TASLABNEWS, PALAS-Seorang siswi SMP di Kabupaten Padang Lawas (Palas) NRS, ditemukan tewas tergantung di kamarnya di Desa Binanga, Kecamatan Barumun Tengah (Barteng), Kabupaten Padang Lawas (Palas). Diduga, siswi SMP Negeri 1 Barteng ini, memilih mengakhiri hidupnya karena tidak memiliki laptop.
Jenazah siswi SMP di Palas yang tewas gantung diri di kamar gara-gara tidak punya laptop. |
Informasi yang dihimpun dari Polsek Barumun Tengah (Barteng), NRS ditemukan tergantung di dalam kamar, Kamis (15/3) sekira pukul 13.00 WIB. Putri dari MS ini awalnya ditemukan adiknya, SS yang masih berusi tujuh tahun.
Melihat kakaknya tergantung dengan tali di leher, lalu SS meminta pertolongan dan memberitahukan kejadian tersebut kepada Ruslan Harahap dan Weldi Nasution yang kebetulan melintas di depan rumah mereka.
Mengetahui hal tersebut, selanjutnya Ruslan dan Weldi masuk ke dalam kamar korban. Dan, korban ditemukan dalam keadaan tergantung dengan leher terikat tali ke salah satu tiang di kamar itu. Untuk melakukan pertolongan, korban diturunkan dan tali yang membelit lehernya dilepas. Namun, korban sudah tidak bernyawa lagi.
Selanjutnya kejadian yang tak disangka-sangka itu diberitahukan kepada orang tua korban yang kebetulan sedang tidak di rumah. Di sisi lain, Polsek Barteng yang mendapat informasi tersebut terjun ke TKP, rumah korban.
Polisi langsung cek dan olah TKP. Barang bukti berupa 1 helai tali nilon yang panjangnya sekitar 1 meter turut diamankan. Usai divisum, korban diserahkan ke pihak keluarga untuk selanjutnya disemayamkan, Jumat (16/3).
“Korban diduga bunuh diri,” tukas Kapolsek Barteng AKP Amir Faizal SE.
Sementara Akhir Siregar dari KPAI Kabupaten Palas yang juga warga setempat kepada Metro Tabagsel mengaku korban diduga nekat gantung diri karena hasrat beli Laptop yang tak tercapai. Laptop ini rencananya sebagai syarat mengikuti UNBK dalam waktu dekat.
“Karena tak terbeli, makanya dugaan bunuh diri,” sebut Akhir.
Akhir juga berharap kejadian ini bisa menjadi evaluasi bagi sekolah yang terkesan memaksakan siswa memiliki laptop guna keperluan UNBK. Sebab, tidak semua orangtua siswa mampu.
“Kesannya kan jadi dipaksakan, kalau tak ada laptop tak bisa ujian. Karena saya juga merasakan hal yang sama, anak kita yang satu sekolah dengan korban ini juga demikian, katanya masing-masing siswa kelas tiga harus ada laptop. Ya kemungkinan gara-gara itu,” katanya.
Sepeninggalan NRS, siswi SMPN 1 Barteng yang gantung diri di kamarnya di Desa Binanga banyak yang tak menyangka. Pihak sekolah sendiri kaget dengan kepergian siswi yang dikenal santun ini, yang terkesan nekat.
Padahal, NRS siswi yang duduk di bangku kelas IX 3 ini dikenal santun mengikuti akademik sekolah. Meski jadi siswi biasa saja di akademik, NRS dikenal sebagai siswi yang berprestasi d ibidang karate.
Mulai kejuaraan karate tingkat kabupaten hingga provinsi, pernah diikutinya. Tentu saja membawa nama baik daerah dan sekolah.
“Bahkan kita dari sekolah ikut memberangkatkannya saat mau ke provinsi beberapa bulan lalu. Memang akademiknya biasa saja, tapi dia (NRS, red) atlet karate,” kata Kepala SMPN 1 Barteng A Panigoran Siregar kepada Metro Tabagsel, Jumat (16/3).
Terkait dugaan banyak tekanan termasuk ketidakmampuan beli laptop guna keperluan UNBK nanti, Kepala Sekolah membantah. Pihaknya tak ada sama sekali memaksakan siswa-siswi harus mempunyai laptop saat UNBK nanti. Memang disarankan agar membawa laptop sebagai pendukung mutlak saat ujian.
“Tak ada kita paksa, kalaupun tak ada bisa pinjam dengan temannya yang lain. Apalagi saat ujian nanti kan dibagi per sesi, jadi bisa gantian,” jelas Panigoran.
Solusi bergantian, salah satu cara pihak sekolah menanggulangi siswa yang kurang mampu. Terlebih server yang tersedia di sekolahnya saat ini hanya bisa menampung sekira 40 jaringan (laptop) saja.
“Sementara dari 86 siswa kelas IX, sudah yang memiliki 55 laptop,” sebutnya.
Tanda-tanda yang berubah dari mental siswi karatedo ini, memang tak begitu nampak. Hanya saja, sejak beberapa bulan terakhir, sering absen, tidak sekolah dengan bermacam alasan.
“Alasannya sakit perut, ada juga menemani ibunya berobat,” ujar kepala sekolah.
Persis di hari kejadian, NRS juga tidak masuk sekolah selama tiga hari berturut. Karena sudah tiga hari tak masuk, pihak sekolah menghubungi orang tua (ayah, red) korban, kenapa tak masuk sekolah.
Tentu saja ayah korban yang kesehariannya tukang singso ini kaget. Dari rumah padahal NRS pamit berangkat ke sekolah. “Begitu dilihat di rumah, itulah kejadian itu,” tandas kepsek. (syaf/int)