TUNTUNGAN- Warga Simpang Gardu Jalan Lau Cih Kuta, Kelurahan Sidomulio, Kecamatan Medan Tuntungan heboh. Empat yang masih satu keluarga yakni Marita beru Sinuhaji (54) dan anaknya Prengky Ginting (30) beserta cucunya Selfy (5) dan Violet (3,5) tewas terpanggang, Rabu (5/4) sekitar pukul 05.00 wib. Keluarga curiga mereka dibunuh lalu dibakar.
Informasi diperoleh dari Gandi Ginding suami dari Marita, sesuai informasi yang diperolehnya, sebelum kejadian keempat korban sedang tidur di dalam rumah semi permanen tersebut.

Frengky Ginting, yang terkejut mencurigai ada pelaku maling masuk ke rumahnya beranjak bangun dan kemudian menuju ke arah dapur. Begitu tiba di dapur, para pelaku langsung menyambutnya.
Ibu korban, Marita Beru Sinuhaji yang saat itu sedang tidur di kamar lain, juga ikut terbangun begitu mendengar ada suara gaduh dan teriakan minta tolong dari dapur rumahnya.
Guna menghilangkan jejak, para pelaku kemudian mengambil minyak bensin yang semula telah dipersiapkan lalu menyiramkanya keseluruh sudut ruangan dan membakarnya. Begitu api telah berkobar, para pelaku kemudian pergi.
Kedua anak Frengky Ginting, Selfi dan Violet yang tertidur di kamar sontak terbangun karena kepulan asap telah mengganggu pernapasanya. Sementara seluruh sudut ruangan, api telah berkobar.
Dalam kondisi panik, kedua bocah ingusan ini kemudian beranjak dari kamar menuju ruang tamu mencoba mencari keberadaan ayah dan opungnya sambil berteriak minta tolong.
Keduanya melihat ayah dan opungnya tergeletak di dapur rumah. Tanpa berpikir panjang, kedua bocah tersebut mencoba menembus kobaran api demi menyelamatkan ayah dan neneknya. Sayang, belum lagi kedua bocah ini bisa mendekati, tubuhnya telah diselimuti api hingga akhirnya ikut tewas terpanggang.
“Keempat korban tadi ditemukan tewas terpanggang di dapur rumahnya. Mereka ditemukan tewas tidak berpelukan tetapi dalam posisi terpisah,” ujar S Sinuhaji tetangga korban kepada kru koran ini di lokasi.
Sebelum pembakaran rumah yang menewaskan oppung Marita Beru Sinuhaji, Prengky Ginting dan 2 cucunya, keluarga ini berulang kali diteror.
Sepengetahuan Sinuhaji, sebelum ditemukan tewas terpanggang, dalam setahun terakhir, rumah yang dihuni korban sebelumnya telah tiga kali hendak dibakar Orang Tak Dikenal (OTK).
“Sekira 8 bulan yang lalu pintu belakang rumah korban pernah digantungkan botol aqua berisi bensin dan di bawahnya sudah dibakar. Namun api bisa dipadamkan, karena korban cepat mengetahuinya,” ujarnya.
Selanjutnya beberapa bulan kemudian mobil pick up milik korban kembali dibakar OTK. Namun masih bisa dipadamkan karena banyak warga yang melihat.
Bulan berikutnya, pintu belakang rumah korban kembali digantungkan botol berisi bensin dan di bawahnya sudah dibakar pakaian.
Berbeda halnya yang dikatakan warga lainnya. Warga yang enggan menyebutkan namanya itu meyakini pelaku sebelum membakar rumah tetangganya tersebut, terlebih dulu menghabisi pemilik rumah.
“Sebelum membakar rumah korban, pelaku sudah duluan masuk ke rumah. Sebelum dibawa polisi, tadi aku lihat kepala Prengky Ginting sepertinya bonyok karena dipukul dengan benda tumpul. Keyakinan saya makin kuat karena saat kejadian, ada warga yang mengaku melihat bayangan orang diduga pelaku berlari ke arah semak-semak di belakang rumah korban,” sebutnya.
Aksi pembunuhan disertai pembakaran menjadi duka bagi Gandi Ginting (60), suami Marita Beru Sinuhaji. Gandi mengetahui nasib istri, anak dan kedua cucunya tewas terpanggang setelah diberitahu keluarganya.
“Sudah seminggu saya berada di Binjai ikut bekerja di PLN bagian pemasangan kabel listik. Saya pun tahu tadi setelah ditelpon keluarga, dan saya langsung pulang,” sebut Gandi Ginding.
Ginting meyakini kalau keluarganya sengaja dibunuh oleh orang suruhan. Otak pelakunya adalah MG.
“Saya menduga pelakunya adalah suruhan MG. Karena sebelumnya dia juga sudah berulang kali menebar ancaman bahkan berulang kali mau membakar rumah saya,” sambungnya.
Perseteruan keluarga dengan MG terjadi sekira 1,5 tahun lalu. Ketika itu, Gandi mengaku membeli sebidang tanah pertapakan milik MG yang saat ini telah berdiri dua rumah tempat tinggal gandeng, masing-masing dihuni Gandi Ginting dan anaknya Frengky Ginting.
Tanah tersebut dibeli dengan harga Rp250 juta. Begitu harga disepakati, keluarga Gandi Ginting kemudian menyerahkan uang panjar sebanyak Rp136 juta dengan perjanjian, sisa harga yang telah disepakati akan diserahkan keluarga Gandi Ginting setelah MG menyerahkan surat ganti rugi.
Mirisnya, MG ternyata tidak bisa mengeluarkan surat tanah yang dijualnya kepada mereka karena sebagian tanah tersebut adalah milik PJKA.
