BATUBARA– Seorang murid kelas lima Sekolah Dasar (SD) di Batubara berinisial CI (10) menjadi korban pencabulan gurunya berinisial RA. Tak tertima atas perlakukan gurunya, JU (40) ibu kandung CI melaporkan RA ke kantor polisi. CI mengaku tidak mau ke sekolah karena takut bertemu dengan gurunya RA yang telah mencabulinya
“Aku takut ke sekolah, Pak RA jahat,” ucap CI.
Sementara, kepada wartawan, Rabu (8/2) JU ibu kandung CI yang merupakan warga Desa Lubuk Besar, Kecamatan Lima Puluh, Batubara mengaku anaknya telah berulangkali menjadi korban pencabulan yang dilakukan RA. Aksi pencabulan dilakukan di ruang kelas dan kamar mandi sekolah tempat anaknya menimba ilmu.
JU yang didampingi anaknya CI menceritakan, kejadian itu bermula saat anaknya CI menangis di ruang kelas lantaran diganggu temannya.
Melihat CI menangis, RA datang menanyakan sebab musabab yang terjadi terhadap siswinya itu.
JU menceritakan, terkuaknya kasus itu dikarenakan dua hari setelah kejadian CI tidak mau sekolah, katanya takut dengan RA.
“Aku curiga dan terus kutanya alasan anakku tidak mau sekolah dan CI pun menceritakan perlakuan gurunya itu.
Bagai disambar petir, JU sangat terkejut mendengar pengakuan anaknya. Lalu JU memberitahukan pengakuan anaknya tersebut kepada suaminya SU. Setelah itu mereka sepakat untuk melaporkan kasus tersebut ke kepala desa. Pak kades memfasilitasi pertemuan ke dua belah pihak di rumahku yang saat itu dihadiri Kepala Sekolah Ismaini SPd, Kepala Dusun IV serta keluarga. Di hadapan banyak saksi RA mengakui perbuataanya.
“Tanggal 22 Desember 2016 kami mendapat telpon dari RA dan meminta kami datang ke rumahnya di Dusun II Titi Putih, Desa Empat Negeri. Dalam pembicaraan lewat telpon itu katanya mau menindaklanjuti perdamaian,” ujar JU.
Malam itu suami dan iparku Suparman datang ke rumah RA. Di sana tidak ada membahas kesepakatan tertentu melainkan hanya membuat surat perdamaian. Surat perdamaian yang dibuat di rumah RA baru seminggu berikutnya didapati copyannya,” sebut JU.
“Aku heran setelah membaca isinya sebab dalam surat itu RA mengakui ada masalah dengan CI, akan tetapi pada item lain disebutkan hanya antara RA (pihak pertama) dan suamiku (pihak kedua) terjadi kesilapan. Sedangkan perbuatan RA terhadap anakku tidak disebutkan secara rinci. Kemudian didalam surat itu juga disebutkan pihak kedua dan keluarga tidak akan menuntut ke jalur hukum serta menganggap masalah sudah selesai,” bebernya.
Anehnya sambung ibu korban, dalam copy surat perdamaian bertulis tangan yang turut ditandatangani saks-saksi antara lain Suparman, Suyati, Zamiah, Helfiadi dan diketahui Kepala Desa Empat Negeri Suminah. Disebutkan surat perdamaian itu dibuat di Lubuk Besar dan dihadapan Kepala Desa Lubuk Besar Sutiono, sementara proses pembuatan surat tersebut jelas di Empat Negeri dan tidak dihadiri Kades Lubuk Besar serta tidak pula ditandatanganinya.
Sementara CI kepada wartawan mengaku dirinya tidak mau ke sekolah karena takut ketemu dengan RA.
“Sama pak RA saat itu aku bilang kalau aku diusik temanku, lalu Pak RA mencabuliku,” sebut bocah kelas lima SD itu dengan polosnya.
Masih dari CI, Sabtu 10 Desember 2016 setelah lonceng pulang berbunyi, RA membisikkan dan memintanya untuk ke kamar mandi.
“Aku lalu datang ke kamar mandi. Setelah di dalam kamar mandi Pak RA masuk dan menutup pintu. Di kamar mandi Pak RA mencabuliku. Aku ketakutan dan menangis lalu pak RA membujukku dengan memberiku Rp5 ribu. Pak RA meminta agar aku tidak menceritakan kepada siapapun. Jangan bilang siapa-siapa ya, nanti nilaimu bapak bikin bagus,” ucap CI menirukan bujukan gurunya.
Sementara itu, RA dikonfirmasi sejumlah wartawan, Senin (6/2) di SDN 010207 Kwala Gunung mengaku dirinya hanya menyentuh CI. Dia membantah mencabulinya.
“Itu tidak benar,” jawabnya.
Soal perdamaian RA mengaku ada kesalahan.
“Iya salah, sebab perdamaian tidak di Lubuk Besar dan tidak dihadiri Kades sebagaimana dicantumkan dalam surat tersebut,” ungakapnya. Dia juga mengaku sanksi dinas adalah efek dari perbuatannya terhadap CI.
“Aku sudah menyodorkan uang Rp2 juta kepada ibu korban sebagai upah-upah untuk CI, namun itu tidak diterima lantaran suaminya (ayah korban) sedang tidak di rumah,” kata guru PNS itu didampingi Kasek Ponirah.
Ditanya tentang perdamaian bahkan uang upah-upah yang akan diberikannya, RA tidak berkomentar dan menyebutkan akan mengikuti proses hukum sebagaimana kasus yang sudah dilaporka pihak korban ke Polres Batubara. (wan/syaf)