Cinta Roni alias Onih (97) kepada suaminya Eno seakan tak bisa dipisah oleh
ruang dan waktu. Sekalipun Eno sudah meninggal pada 2002, namun nenek itu tetap
tak mau jauh dengan almarhum suaminya itu. Ia rela tinggal di dekat makam Eno
selama 15 tahun.
Setelah suaminya tiada, Roni tinggal sendirian di rumah reot di Kampung
Kubang, Desa Banjarwaru, Ciawi, Bogor,
Jawa Barat. Bilik kecil yang berdiri di pinggir jalan itu berdinding anyaman
bambu yang sudah usang.
Meski rumahnya persis gubuk, Roni merasa nyaman di sana karena bisa satu atap dengan makam
suaminya. Di dekat kamar mandi rumah itulah jasad Eno bersemayam.
Semasa hidupnya Eno sempat berwasiat kalau ia meninggal maka dikubur di
situ. Roni pun menurutinya. Makam berukuran 1,5 x 1 meter itu kini hanya
dipasang papan kayu sebagai penanda.
Roni pun berkisah kenapa ia rela tinggal belasan tahun di sisi makam
suaminya. Semasa hidupnya, Eno dan Roni saling mencintai. Meski ekonominya
pas-pasan, mahligai rumah tangganya tak pernah goyang. Eno pun meminta Roni
selalu dekat dengannya.
Hingga suatu waktu di tahun 2002, Eno dipanggil Yang Maha Kuasa karena
sakitnya sudah tak terobati lagi. Sebagai penghormatan terakhir, Roni memenuhi
wasiat menguburkan jenazah suaminya di dalam rumah. Dia pun rela belasan tahun
tinggal seatap dengan makam Eno karena keduanya sudah berjanji akan selalu
bersama.
“Dulu pesannya begitu,” tutur Roni saat disambangi awal
pekan lalu.
Sebenarnya, nenek Roni masih mempunyai anak yang tinggal di Jambu Luwuk,
Tapos, Ciawi, Kabupaten Bogor. Ia sempat diajak untuk tinggal di sana, tapi Roni menolak
karena dirinya tak mau ingkar atas janjinya ke almarhum suami.
“Nenek enggak betah, mau di sini saja,” ujarnya.
Hidup sendirian di usia senja tak membuat Roni patah semangat. Ia enggan
mengemis. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Roni membuat sale pisang.
“Nenek beli pisang yang sudah enggak laku, nenek bikin sale sendiri,”
katanya.
Sale pisang
itu lalu dijual Rp10 ribu sampai 15 ribu per kilogramnya. Para
pembeli langganan nenek Roni mendatangi langsung rumahnya untuk membeli sale
pisang. “Enggak keliling, yang beli dateng sendiri ke rumah tapi
jarang,” sebutnya.
Terkadang, adapula tetangga maupun orang yang sekedar melintas di sekitar
rumahnya memberikan sumbangan ke Roni. “Ada yang suka ngasih beras, kadang uang juga
dari orang lewat,” katanya.
Marsel (35), tetangga Roni mengaku kasihan dengan kehidupan nenek itu. Ia
baru pertama kali melihat seseorang yang tinggal satu atap dengan
makam.”Dari dulu sudah begitu. Kasihan tapi memang maunya dia
begitu,” katanya.
Nenek Roni memang tak mau dikasihani. Ia ingin menghabiskan sisa hidupnya
bersama makam suaminya tercinta, karena itu salah satu cara baginya mengobati
rasa rindu kepada almarhum Eno.
“Kadang masih suka ingat sama suami. Nenek enggak mau apa-apa cuma mau
di sini,” pungkasnya.