Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri |
Menurut Menaker Hanif Dhakiri, THR wajib dibayarkan oleh setiap perusahaan kepada pekerja/buruh paling lambat H-7 lebaran sebesar uang gaji satu bulan sebagaimana tertuang dalam pasal 5 ayat (4) Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR. Jika tidak, ada tiga macam sanksi yang menunggu.
Hanif mengatakan, Posko dan Satgas THR telah dibentuk untuk mengawal pemberian THR dari pengusaha kepada pekerja/buruh dan mengantisipasi timbulnya keluhan dalam pelaksanaan pembayaran THR Keagamaan. Posko ini efektif bekerja melayani masyarakat mulai kemarin, 28 Mei 2018 hingga 22 Juni 2018.
Tiga jam setelah dibuka, sudah 200 lebih pengaduan yang masuk. Mulai dari saluran telepon, email, whatsapp, hingga datang langsung ke posko. Tahun lalu, Kemnaker mencatatkan 412 pelanggaran THR.
Hanif menjelaskan. Ia sudah menugaskan setiap Dinas Tenaga Kerja di setiap provinsi kabupaten/kota untuk segera menyiapkan posko serupa di masing-masing wilayahnya.
Dalam pengaduan atau pelaporan, Hanif mengingatkan pentingnya mencantumkan identitas pelapor secara jelas. Berdasarkan pengalaman tahun sebelumnya, petugas menemukan kesulitan untuk memverifiksi laporan yang masuk karena ada identitas yang tidak jelas.
“Kalau identitas jelas, petugas lebih mudah menemukan kontak personnya maupun pihak-pihak yang diperlukan untuk pendalaman dalam suatu kasus, “ katanya. Proses penyelesaian urusan THR kata Hanif akan berlangsung singkat. Hanya laporan, verifikasi, lalu tindakan.
Hanif menambahkan, Posko Satgas THR ini tidak hanya menjadi sarana bagi pekerja/buruh mengadukan permasalahan THR, namun juga dapat menjadi rujukan perusahaan untuk berkonsultasi terkait pembayaran THR. Tahun lalu, Kemnaker mencatatkan 412 kasus THR tidak dibayarkan sebagaimana mestinya. Jumlah tersebut diambil dari total 3.028 pengaduan meliputi 2.802 pengaduan THR dan 226 pengaduan non THR. “Kan tidak semua pengaduan jadi pelanggaran, ada yang hanya berkonsultasi saja, ada yang hanya bertanya,” kata Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI Jamsos) Haiyani Rumondang.
Dari 412 kasus tersebut, Haiyani menyebut 290 diantaranya adalah kasus THR tidak dibayar, sementara 122 kasus sisanya tentang THR yang dibayar kurang dari ketentuan. Pulau Jawa masih menjadi yang terbanyak dengan 199 perusahaan yang melakukan pelanggaran.Terhadap perusahaan yang tidak memberikan THR ini, Haiyani mengatakan pengawas ketenagakerjaan dapat memberikan rekomendasi sanksi teguran tertulis dan pembatasan kegiatan usaha kepada Pemda setempat.
Sementara, Wakil Gubernur Sumut (Wagubsu) Nurhajizah Marpaung menyadari betul kondisi batin para honorer. Dimana setiap tahun, tak pernah dianggarkan untuk pemberian tunjangan hari raya (THR) dan gaji 13 kepada mereka.
Desakan kepada Kemendagri itu, diakui Nurhajizah agar pemerintah pusat membuat aturan khusus supaya honorer berhak menerima THR maupun gaji 13. ” Hal ini karena terbentur aturan Kemendagri. Kalau nggak ada dasar hukumnya, kita pun nggak berani. Sebab, selama ini anggarannya dari pusat. Makanya sekarang ini daerah-daerah termasuk Sumut, mendesak ada alokasi THR dan gaji 13 bagi honorer,” katanya, Selasa (29/5).
Bukan maksud menjanjikan, Pemprovsu saat ini masih berjuang mencari alokasi anggaran untuk pemberian THR dan gaji 13 para honorer. Tapi sekali lagi, tegas Nurhajizah, pihaknya terlebih dahulu menunggu aturan khusus dari Kemendagri sekaitan hal dimaksud.
Kondisi saat ini, diakui dia memang sungguh dilematis karena sudah terlalu banyak tenaga honorer yang bekerja di lingkungan Pemprovsu. Dia berjanji, paska Gubsu Erry Nuradi pulang dari kunjungan kerja luar negeri akan berdiskusi lebih lanjut mengenai hal ini.
Terpisah, Wali Kota Medan Dzulmi Eldin juga mengaku, hingga saat ini belum ada kebijakan dari pemerintah pusat yang memutuskan agar pegawai honor diberikan THR.
Disinggung bagaimana untuk tahun depan, Eldin tak mau berandai-andai atau berspekulasi. Ia lebih memilih menunggu arahan pemerintah pusat ketimbang memunculkan terobosan baru. “Nanti kita lihat perintah pusat bagaimana, apa kata mereka pasti kita ikuti,” tegasnya.
Sedangkan mengenai Camat Medan Kota yang menyurati warganya meminta sumbangan untuk THR para honorer di lingkungan Kecamatan Medan Kota, Eldin mengaku sudah memerintahkan camat tersebut untuk menarik surat tersebut. Namun sayangnya, Eldin tak menjelaskan kenapa surat itu ditarik padahal bertujuan membantu pegawai honorer yang tak mendapatkan THR. “Sudah saya suruh tarik suratnya,” tegasnya.
Camat Medan Kota Eddi Mulia Matondang yang dikonfirmasi tak menampik surat bantuan sumbangan yang diedarkannya kepada warga telah ditarik. Pun begitu, Eddi tak membeberkan alasannya kenapa ditarik surat tersebut. “Enggak apa-apa, kita tarik saja,” kata Eddi melalui pesan singkat yang dikirimnya. Sebelumnya, Eddi sudah coba dihubungi tetapi tak mau mengangkat sambungan ponselnya.
Sementara, Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Syarifuddin mengatakan, pihaknya tidak mungkin mengubah kebijakan dengan memperbolehkan pemerintah daerah memberi THR kepada honorer menggunakan dana dari APBD. Sebab, aturan yang berlaku menyebutkan bahwa pihak yang berhak menerima THR dan gaji ke-13 adalah PNS, anggota TNI/Polri, pejabat negara dan penerima pensiun atau tunjangan.
“Kecuali aturannya berubah atau diatur kemudian. Namun, kalaupun itu dilakukan, saya rasa akan menjadi kesulitan tersendiri juga bagi kami. Sebab, karakter honorer di pusat dan daerah itu berbeda,” ujar Syarifuddin kepada JPNN (grup Sumut Pos), Senin (28/5).
Menurut Syarifuddin, di pemerintah pusat ada kecenderungan honorer hanya bersifat sementara. Pegawai honorer diangkat sesuai kebutuhan. Artinya, banyak honorer yang diangkat hanya untuk masa kerja tak lebih dari satu tahun. “Nah, kalau misalnya honorer itu kebutuhannya hanya tiga bulan, maka diangkat hanya tiga bulan. Demikian juga ada yang enam bulan atau sebelas bulan. Jadi, aneh juga kalau tiba-tiba mereka disebut mendapat gaji ke-13 kalau kebutuhannya hanya enam bulan,” beber Syarifuddin. (syaf/int)