelenggara Pemilu khususnya panwaslih asahan dan Panwaslih di tingkat Kecamatan agar mengawasi jalan nya proses kampanye PILGUBSU di kabupaten asahan. (syaf)