Hal itu diungkapkan Walikota M Syahrial SH MH dalam Rapat Paripurna DPRD tentang Nota Jawaban Walikota atas Pandangan Umum Fraksi dalam rangka Penyampaian Nota Keuangan Ranperda APBD Kota Tanjungbalai Tahun 2017 di Aula Paripurna DPRD Kota Tanjungbalai, Senin (6/2).
“Pada dasarnya, penetapan tarif air minum PDAM Tirta Kualo Tanjungbalai dengan Surat Keputusan Walikota Tanjungbalai Nomor: 690/344/K/2016 tanggal 02 Desember 2016 sudah memenuhi enam prinsip dasar sesuai dengan Permendagri Nomor: 23 tahun 2006 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pengaturan Tarif Air Minum. Keenam prinsip dasar tersebut yakni terjangkau dan adil karena tarif dasar rumah tangga tidak melebihi 4 persen dari upah minimum kota, kenaikan tarif untuk meningkatkan mutu pelayanan, kenaikan tarif juga untuk menyehatkan perusahaan, pemakaian air lebih efisien yakni 1 – 10 M3 jauh lebih murah, kenaikan tarif juga dilakukan berdasarkan rekomendasi BPKP Sumatera Utara Nomor : LAP-556/PW02/4/2016, serta penggunaan tarif progreship sebagai perlindungan air baku,” ujar Walikota M Syahrial.
Selain itu, walikota juga menegaskan bahwa kenaikan tarif air PDAM Tirta Kualo Tanjungbalai tersebut adalah untuk perbaikan pelayanan kepada pelanggan.
Perhitungan tarif air pada PDAM Tirta Kualo Tanjungbalai pada dasarnya sudah mengikuti tahapan-tahapan dari Permendagri Nomor : 23 Tahun 2006 serta Rekomendasi dari BPKP Sumatera Utara.
Hal itu diungkapkan walikota untuk menjawab pandangan umum dari Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Tanjungbalai yang dibacakan Herna Veva,Amd. Dimana dalam pandangan umumnya, Fraksi PDI Perjuangan menyatakan, menolak kenaikan tarif air PDAM Tirta Kualo Tanjungbalai karena dinilai telah bertentangan dengan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 23 Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pengaturan Tarif Air Minum Pada Perusahaan Daerah Air Minum.
“Berdasarkan hasil rapat fraksi, kami dari Fraksi PDI Perjuangan menolak kenaikan tarif aor minum oleh PDAM Tirta Kualo Tanjungbalai karena bertentangan dengan Permendagri Nomor 23 Tahun 2006. Untuk itu, kami mendfesak Walikota Tanjungbalai agar segera mencabut dan membatalkan Peraturan Walikota Nomor 690/344/K/2016 tanggal 2 Desember 2016 tentang tarif air minum dan non air minum PDAM Tirta Kualo Tanjungbalai,” ujar Herna Veva,Amd, Ketua Fraksi PDI Perjuangan dalam rapat paripurna DPRD Kota Tanjungbalai, Jumat lalu.
Menurut Herna Veva Amd, Fraksi PDI Perjuangan menolak kenaikan tarif air PDAM Tirta Kualo Tanjungbalai itu karen tidak memenuhi 6 prinsip dasar yang diatur dalam Permendagri Nomor 23 Tahun 2006. Keenam prinsip dasar tersebut, imbuhnya, adalah keterjangkauan dan keadilan, mutu pelayanan, pemulihan biaya, efisiensi pemakaian air, transparansi dan akuntable, serta perlindungan air baku.
Seperti diketahui, naiknya tarif air PDAM Tirta Kualo Tanjungbalai dilakukan berdasarkan Peraturan Walikota (Perwa) Tanjungbalai Nomor : 690/344/K/2016 tanggal 2 Desember 2016 tentang Tarif Air Minum dan Non Air Minum PDAM Tirta Kualo Tanjungbalai. Dan kenaikan tarif tersebut langsung berlaku sejak ditetapkannya yakni 02 Desember 2016, sehingga menimbulkan keresahan ditengah-tengah masyarakat khususnya pelanggan PDAM Tirta Kualo Tanjungbalai.
Hal inilah yang membuat Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Tanjungbalai melakukan penolakan, karena dinilai dilakukan semena-mena. Akan tetapi, Walikota Tanjungbalai M Syahrial,SH,MH tetap berkeras mengatakan, kenaikan tarif air tersebut sudah memenuhi keenam prinsip dasar yang diatur dalam Permendagri Nomor 23 Tahun 2006.
Terpisah, Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Tanjungbalai diminta agar tidak menyetujui permohonan dana hibah sebesar Rp10 miliar lebih untuk PDAM Tirta Kualo Tanjungbalai. Alasannya, karena permohonan dari PDAM Tirta Kualo tersebut dinilai sudah menyimpang dari azas kepatutan dan kelayakan.
“Permohonan tertulis yang disampaikan oleh PDAM Tirta Kualo Tanjungbalai kepada DPRD agar dianggarkan dana sebesar Rp10 miliar lebih untuk kebutuhan perusahaan milik daerah itu, sudah menyimpang dari azas kepatutan dan kelayakan. PDAM Tirta Kualo Tanjungbalai itu dibangun dengan harapan, dapat menambah pendapatan asli daerah selain memberikan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu, kita berharap kepada DPRD Kota Tanjungbalai agar mengabaikan saja permohonan dari PDAM Tirta Kualo Tanjungbalai itu dan lebih mengutamakan kepentingan masyarakat banyak,” ujar Jaringan Sihotang, Koordinator Daerah Indonesian Corruption Watch (ICW) Kota Tanjungbalai kepada koran ini, Senin (6/2).
Menurut Jaringan Sihotang, hingga saat ini, PDAM Tirta Kualo Tanjungbalai belum pernah bisa beroperasi maksimal seperti yang diharapkan. Oleh karena itu, lanjutnya, Pemko Tanjungbalai sudah saatnya untuk mengevaluasi kembali keberadaan dari PDAM Tirta Kualo Tanjungbalai itu.
Ditemui terpisah, hal senada juga diungkapkan Taufik Hidayat, salah seorang penggiat anti korupsi Kota Tanjungbalai. Menurut Taufik Hidayat, sejak berdiri puluhan tahun yang lalu hingga saat ini, PDAM Tirta Kualo Tanjungbalai selalu menjadi beban bagi Pemko Tanjungbalai.
“Oleh karena itu, sudah saatnya Pemko Tanjungbalai berani mengambil sikap tegas terkait dengan pengelolaan PDAM Tirta Kualo tersebut. Jika memang pengelolanya tidak mampu memperbaiki kinerja dari perusahaan tersebut, lebih baik pengelolaannya dikerjasamakan dengan PDAM lain yang pengelolaannya sudah baik seperti PDAM Tirtanadi, Medan,” ujar Taufik Hidayat.
Kedua aktivis Kota Tanjungbalai sepakat mendesak DPRD untuk menolak pemberian dana hibah kepada PDAM Tirta Kualo Tanjungbalai. Karena, pemberian dana hibah untuk perusahaan daerah tersebut dinilai sarat nuansa kepentingan pribadi dan kelompok.
(ck5/syaf)