TANJUNGBALAI -Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara diminta untuk segera menghentikan aktivitas perambahan hutan mangrove yang terjadi di Desa Pematang Sei Baru, Kecamatan Tanjungbalai, Kabupaten Asahan. Karena apabila aktivitas perambahan hutan terus dibiarkan, maka tiga desa di wilayah bibir pantai yang meliputi Desa Pematang Sei Baru, Desa Lubuk Palas dan Desa Silau Laut terancam akan terendam banjir.
Hal itu dikatakan Kepala Desa Pematang Sei Baru Hermansyah Putra, kepada wartawan, Sabtu (18/2).
“Akibat perambahan tersebut tentunya mengakibatkan erosi dan abrasi pantai sehingga selain desa ini, Desa Lubuk Palas dan Desa Silo Baru Kecamatan Silo Laut juga terancam banjir jika hutan mangrove ini gundul,” katanya.
Dipaparkan Herman, saat ini saja sedikitnya 4 dusun di desanya yakni Dusun IX, X, XI, XII dua kali dalam sebulan sudah terkena dampak banjir disaat pasang air laut.
“Masih ada hutan mangrove saja di empat dusun sudah terkena banjir, apalagi jika mangrove gundul,” katanya mengingat saat ini puluhan hektar hutan mangrove sudah dirambah.
Selain itu, kayu mangrove hasil perambahan juga dilansir melalui jalur laut diduga untuk diperjual belikan oleh oknum perambah hutan tersebut.
“Kami menduga kayu mangrove pun diperjual belikan diangkut diangkut melalui jalur laut,” paparnya.
Sebagai kepala desa, Hermansyah mengaku dia sudah melaporkan hal ini ke instasi terkait namun hingga saat ini belum ada tindakan.
“Sudah saya laporkan kepada instasi terkait namun belum juga ditindak. Maka Senin depan hal ini akan saya sampaikan langsung kepada bapak bupati kerena bila terus dibiarkan akan berdampak lebih buruk bagi lingkungan masyarakat saya,” ucapnya.
Sementara itu A Nasution seorang tokoh pemerhati lingkungan Kabupaten Asahan menyayangkan sikap aparat terkait yang hingga saat ini belum melakukan tindakan terkait perambahan hutan mangrove tersebut.
“Tentunya ini sangat disayangkan, bila sampai saat ini belum ada tindakan dari aparat terkait padahal ini jelas melanggar sesuai UU RI no 41 tahun 1999 tentang Kehutanan,UU No 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya,UU No 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, dan UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup
Dia juga mengatakan, peran hutan mangrove dinilai sangat penting dalam ketergantungan ekosistem dan banyak manfaat yang dihasilkan dari keberadaan hutan mangrove tersebut.
“Dari sisi ekologi, hutan mangrove itu tempat ikan, kepiting, kerang, burung, dan binatang mamalia lainnya berkembang biak. Sehingga kalau hutan ini habis maka tentunya berdampak kepada kehidupan orang banyak, terutama para nelayan di pesisir Asahan,” jelasnya.
Apa lagi hutan mangrove yang berada di Pematang Sei Baru tersebut merupakan tempat yang pernah dijadikan gerakan rehabilitasi hutan dan lahan yang ditanami mangrove swadaya murni pada tahun 2004 dan dicanangkan tempat pembibitan nasional karena memiliki bibit terbaik di asia setelah Papua.
“Untuk menyelamatkan itu, kepada istansi terkait hendaknya segera menyetop seluruh kegiatan yang berkaitan dengan perambahan maupun alih fungsi kawasan hutan mangrove di wilayah Asahan yang sekarang ini banyak menjadi lahan perkebunan kelapa sawit,” tambahnya.
Dia juga mengatakan akan segera menyurati Kementrian Kehutanan RI agar segera turun tangan menyikapi persoalan tersebut, sebab menurutnya UPT Dishutbun kabupaten, kelihatannya tidak bisa berbuat apa-apa. Terbukti dengan adanya penggarapan lahan hutan itu namun tidak ada tindakan tegas terhadap para pelakunya.
“Kita akan surati kementrian agar segara turun dan pesoalan ini segara dituntaskan,” paparnya.
Seperti diberitakan sebelumnya ratusan hektar hutan mangrove yang berada di bibir pantai Desa Pematang Sei Baru, Kecamatan Tanjungbalai, Kabupaten Asahan dirambah. Perambahan ini diduga dilakukan oleh okmun pengusaha yang berkedok kelompok tani untuk dijadikan lahan pekebunan. Namun anehnya perambahan hutan yang sedang berlangsung saat ini tidak mendapat tindakan dari aparat terkait.
Berdasarkan penelusuran awak koran ini, Jumat (17/2) mengatakan, sedikitnya ada dua alat berat terlihat beroprasi di tengah hutan. Kedua alat berat itu melakukan penebangan. Selain itu 2 km jalan pun sudah dibentuk dan sudah terlihat dari pinggir laut. Namun ketika disambangi para pekerja yang berada di lokasi malah lari ke tengah hutan dan beberapa saat kemudian seorang warga yang mengaku bernama Ucok Anwar alias Ucok pelong datang ke lokasi.
Dirinya mengatakan bahwa lahan tersebut merupakan lahan kelompok tani nelayan mandala (KTNM ) dan diketuainya.“Ini punya kelompok tani nelayan mandala dan saya ketuanya,” kata Ucok.
Pria ini pun mengatakan, dibukanya lahan yang dilindungi tersebut untuk meningkatkan sandang pangan warga.“Rencananya ini kita buat untuk lahan pertanian yang bisa meningkatkan sandang pangan warga,” ucapnya.
Selain itu dikatanya, pembukaan lahan tersebut sudah diketahui oleh pihak instasi dan pemerintah terkait.
“Kelompok tani ini atas nama masyarakat sudah lengkap dengan dokumennya saya buat, berbadan hukum mulai GPS nya kami panggil, BPN dan pihak kehutanan sudah kami panggi,” ungkapnya.
“Oknum pengusaha bisa merambah, kenapa kami masyarakat setempat tidak bisa,” katanya sambil menyatakan bahwa jika peraturan pemerintah melarang, maka keseluruhan hutan mangrove yang dirambah tersebut harus ditertibkan“Kalau kami salah, kenapa Ayok bisa, harus ditertibkan juga lah,” ucapnya. (Mag02/syaf)