Dulu Sangat Terkenal, Sekarang Hanya Ditampilkan Diacara Penting
Saat ini para generasi muda Melayu sudah banyak yang kurang memahami tentang kebudayaan Melayu. Dulu, di era tahun ‘80-an, aset budaya yang lebih dikenal dengan sebutan lagu dan tari Melayu itu sempat populer tapi kini terkikis seiring dengan kemajuan zaman.
Syafruddin Yusuf, ASAHAN
Asahan adalah sebuah daerah (kabupaten) dalam wilayah (Provinsi) Sumatera Utara. Pusat Kerajaan Asahan adalah Tanjungbalai yang berjarak ± 130 KM dari Medan, Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara.
Sampai tahun 1946, Asahan merupakan salah satu Kesultanan Melayu yang struktur kerajaannya tidak jauh berbeda dari struktur negeri-negeri Melayu di Semenanjung Malaka pada masa itu.
Namun pada tahun 1946, sistem kerajaan di Asahan telah digulingkan oleh sebuah pergerakan anti kaum bangsawan dalam sebuah revolusi berdarah yang dikenal sebagai Revolusi Sosial. Kesultanan-kesultanan yang ada di Sumatera Timur seperti Deli Serdang, Langkat, Kualuh, Bilah, Panai dan Kota Pinang juga mengalami nasip serupa.
Menurut beberapa ahli sejarah di Asahan dan tokoh masyarakat, serta pemuka masyarakat Melayu Asahan yakni Yus Chan, Raja Kamal selaku pengurus Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia (MABMI) Sumut, cikal bakal terbentuknya Kabupaten Asahan bisa dikatakan terjadi sejak tahun 1912.
Tidak diketahui secara pasti bagaimana sebenarnya sejarah berdirinya Kabupaten Asahan. Namun diyakni, perjalanan Sultan Aceh “Sultan Iskandar Muda” ke Johor dan Malaka pada tahun 1912 dapat dikatakan sebagai awal dari Sejarah Asahan. Dalam perjalanan tersebut, rombongan Sultan Iskandar Muda beristirahat di kawasan sebuah hulu sungai, yang kemudian dinamakan Asahan.
Penasaran dengan cerita-cerita dari para leluhur tersebut, akhirnya penulis yang merupakan putra asli kelahiran Asahan di Gang Belimbing Jalan Kartini, Simpang Enam mencoba menelusuri tentang kebudayaan Melayu Asahan.
Suku Melayu Asahan, adalah suku Melayu yang mendiami wilayah Kabupaten Asahan sejak ratusan tahun lalu. Suku Melayu Asahan tersebar di 25 kecamatan di Asahan namun paling banyak ditemui di wilayah Sei Kepayang, Simpang Empat, Air Joman.
Secara struktur fisik dan budaya, suku Melayu Asahan ini tidaklah berbeda dengan suku Melayu lainnya, seperti suku Melayu Deli, Melayu Langkat, Melayu Sedang Bedagai, Melayu Labuhanbatu, dan Melayu Riau. Karena mereka semua berasal dan berakar dari satu budaya yang sama, hanya saja karena telah terpisah-pisah, sehingga terjadi perbedaan-perbedaan kecil yang tidak terlalu menyolok.
Suku Melayu Asahan, masih tetap mempertahankan budaya Melayu sejak tahun 1941. Salah satu kegiatan mereka yang selalu mengadakan rapat adat yang diadakan di balai adat, untuk membahas berbagai masalah dalam lingkungan adat mereka.
Masyarakat suku Melayu Asahan, hampir seluruhnya memeluk agama Islam, seperti masyarakat Melayu lainnya yang menjadikan agama Islam sebagai agama Melayu dan agama Adat. Beberapa budaya dan adat-istiadat disesuaikan dengan ajaran Islam. Tapi walaupun begitu mereka masih mempercayai berbagai hal takhyul dan hal-hal gaib serta tempat-tempat keramat yang menurut mereka bisa mempengaruhi kehidupan dan rejeki mereka.
Suku Melayu Asahan berbicara menggunakan bahasa Melayu dialek Asahan. Bahasa Melayu Asahan, berbeda dengan bahasa Melayu Deli dalam hal dialek, tapi hampir sama dengan bahasa Melayu Langkat yang menggunakan dialek “e”.
Mata pencaharian suku Melayu Asahan adalah sebagian besar sebagai petani, selebihnya pedagang, perajin anyaman tikar, perajin atap rumbia dan perajin keranjang bumbu, serta nelayan. Mereka juga berdagang pisang sale. Selain itu banyak juga dari mereka yang menjadi pegawai negeri di kantor-kantor pemerintah serta menjadi wiraswasta.
Ahli sejarah melayu Asahan Yus Chan dan Raja Kamal menuturkan salah satu budaya tari dari suku Melayu Asahan yang terkenal adalah Tari Serampang Dua Belas. Tarian ini merupakan tarian tradisional Melayu yang berkembang di bawah Kesultanan Asahan dan kesultanan Serdang/Kesultanan Deli. Tarian ini diciptakan oleh Sauti pada tahun 1940-an dan digubah ulang oleh penciptanya antara tahun 1950-1960. Sebelum bernama Serampang Dua belas, tarian ini bernama Tari Pulau Sari, sesuai dengan judul lagu yang mengiringi tarian ini, yaitu lagu Pulau Sari. (bersambung)