BAGI warga Melayu baik di Kabupaten Asahan, Deliserdang, Batubara, Tanjungbalai, Labuhanbatu, Labuhanbatu Utara, Labuhanbatu Selatan dan daerah lainnya di Nusantara, pasti mengenal yang namanya bubur pedas.
Oleh: Syafruddin Yusuf, taslabnews.com
Dulu makanan ini bisa ditemui setiap hari. Baik orangtua, anak muda dan anak-anak banyak yang menyukai makanan ini. Entah kenapa, sekarang bubur sangat jarang ditemui baik di rumah makan tradisional di wilayah Provinsi Sumatera Utara khususnya di wilayah Asahan, Tanjungbalai, Batubara, Labuhanbatu.
Saat ini, jajanan bubur pedas ini hanya muncul saat bulan Ramadhan, yang dijual para penjual makanan berbuka puasa (takjil),
Di setiap daerah, seperti Pontianak, Kalimantan, Sumatera pasti punya cerita tersendiri akan kehadiran bubur pedas ini. Nah di wilayah Batubara dan Asahan juga ada loh cerita akan kehadiran bubur pedas ini.
Seperti penelusuran saya, ternyata ada cerita akan kehadiran bubur pedas ini di Wilayah Asahan dan Batubara yang 10 tahun lalu masih bergabung dalam 1 kabupaten. Ceritanya,
pada zaman dahulu hiduplah keluarga miskin yang sangat jujur, rajin dan tidak suka menyakiti hati orang lain.
Seorang ibu bernama Mak Ijah dan anak gadisnya yang bernama Gadi tinggal di Asahan. Rumah yang mereka tempati hampir roboh. Suatu hari ada pengumumam sayembara dari kerajaan Lima Laras untuk membuat bubur yang enak, gurih namun tidak manis.
Karena ia sangat ingin sekali memperbaiki rumahnya yang roboh itu, maka ia pun berusaha untuk membuat bubur keinginan raja itu. Namun tidaklah pernah berhasil.
“Tidorlah Gadi, hari sudah malam, cemano mau buat bubur tak manis, bukankah bubur itu pasti manis,” kata Mak Ijah.
Namun, Gadi tak pernah berhenti untuk mencobanya.
“Mak, cubo rasokan bubur ini mak, enak ndak mak,” ucap Gadi sambil membawakan bubour itu ke Mak Ijah.
“Cemano mak, enak,” ucap Gadi.
Namun, mak Ijah cuma terdiam saja, ia merasakan bahwa bubur itu tetap saja manis.
Hari sudah semakin gelap dan sunyi, angin pantai sudah tambah terasa dinginnya namun Gadi tak bisa tidur. Ia hanya memikirkan bagaimana cara membuat bubur yang enak, gurih namun tidak manis. Ia memimpikan memiliki rumah yang tidak bocor lagi karena pemenang dari sayembara itu akan diberikan sebuah rumah oleh kerajaan Lima Laras. Dengan demikian omaknya tidak perlu kerja keras untuk memperbaiki rumahnya yang bocor itu.
Gadi sudah membuat beraneka macam bubur, bubur kacang hijau, bubur jagung, bubur ketan, bubur pisang namun semua yang dimasaknya tetap memiliki rasa yang manis. Sehingga membuat Gadi tambah kecewa.
Setiap Gadi ke kedai, semua orang telah membicarakan sayembara itu. Dan akhirnya ada tetangga Gadi yang bertanya kepadanya.
“Gadi, kau tak nak mencubo ikot sayembara tu, bukankah kau itu pande masak,” ucap tetangganya.
Gadi pun menjawab “Tak tau awak mak cik cara buat bubur seperti itu,” ucap Gadi.
Hingga suatu hari, saat pagi tiba, mak ijah pengen belanja sayuran ke pekan Batubara yang terletak sekitar 3 km dari Lima Laras. Di sana mak Ijah dan Gadi berbelanja sedikit udang, cumi-cumi, sotong, ikan, kepiting namun semua di borong.
Sesampai di rumah, mak Ijah dan Gadi ingin membagi tugas. Gadi belajar membuat bubur lagi sesuai sayembara dan mak Ijah memasak untuk makan siang. Kali ini mak Ijah memasak ayang toge dan menyiangi udang, sotong dan kepiting.
Namun, tiba-tiba datanglah Encik Zarah dengan marah-marah.
“Hei, mano utang kalian”.
Karena mak Ijah tidak punya uang, encik Zarah pun marah dan menumpahkan semua masakan mak Ijah ke dalam periuk bubur. Menangislah mak Ijah dan Gadi karena masakan untuk makan siang dan buburnya sudah menjadi satu tidak bisa dimakan lagi.
Namun, mak Ijah tetap mengaduk-aduk bubur yang menjadi satu itu sampai benar-benar masak. Dan mereka pun makan sambil meneteskan air mata. Namun, siapa disangka makanan tersebut, enak, gurih dan pedas. Dan mereka pun berfikir untuk mengikuti sayembara dari Kerajaan Lima Laras dengan bubur yang tidak sengaja dimasaknya itu karena ulah Encik Zarah.
Dan ketika sayembara dimulai, begitu banyak sekali masyarakat yang ikut sayembara. Dan saat waktu sudah habis maka Raja pun mencicipi masakan yang dimasak oleh rakyatnya. Namun sayang, sudah hampir semua bubur yang dicobanya tetap saja berasa manis. Dan akhirnya tiba di bubur hasil masakan mak Ijah dan Gadi, dan rajapun sangat menyukainya.
“Panglima, panggil pemasak bubur ini.” Perintah Raja. Mak Ijah dan Gadi pun menghadap.
“Apa nama bubur ini?” tanya Raja. Gadi pun menjawab “Maaf paduka, kami belum menyiapkan mana bubur ini.”
Raja pun berkata “Karena kami menyukai bubur ini, dan karena bubur ini tidak manis melainkan pedas maka saya beri nama dengan nama BUBUR PEDAS, dimana bubur ini akan menjadi bubur kerajaan Lima Laras. Dan sebagai hadiahnya kami akan memberikan sebuah rumah kepada kalian,” kata raja.
Raja pun memberikan kunci rumah ke Mak Ijah dan Gadi. (***)