TASLABNEWS.COM, JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan penggeledahan di 11 lokasi berbeda di Medan dan Batubara. Pemeriksaan itu terkait kasus suap Bupati Kabupaten Batubara, OK Arya Zulkarnain, yang diungkap KPK lewat operasi tangkap tangan yang digelar Rabu 13 September lalu.
Bupati Batubara OK Arya |
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Minggu (17/9) mengatakan, 11 lokasi yang digeledah terdiri dari 4 lokasi di Kabupaten Batubara, yakni Kantor Bupati, Kantor Dinas PUPR, Rumah Dinas Bupati dan rumah kurir. Sementara di Medan ada 7 lokasi meliputi Showroom mobil dan rumah milik tersangka Ayen, serta rumah dan kantor 3 tersangka lainnya.
“Penggeledahan dilakukan sejak pagi 15 September 2017 hingga pukul 01.00 dini hari 16 September 2017,” jelas Febri.
Dari penggeledahan itu, kata Febri, disita sejumlah barang yang diduga kuat terkait dengan kasus tersebut.
“Ada voucher transaksi keuangan para tersangka, uang tunai Rp.50 juta dari rumah kurir. Mobil Toyota Avanza dari rumah kurir. Mobil ini diduga sebagai wujud pemanfaatan suap terhadap Bupati. Saat ini dititipkan sementara di kantor Polda Sumut. Kita juga menyita sejumlah dokumen proyek yg terkait dengan perkara ini,”papar Febri.
Barang bukti yang disita dari penggeledahan itu lanjut Febri, masih diperiksa dan dipelajari untuk mendukung proses penyidikan.
“Kami juga sampaikan terimakasih untuk kerjasama Polda Sumut dalam kegiatan ini. Sebagai bentuk saling mendukung dalam pelaksanaan tugas pemberantasa korupsi,” tandasnya.
Ini bukanlah kali pertama kepala daerah dijaring lembaga antirasuah. Sebelumnya ada Wali Kota Tegal Siti Mashita, Bupati Batubara OK Arya Zulkarnaen, yang juga terjaring operasi tangkap tangan dalam waktu berdekatan.
Usai penangkapan Eddy pada Sabtu (16/9) kemarin, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengaku mendapat sejumlah pesan singkat (SMS). Dari kebanyakan SMS itu, isinya adalah meminta dia mundur dari jabatannya.
“Saya mulai tengah malam dan pagi hari ini sudah menerima ratusan SMS, ada pola yang sama.
Mendagri harus mundur, anda gagal untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, yang mencoreng nama bapak presiden,” kata dia ketika ditemui di Lapangan BNPP, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Minggu (17/9).
Menyikapi SMS itu, Tjahjo mengaku siap mundur dari jabatannya bila memang dianggap gagal mengimbau para pejabat daerah di lingkungan kementeriannya untuk tidak korupsi. Dia siap bertanggung jawab bila OTT itu dianggap sebagai kegagalannya menjadi menteri.
“Saya bertanggung jawab kalau ini dianggap kegagalan saya. Saya serahkan pada Bapak Presiden (Joko Widodo) karena yang berhak mencopot saya adalah Bapak Presiden,” sambung dia.
Karena, lanjut dia, SMS yang diterima itu bernada kecewa lantaran banyaknya kepala daerah terjaring operasi tangkap tangan KPK.
“Kalau OTT yang semarak ini pergerakannya diarahkan ke saya, bahwa saya gagal untuk mencegah semakin banyaknya permasalahan hukum yang ada. Kalau diteruskan, sama juga nanti,” tuturnya.
Dia menambahkan, dari ratusan SMS yang diterimanya, Tjahjo hanya membalas ke satu orang saja.
“Kalau itu dianggap salah, saya terima salah, tapi urusan tertangkap tangan, itu urusan pribadi enggak ada instruksi ‘eh kamu harus mengambil dana sekian, ‘eh kamu harus memotong proyek sekian persen, kamu harus ini,'” ucap dia. (syaf)