“Karena MG tidak kunjung menyerahkan surat tanah itu kepada kami, maka kami pun tidak mau melunasinya. Karena itu sudah perjanjian. Lagian siapa yang mau beli tapak rumah yang tidak ada surat dan tidak jelas asal usulnya,” bebernya.
Anehnya, meski tidak mampu membuat surat jual-beli, MG tetap ngotot agar kami melunasi sisa hutang kami itu. Karena kami tidak mau melunasi, mulailah MG meneror keluarga kami karena dendam. Mungkin MG menyuruh orang untuk membinasakan kami, beber korban seraya berharap agar polisi cepat menangkap pelaku dan dalang pembunuh keluarganya. Bila telah tertangkap, diberi hukuman mati.
Sementara, menurut Linda beru Sembiring (34) warga sekitar Marita beru Sinuhaji dan keluarganya terkenal cukup baik dan ramah kepada warga sekitar tempat tinggalnya.
“Setahuku bibik itu jualan di pasar induk Lau Cih. Dan anaknya Frengky kerjanya mocok-mocok. Kalau istri Frengky saya tidak tau. Kalau menurut kabar, dia sudah cerai,” katanya.
“Korban kebanyakan menghirup asap mengakibatkan sesak nafas dan meninggal,” kata Prof Dr H Amar Singh, Rabu (5/4) siang.
Ditanyakan kembali, apakah di tubuh para korban ada ditemukan tanda-tanda bekas penganiayaan.
“Untuk tanda-tanda bekas penganiayaan tidak ada kita temukan di tubuh korban. Korban meninggal akibat kekurangan oksigen,” terangnya.
Marita Beru Sinuhaji yang ditemukan terpanggang dalam posisi telungkup, tewas mengenakan kebaya warna merah.
Keluarga menceritakan, sebelum tewas Marita masih berhubungan dengan keluarga untuk mengikuti pesta keluarga di Desa Rumah Pil Pil Kecamatan Sibolangit.
“Pagi itu sebelum kejadian, kakak ini sudah mau berangkat ke Rumah Pil Pil ada pesta keluarga di sana. Semua keluarga memang menghadiri pesta karena masih keluarga dekat. Kami terkejut kali, pas di lokasi pesta ada kabar kalau kakak meninggal karena rumahnya terbakar. Kami langsung berangkat. Pas kami lihat, memang betul betul biadap kali yang bakar rumah itu, kakak kami ini meninggal memgenakan kebaya merah saat mau berangkat ke pesta itu, anak kami Prengki dan cucunya saat itu juga sudah bangun pagi itu tapi meninggal semua. Betul-betul keji pelakunya, harus dihukum mati kalau ditangkap,” kata Edward Pangabean pariban korban di RS Bayangkara.

“Kita tak bisa berandai-andai. Biarkan dulu tim labfor bekerja dan memastikan apa penyebab kebakaran itu. Kita bekerja berdasarkan hasil penyelidikan,” tutur Sandi.
Ketika ditanyai masalah bukti yang kumpulkan pihak kepolisian di lokasi kebakaran, Sandi terlihat tak mau membeberkan.
Dengan singkat, Sandi mengatakan hanya kayu yang terbakar.
“Kata siapa ada botol bekas berisi bensin yang ditemukan? Kayu yang gosong terbakar ada. Kita tunggulah hasil dari tim labfor,” katanya.
Saat ini, Polrestabes Medan mengaku sudah memeriksa 8 saksi terkait kebakaran yang menewaskan 4 orang berkeluarga tersebut.
Salah satu yang diperiksa, adalah Gandi Ginting. Gandi satu-satunya penghuni rumah yang selamat. Gandi Ginting merupakan suami Martita Sinuhaji ayah dari Prengki serta dua cucunya Selvy dan Kristin.
Ditemui di Polrestabes Medan, Gandi datang ditemani para menantu lelakinya. Saat ditanyai, mantan pensiunan pegawai PLN mengatakan hal yang sama. Dia juga menduga kalau istri, anak dan 2 cucunya itu memang sengaja dibunuh orang suruhan terkait kasus jual-beli tanah yang sudah dimenangkannya di pengadilan.
“Mayat keluarga saya mau dibawa untuk diupacarakan di Jambur Gotongroyong di kawasan Pancurbatu. Kami tadi ke-sana ya?” ucapnya, dengan nada lirih dan seakan menahan air matanya.
“Itu juga kami ladeni, karena kami tau tidak bersalah, kalau surat-surat tanah itu diberikan pasti dibayar kakak kami ini (korban). Sampai di pengadilan pun, kakak kami ini menang, rumah itu sudah menjadi miliknya. Hanya itulah yang pernah menjadi masalah di keluarga kakak ini,” ungkapnya, kata Hidup Sinuhaji (55).
Dikatakannya, anaknya Prengky sudah lama bercerai dengan istrinya boru Manalu.
“Anak kami Prengki ini sudah lama pisah dengan istrinya, saat anaknya yang paling kecil berumur 4 bulan. Memang sudah ada keluarga berbicara, tapi istri korban tidak mau kembali dengan anak kami,” ucapnya.
Ia pun sempat mengingat, kondisi sebenarnya mulai ke pengadilan hingga aksi teror.
Selama ini, korban tidak memiliki musuh. “Setahu kami memang dia tidak memiliki musuh, kalau tidak salah harganya Rp236 juta. Dan sudah jadi dibayar, tapi setengah dari harga, sebabnya surat rumah belum diberikan penjualnya yang bernama Jaya Mita br Ginting. Setelah dibeli memang ada masalah sedikit, saat penjual menagih sisannya, kakak kami ini tidak memberikan, karena si penjual belum memberikan surat tanahnya. (syaf/mtc/int)