TASLAB NEWS, KISARAN-Pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengakui Yerusalem Ibu kota Negara Zionis Israel dinilai melukai perasaan umat Islam.
Rosmansyah |
“Sikap Donald Trump ini oleh banyak kalangan dianggap memang keputusan sangat berbahaya dalam upaya-upaya perdamaian yang telah diperjuangkan dan dibangun oleh pejuang perdamaian, seperti Yitzhak Rabin, Yasser Arafat, dan banyak lagi. Keputusan tersebut adalah pelecehan nyata terhadap upaya perdamaian di Timur Tengah antara umat Islam dan Barat,” ujar Rosmansyah STP, Sekretaris PDI-Perjuangan Kabupaten Asahan kepada koran ini Jumat, (8/12).
.
Menurutnya, jika disadari, bahwa konflik Timur Tengah, Israel-Palestina, menjadi sumber sentimen berbagai konflik di dunia, khususnya antara dunia Islam dan Barat. Kebencian dan permusuhan, bahkan kekerasan timbul di mana-mana. “Semuanya minimal terinspirasi oleh sentimen konflik Palestina-Israel. Dan, salah satu isu terpenting dan menjadi dasar sentimen agama di kedua belah pihak adalah isu Yerusalem, atau Al-Quds dalam bahasa Arabnya,” ujar politisi muda dari PDI-P Kabupaten Asahan ini.
Kita mengetahui dari sejarah, ujarnya, bahwa Yerusalem adalah kota tua sekaligus simbol kejayaan masa lalu mereka. The Temple of Solomon yang diyakini terletak persis di bawah Masjid Al-Aqsa itu adalah impian keagamaan bagi mereka. Kira-kira mirip keinginan seorang muslim menatap wajah baginda Rasulullah SAW.
Sebaliknya Al-Quds, tempat Masjidil Al-Aqsa berdiri, juga menjadi bagian integral dari keimanan Islam. Tempat ini bagi orang Islam bukan sekedar terbangun di atas sejarah 3000 tahun silam, tapi diyakini sebagai kota akidah, sejak Ibrahim hingga ke anak-anak keturunannya. Bedanya adalah bagi kita memang relevansinya adalah akidah atau keimanan. Sementara umat Yahudi relevansinya adalah sejarah kejayaan etnis dan ras,” sebut Rosmansyah yang juga Ketua Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Asahan.
Akhirnya terjadi dilema besar dari keputusan Donald Trump. Sebuah keyakinan iman tidak akan pernah terselesaikan dengan solusi politik. Dan karenanya pengakuan Donald Trump terhadap Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel tidak mengurangi keyakinan umat bahwa Yerusalem juga adalah kota suci, sekaligus diakui sebagai ibu kota masa depan Palestina.
Akan lebih parah lagi bahwa keputusan Donald Trump mengakui Yerusalem sebagia Ibu Kota Israel semakin memperdalam permusuhan. Dan boleh jadi membawa kepada konflik masif di Timur Tengah. Lebih parah lagi kemarahan itu bukan saja di Timur Tengah. Donald Trump telah menyulutkan api ke dalam bara kebencian kepada Amerika di mana-mana. Implikasinya tidak saja kepada Israel, tapi juga kepada Amerika dan negara-negara pendukung lainnya, termasuk sebagian dunia Islam sendiri.
Apa yang diprakarsai oleh Donald Trump justru berdampak sangat buruk kepada Amerika sendiri. Sejak lama Amerika dicurigai sebagai tuan Israel. Artinya kebijakan-kebijakan buruk pemerintahan Israel dinilai sebagai bagian dari kebijakan Amerika. Bahkan ada kecurigaan jika ekspansi Amerika ke Timur Tengah tujuannya adalah melapangkan jalan bagi Israel untuk semakin melakukan apa saja terhadap negara-negara muslim tetangganya.
Keputusan Donald Trump tersebut, menimbulakan kecurigaan seolah menjadi bukti nyata. Bukan lagi kecurigaan, tapi telah terjadi di depan mata, bahwa Amerika memang selalu menjadi pendukung kuat di belakang layar bagi kepentingan Israel. Amerika akan menjadi bulan-bulanan kebencian dan kemarahan dunia Islam. Pada akhirnya masyarakat Amerika secara luas akan menjadi korban cibiran, suatu ambisi Donald Trump untuk memuaskan segelintir pendukungnya. Dimana di Amerika sendiri banyak juga rakyatnya tidak mendukungnya.
Dukung Sikap PDI-Perjuangan Pusat
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengecam klaim sepihak Amerika Serikat yang mengakui Yerusalem Timur sebagai ibu kota Israel. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan, partainya mendukung penuh YERUSALEM kemerdekaan Palestina yang mencakup wilayah Yerusalem Timur.
“Ini adalah sikap politik PDI Perjuangan. Kita diajarkan bahwa hakekat kemerdekaan ialah hak segala bangsa, dan solusi atas Yerusalem Timur sebagai wilayah pendudukan, harus melibatkan Palestina, tidak bisa dilakukan sepihak,” ujar Hasto di Jakarta, Kamis (7/12).
Dia menegaskan, sikap PDI Perjuangan tersebut berakar kuat dari perintah konstitusi. Selain itu juga berpihak dari sejarah Konferensi Asia Afrika (KAA) yang telah memberikan legitimasi kuat bagi Palestina, untuk diperjuangkan sebagai negara merdeka seutuhnya.
Bahkan, menurut Hasto, pada 1962 Presiden Sukarno atau Bung Karno secara konsisten menolak kehadiran Israel dan Taiwan dalam Asian Games. Meski dengan konsekuensi dikeluarkan dari Komite Olimpiade Internasional.
“Bung Karno tidak tunduk pada tekanan tersebut, malah berinisiasi membentuk Games of The New Emerging Forces (GANEFO) sebagai tandingan Olimpiade tersebut. Betapa bangganya kita sebagai bangsa dengan ketegasan dan kedaulatan politik seperti itu,” kata Hasto.
Karena itu, dia meminta agar pemerintah RI melalui menteri luar negeri untuk secepatnya menggalang dukungan internasional. Hasto juga meminta pemerintah melalui PBB, mengeluarkan resolusi menolak klaim Yerusalem Timur sebagai ibu kota Israel.
“Upaya mendukung Kemerdekaan Palestina, seutuhnya harus menjadi pegangan seluruh diplomasi internasional yang dilakukan Indonesia,” ucap Hasto.
Dia menambahkan, pada saat bersamaan, upaya Presiden Donald Trump memindahkan Kedubesnya di Yerusalem Timur tidak dilakukan terlebih dahulu, guna mencegah ketegangan lebih lanjut. (syaf)