Farel alias Nanengsih wanita yang menikahi wanita di Tanjungbalai bersama istrinya Salmah. |
TASLABNEWS.COM, TANJUNGBALAI – Masih ingat kasus pernikahan sejenis (wanita nikahi wanita) di Tanjungbalai. Ya kasus pernikahan sejenis antara Farel (Nanengsih) dan Salmah yang sempat menghebohkan warga Tanjungbalai khususnya warga di Jalan Birpot, Lingkungan III, Kelurahan Muara Sentosa, Kecamatan Sei Tualang Raso, Kota Tanjungbalai kembali menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Tanjungbalai.
Nanengsih yang menyamar sebagai pria dengan nama Farel dituntut jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejari Tanjungbalai 3,5 tahun penjara. Nenengsih didakwa terbukti melakukan pemalsuan identitas agar bisa menikah dengan wanita idamannya, Salmah (24).
Ia dijerat Pasal 77 B jo Pasal 76 B UU RI No 35 Tahun 2014, Tentang perubahan atas UU RI No 23 Tahun 2002, Tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman selama 3 tahun 6 bulan penjara subsider 3 bulan kurungan, dikurangi masa tahanan.
Dalam sidang dengan agenda pledoi (pembelaan), penasihat hukum (PH) warga Jalan Kota Padang, Jorong VI, Koto Utara, Desa Kinali, Kecamatan Kinali, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat (Sumbar) itu, meminta Nenengsih dibebaskan.
“Hukum untuk manusia, bukan manusia untuk hukum (Satjipto Rahardjo dalam teori hukum progresif) dan semestinya tindakan Pengadilan tidak akan menyakiti siapapun (Actus Curie neminem gravabit),” kata penasehat hukum terdakwa, Aidil A Aditya dan Armada Sihite saat membacakan nota pembelaannya.
“Selaku penasehat hukum, kami berpesan kepada saudara Jaksa Penuntut Umum, sebagai sesama penegak hukum tidak boleh mengesampingkan azas paraduga tidak bersalah dalam membuat tuntutannya dan berani mengatakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah sebagaimana sebuah pepatah, katakanlah yang benar walaupun pahit,” lanjutnya.
Sebab, tugas pokok saudara bukan untuk memidanakan seseorang sehingga terhindar dari penuntutan atas dasar kebencian atau bahkan hanya memenuhi pesanan dari orang lain,” imbuhnya. Menurut kedua penasehat hukum terdakwa, kliennya itu adalah korban.
“Terdakwa adalah korban yang terkesan melakukan penelantaran, ia adalah pencinta yang seharusnya diberikan pengetahuan atas tindakannya bukan penghukuman,” sambungnya.
“Terdakwa menyadari bahwa dirinya berbeda dari wanita yang lain yang merasa nyaman dengan maskulinnya dibanding femine sejak kecil”.
Disebutkan, ia pernah mengalami kekerasan seksual oleh teman dekatnya di usianya yang masih 17 tahun yang menyebabkan ia melahirkan anak yang sekarang berusia 4 tahun,” tambahnya.
“Kehamilan untuk kedua kalinya dan melahirkan seorang diri dan pingsan karena mengalami pendarahan yang sangat berisiko menghilangkan nyawanya, sehingga wajar kiranya kita melihat dari berbagai perspektif untuk menyelesaikan perkara aquo yang sangat pelik ini,” kata mereka.
Untuk perkara pidana No: 173/Pid. Sus /2017/PN. Tjb atas terdakwa Nenengsih itu, keduanya sepakat menyebutkan, keberadaan JPU sangat bersemangat untuk menuntut agar tetap melaksanakan tugas penuntutannya sesuai dengan hukum acara pidana yang berlaku.
Dengan mengedepankan asa praduga tidak bersalah (presumption of inncent) dan kedudukan keterangan seluruh saksi yang dihadirkan penuntut umum yang kesemuanya saling bertentangan tentang perkara aquo,” bilangnya lagi.
Penasehat terdakwa juga mengingatkan agar tuntutan JPU tidak tergilas dengan pendapat subjektifnya berdasarkan barang bukti imijinasi dan hayalannya saja, demi menyenangkan diri bukan untuk keadilan.
Selanjutnya penasehat hukum meminta agar Majelis Hakim PN Tanjungbalai memutuskan perkara aquo dengan amar putusan di antaranya, menyatakan terdakwa Nenengsih alias Farel tidak terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan dan tuntutan JPU atau setidak-tidaknya menyatakan perbuatan terdakwa bukan suatu tindak pidana.
Kedua, membebaskan terdakwa dari segala dakwaan (Vrijspraak) atau setidak-tidaknya melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtstvervolging), Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan (rehabilitasi) kedudukan dan harkat serta martabatnya. Membebankan biaya perkara terdakwa kepada negara.
Wakil Ketua PN Tanjungbalai, Vera Yetti Maghdalena, selaku Ketua Majelis Hakim didampingi dua anggotanya, Widia Astuti dan Erita Harapea dalam perkara itu menyebutkan, kasus pernikahan sejenis yang sempat menghebohkan itu dilanjutkan kembali pada Rabu pekan depan.
“Agenda sidang selanjutnya pembacaan replik dari jaksa penuntut umum, Kejaksaan Negeri Tanjungbalai,” pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, warga Lingkungan III, Kelurahan Muara Sentosa, Kecamatan Sei Tualang Raso, Tanjungbalai, Kamis (2/2) lalu dihebohkan dengan penemuan bayi di semak-semak. Bayi laki-laki itu ditemukan terbaring dibungkus kain di semak-semak tepat di belakang rumah warga. Keheboan warga semakin terjadi, setelah warga mengetahui bahwa bayi tersebut dibuang oleh pasangan sejenis Farel (25) dan Sal (21) (sesama wanita) yang menikah awal tahun 2016 lalu.
Kepala Lingkungan III Daman Wuri menceritakan, penemuan bayi itu bermula saat salah seorang warganya bernama Ahyar (51) mendengar suara tangisan seorang bayi di belakang rumah warga. Penasaran dengan suara tangisan bayi itu, Ahyar langsung mencari sumber suara. Setelah hampir dua puluh menit melakukan pencarian, Ahyar menemukan sosok bayi laki-laki yang dibungkus kain panjang dan masih berdarah terletak di semak-semak.
Penemuan tersebut langsung disampaikan kewarga lainnya. Dalam hitungan detik, warga sudah berkumpul di lokasi penemuan bayi tersebut. Menurut Daman Wuri sebagai kepling dirinya bertanggung jawab atas penemuan bayi tersebut. Lalu Daman mengumpulkan informasi dan mencari tahu siapa gerangan orang yang telah membuang bayinya di semak-semak. Berdasarkan pengakuan yang dikumpulkan dari warga, akhirnya Daman mendatangi kediaman Farel (25) dan Sal (21).
Menurut Daman, warga curiga dengan tubuh Farel yang diketahui sebagai seorang pria (suami dari Sal). Namun setelah pulang dari Malaysia, perut Farel membesar seperti layaknya orang hamil.
Daman menambahkan, sesuai informasi yang diperolehnya dari warga, Farel dan Sal menikah di awal tahun 2016 lalu. Namun setelah tiga bulan menikah, Farel berangkat ke Malaysia dan bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Setelah beberapa bulan bekerja, Farel pulang ke Tanjungbalai karena mengaku sedang sakit.
Namun warga curiga melihat perut Farel yang membesar. Farel yang berprawakan seperti layaknya laki-laki itu diketahui para tetangganya selama ini sangat menyayangi Sal.
Sementara Ahyar mengaku, saat itu ia mendengar suara tangisan di bekalang rumah salah seorang warga.
“Saat itu aku mendengar ada suara bayi menangis. Tapi kok malam-malam ada suara bayi. Sementara setahu aku di daerah kami tidak ada orang yang baru melahirkan. Penasaran dengan suara bayi itu, aku lalu ke luar rumah dan mencari sumber suara. Sekitar 20 menit aku mencarinya, akhirnya kutemukan sumber suaranya. Ternyata ada bayi yang dibungkus kain diletakkan di semak-semak. Saat itu kulihat tubuh bayi itu masih berdarah. Berarti bayi itu baru dilahirkan dan dibuang orangtuanya. Lalu kuberitahu orang-orang soal penemuan bayi itu,” katanya.
Setelah itu, menurut Ahyar, dalam waktu singkat lokasi penemuan bayi tersebut ramai dikunjungi warga.
Kemudian sekitar pukul 03.00 WIB dini hari, Ahyar, Herman dan Samsir mengambil inisiatif untuk menyelamatkan bayi itu dan membawanya ke RSU Tengku Mansyur Tanjungbalai untuk mendapatkan perawatan medis. Saat ini bayi tersebut dirawat oleh Lili Aprina di RSU Tengku Mansyur.
Setelah membawa bayi tersebut, warga lalu menghubungi Kepala Lingkungan III Daman Wuri dan polisi. Tak lama berselang polisi datang dan bersama dengan kepling, polisi melakukan pencarian terhadap orangtua dari bayi malang itu.
Setelah mengumpulkan keterangan dari beberapa warga, akhirnya polisi dan Kepling mendatangi kediaman pasangan Farel dan Sal yang ternyata merupakan pasangan sejenis (sesama wanita).
Ternyata saat polisi dan kepling datang ke rumah Farel, saat itu polisi melihat Farel mengalami pendarahan akibat proses persalinan kelahiran anaknya. Hal itu mengejutkan warga. Karena selama ini setahu warga Farel merupakan suara pria dan istrinya adalah Sal.
Tapi setelah mengetahui Farel melahirkan, baru warga sadar ternyata selama ini Farel adalah wanita dan menikah sesama jenis dengan Sal.
“Heboh lah bang, setahu kami si Farel itu pria, eh rupanya wanita. Sudah gitu hamil pulak dan melahirkan anak laki-laki. Yang parahnya, bayi si Farel di buang pulak ke semak-semak,” kata Ahyar.
Sementara Kapolsek Sei Tualang Raso AKP Syafruddin bersama anggota yang hadir di lokasi kejadian membenarkan adanya penemuan bayi di semak-semak. Syafruddin juga membenarkan bahwa orangtua dari bayi laki-laki malang itu adalah pasangan sejenis yang merupakan sesama wanita.
Saat itu bayi malang dan wanita yang melahirkannya dirawat di RS Tengku Mansyur Tanjungbalai. Farel dirawat karena mengamali pendarahan setelah melahirkan.
“Benar ada penemuan bayi yang dibuang di semak-semak. Setelah dilakukan pencarian ternyata orang tua dari bayi itu adalah pasangan sejenis dan pasangan itu keduanya wanita. Saat ini bayi dan wanita yang melihirkan di rawat di RSU Tengku Mansyur Tanjungbalai,” katanya.
Terpisah Sal istri dari Farel mengaku mengetahui jika suaminya adalah wanita. Namun karena mereka sama-sama mencintai, akhirnya mereka sepakat untuk menikah. Di mana Farel berperan sebagai pria dan mempersunting dirinya. (syaf)